Di jendela usangmu engkau melambai dengan gemingan mata nanarmu
mengusap butiran air yang semakin membanjir
engkau sempatkan batinmu dan ragamu menahan untuk langkah ini, namun aku tetap berlari dengan
egokuÂ
hanyak untuk membuatmu bahagia kelak
Di jendela usangmu engaku lambaikan tangan rapuhmu menahan lara yang membatu
Memotong tradisi yang membentang diantara pintu masuk rumah kita Â
berat memang untuk melawan  di antara harapan dan gejolak tradisi menggila di ubun-ubung rasa
Kata demi kata menghujang bak linggis kematian mengingatkan akan langkah yang tersesat namun kata ini engkau hempaskan di balik alunan ombak kematian
Alunan rasa yang belum pasti menjadi harapan untuk kata merantau
Melaju di antara rentetan pengais lainnya berjibalku dalam asa untuk meretas dan beingsut untuk kata kebahagian