Realitas berbicara lain ketika kita tuangkan kegelisahan dalam ranah yang berbeda semuaesti menjadi alat ukur yang berbeda dalam kisah yang berbeda satu sama lain  Ada yang berupaya mencari celah dibibir kebiasaan yang tertata dan adapula yang menyambi menjadi top di balik keelokan sebelumnya, Semua berbeda dalam raut dan wajah yang sama  Semua boleh jadi dan akan jadi metamorfosa yang sama dalam buku dan ruas yang bermotif beda Laksana pejuang mementahkan harapan di balik cerobong kegelisahan.Â
Kembali kerjakan awal bahwa ragam dan motif seseorang tergantung asupan apa yang diberikan,melirik sedikit diantara beban yang terpikil oleh sebagian orang ...makan boleh jadi dan akan jadi pertarungan nasib menjadi kambing hitam yang siapa di kelemahan di setiap kegagalan yang dia perbuat..sebab hakikat dari semua yang ada bahwa ruang2 hampa yang kita miliki karena terlalu banyak variabel pembanding yang menjadi acuan kita.
Boleh kita tengok kata bahagiaÂ
Substansial nya bahagia adalah tercapainya harapan dan keinginan yang dia miliki namun toh banyak yang mengeluh manaka kata tersebut kita reduksi dalam keseharian mereka yang naik sepeda akan bahagia manakala dia memiliki motor ,yang telah memiliki kendaraan dua maka akan bahagia makan kalau dia di anugerahkan atau mendapat beroda empat...semua serba harus ada peningkatan yang tampak oleh mata telanjang. Yang salah siapa? Tentu pertanyaan ini semua akan bermuara kepada design thinking yang dimapingkan oleh masyarakat itu sendiri.Â
Sebab di ruang dan massa yang ada bahagia adalah takaran kolektif yang telah tersublimasi dan mengkristal di masyarakat kita, Bahagia maka kala semua unsur penunjang kehidupan yang dia jalani mampu terakomodir dengan sempurna Bahagia manakala semua terjemahan yang dirumuskan akan berwujud bongkahan yang bisa di lelang dan di barter dengan rasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H