Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah apakah berarti praktek individualis itu bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dari modernisasi? Jawabannya, bisa jadi, karena beberapa prinsip modernisasi itu lebih melihat kepada bagaimana individu itu dapat bertindak dan berperilaku, bukan lagi melihat kepada masyarakatnya.
Makanya sebagai contoh kepemilikan aset seperti tanah itu lebih didasarkan kepada kepemilikan individu, dalam hukum modern hampir jarang ditemukan adanya kepemilikan tanah atas masyarakat secara bersama-sama, seperti yang pernah terlihat pada masyarakat feudal masa lalu atau masyarakat adat yang saat ini masih eksis.
Contoh lainnya misalnya adalah perpajakan, kalau zaman foedal dahulu, pemerintah feudal masih sering memungut pajak kepada masyarakat atau kepada satu dusun, bukan individu per-kepala, sebagaiamana yang lazim diterapkan sistemnya zaman modern sekarang.
Dari situ kadangkala akhirnya ada kesan bahwa modernisasi dan individualisme adalah trend yang tidak terelakkan masa kini dan masa depan, sedangkan kolektivisme dianggap sebagai bagian dari feodalisme dan tradisionalisme yang sudah using karena tidak sesuai lagi dengan zaman.
Kalau mau mengulik kembali dari sejarah perkembangan peradaban manusia, pembolak-balikan antara modernisasi dengan tradisionalisme atau antara kolektivisme dengan individualisme itu pernah terjadi dan tidak hanya sekali terjadinya.Â
Contoh paling gampang adalah apa yang pernah terjadi saat imperium Roma masih eksis, saat itu beberapa nilai dan praktek individualisme dan modernisasi sudah ada yang dipakai meskipun tidak sama seratus persen dengan zaman sekarang. Namun sejak keruntuhan imperium tersebut, menyebabkan masyarakat Eropa yang sebelumnya pernah dianggap modern kembali menjadi masyarakat tradisional, hingga beberapa ratus tahun lamanya.
Apa yang terjadi di Nusantara juga menjadi buktinya, masyarakat era Majapahit yang pernah memiliki nilai kebudayaan tinggi, dan mungkin lebih modern akhirnya harus berubah kembali ke nilai feodalisme begitu kerajaan besar itu runtuh.
Jadi itulah gambaran bagaimana individualisme dan kolektivisme tidak boleh disederhanakan hanya melihat dari mana mereka berasal, cobalah membuka persepsi kita, bahwa penilaian akan praktek-praktek itu lebih kepada nilai-nilai yang diadopsi, karena dianggap sesuai dengan kebutuhan mereka saat ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI