Mohon tunggu...
Aska Karim
Aska Karim Mohon Tunggu... Guru - GURU

GURU SMA NEGERI 3 DI BANTAENG

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cerobong Kegelisahan

26 Mei 2019   22:38 Diperbarui: 26 Mei 2019   22:50 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Realitas berbicara lain ketika kita tuangkan kegelisahan dalam ranah yang berbeda semuaesti menjadi alat ukur yang berbeda dalam kisah yang berbeda satu sama lain  Ada yang berupaya mencari celah dibibir kebiasaan yang tertata dan adapula yang menyambi menjadi top di balik keelokan sebelumnya, Semua berbeda dalam raut dan wajah yang sama  Semua boleh jadi dan akan jadi metamorfosa yang sama dalam buku dan ruas yang bermotif beda Laksana pejuang mementahkan harapan di balik cerobong kegelisahan. 

Kembali kerjakan awal bahwa ragam dan motif seseorang tergantung asupan apa yang diberikan,melirik sedikit diantara beban yang terpikil oleh sebagian orang ...makan boleh jadi dan akan jadi pertarungan nasib menjadi kambing hitam yang siapa di kelemahan di setiap kegagalan yang dia perbuat..sebab hakikat dari semua yang ada bahwa ruang2 hampa yang kita miliki karena terlalu banyak variabel pembanding yang menjadi acuan kita.

Boleh kita tengok kata bahagia 

Substansial nya bahagia adalah tercapainya harapan dan keinginan yang dia miliki namun toh banyak yang mengeluh manaka kata tersebut kita reduksi dalam keseharian mereka yang naik sepeda akan bahagia manakala dia memiliki motor ,yang telah memiliki kendaraan dua maka akan bahagia makan kalau dia di anugerahkan atau mendapat beroda empat...semua serba harus ada peningkatan yang tampak oleh mata telanjang. Yang salah siapa? Tentu pertanyaan ini semua akan bermuara kepada design thinking yang dimapingkan oleh masyarakat itu sendiri. 

Sebab di ruang dan massa yang ada bahagia adalah takaran kolektif yang telah tersublimasi dan mengkristal di masyarakat kita, Bahagia maka kala semua unsur penunjang kehidupan yang dia jalani mampu terakomodir dengan sempurna Bahagia manakala semua terjemahan yang dirumuskan akan berwujud bongkahan yang bisa di lelang dan di barter dengan rasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun