guru, kata ini kedengar mudah dan gampang dilakukan katanya? namun dalam hal ini saya tidang ingin terjebak dalam pertanyaan mudah atau gampang . Namun aktualisasi yang terpenting, persoalan mudah atau gampangan adalah persoalan seberapa besar rasa sayang itu kita selamatkan dalam relung jiwa kita untuk sebuah pengabdian sebagai guru.Â
Menjadi guru bukan persoalan menarik di lihat bak mawar yang mempesona ,namun menjadi pendidik adalah kemampuan untuk bertahan dan mengayomi dalam segala penjuru yang ada. Dia bisa menjadi pribadi yang tidak termakan oleh benturan musim, namun dia bisa memberikan faedah dan teladan dalam semua dimensi. Dia pribadi yang tahan akan kritikan namun sarat akan prestasi , dia sedikit berujar namun menghasilkan pribadi yang bisa survive di erangan masa.
guru bukan miniatur buku dan pasal serta teori  yang tertata dalam setiap apa yang dia lakukan tapi dia adalah bait-bait  kata  hidup yang selalu memberikan pencerahan dalam setiap apa yang dia lakukan. Pendidik adalah pribadi yang siap untuk tidak populer demi kecerdasan dan lahirnya peradaban yang mulia. Telinga dan hati mereka tidak mudah baper apalagi alergi. Setiap untaian kritikan dan derasnya Masalah menjadi penguat untuk menata solusi yang lebih berarti. Â
jadi banyak Banyak hal yang terkadang kita lupa dalam menguraikan profesi sebagai seorang guru, salah satu hal yang paling mendasar dan kerap muncul dalam menjalankan profesi sebagai seoarang guru adalah peran kita memainkan ego sektoral terhadap para peserta didik kita.Â
Guru tidak luput dengan entitas pribadinya yang mana acap kali memainkan lakonnya tampa memberikan ruang merdeka pada peserta didiknya. Hal ini berlaku surut pada pribadi penulis. Sebelum meyelami makna dan filosofi dari pemikiran ki hajar dewantara penulis merasa bahwa trasformasi yang baik selalu bermuara pada kapasitas pribadi guru itu sendiri .Â
Semakin cerdas sang guru memainkan lakonnya dalam membedah dan menguraikan materi maka semakin mudah delivery keilmuan akan tercapai pada peserta didiknya. ternyata semua itu salah besar dan menyesatkan apabila tidak di kelolal dengan metode dan cara yang tepat maka akan melenceng dari tujuan awal pembelajaran yang kita setting. banyak bait kata dan narasi penguat yang bisa penulis maknai dari penyelaman makna dan filosofi ki hajar dewantara salah satu hal yang mendasar adalah meleburnya ego sektoral dari seorang guru.Â
Ego sektoral sang guruÂ
Menjalankan profesi sebagai seorang guru tidaklah muda, mereka harus bertarung dengan realitas yang terjadi secara kekinian. Bisa jadi pada fase terdahulu peran guru yang monton sambil memaksa murid mengeja dan menghafal adalah langkah yang benar kala itu. Sudah semestinya seorang pendidik mampu menyulam kegersangan jiwa menjadi taman yang begitu mempesona dan membuat mereka yang ada di sekitarnya merasa nyaman dan tergerak hatinya untuk menjaga taman itu tetap mempesona.Â
Sebagai taman keindahan  seorang guru harus memiliki kecakapan dalam mengatur dan menata dengan baik serta menyemai dengan bibit yang unggul, sehingga menjadi sesuatu yang indah di takar oleh penikmat taman tersebut. Bukan menampilkan kumpulan gulma dan hamparan ketandusan yang membuat orang lain enggan singgah dan mendekati taman tersebut.
Dalam taman, proporsi yang harus kita persiapkan adalah letak yang strategis, letak menunjang seseorang mampu mengakses dengan mudah, seindah apapun taman tersebut kalau letak yang tidak terjamah dan tidak ada akses untuk menjamahnya apakah artinya keindahan yang terpendam dan tertutup rapat untuk dinikmati.Â
Layaknya dan sepatutnya sang guru harus mampu menjamah ruang dan berpikir anak didiknya sehingga tidak ada sekat yang mampu membantasi trasformasi keilmuan tersebut. Seorang guru harus mempersiapkan model dan design yang menyentuh hati anak didiknya sehingga ilmu yang diberikan mampu menjadi tautan makna yang berarti bagi mereka, Apalah artinya kuantitas yang mempuni dengan deretan predikat yang mereka miliki, namun tidak mampu memberikan berkah atas ilmu yang diajarkan.