Mohon tunggu...
Askar FatihRobbani
Askar FatihRobbani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Seorang mahasiswa ilmu politik Universitas Padjadjaran yang ingin menuangkan narasi-narasi tulisannya dalam platform ini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meningkatkan Efektivitas Peran Partai Politik di Parlemen Melalui Penerapan Parliamentary Threshold

25 April 2023   10:10 Diperbarui: 25 April 2023   10:14 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kombinasi sistem kepartaian multipartai dan sistem presidensial di Indonesia menimbulkan banyak perdebatan akademis. Sebenarnya sistem kepartaian multipartai di Indonesia merupakan sebuah kewajaran mengingat keberagaman yang menimbulkan aspirasi yang beragam pula, sehingga hal ini menimbulkan banyaknya partai yang muncul demi menampung aspirasi yang beragam tersebut. Seperti yang disebutkan oleh Shofia (2019, dalam Widyana, 2022), kemunculan partai politik merupakan aktualisasi dari keberagaman aliran dan ideologi politik yang melatarbelakanginya (Widyana, 2022). Namun, dalam praktiknya, kombinasi sistem multipartai dan sistem presidensial bukanlah pasangan yang pas karena seringkali menimbulkan ketidakstabilan terutama dalam relasi antara eksekutif dan legislatif. Seperti yang disebutkan oleh Mainwaring, kombinasi sistem presidensial, sistem multipartai, dan demokrasi merupakan kombinasi yang rumit, karena kombinasi tersebut seringkali menyebabkan deadlock dan instabilitas dalam sistem pemerintahan (Mainwaring, 1993). Dalam studinya, Mainwaring juga menyebut bahwa di berbagai negara instabilitas politik terjadi ketika kombinasi sistem ini diadopsi, setidaknya hanya Chile yang berhasil mengombinasikan sistem multipartai dan sistem presidensial secara stabil (Adam et al., 2021).

Ketidakstabilan sistem presidensial dan ketidakefektifan kinerja parlemen dalam sistem politik di Indonesia pada akhirnya memunculkan hadirnya Parliamentary Threshold. Apa yang dimaksud dengan Parliamentary Threshold? Parliamentary Threshold merupakan sebuah mekanisme ambang batas yang diterapkan pada pemilu legislatif dengan persentase tertentu (Itasari, 2013). Menurut Healy dan Gerard (1999), Parliamentary Threshold atau Electoral Threshold merupakan ambang batas yang harus dilampaui oleh partai politik untuk dapat mengirimkan perwakilannya di parlemen (Healy & Gerard, 1999). Namun, Parliamentary Threshold ini sendiri menimbulkan pro-kontra dan pertanyaan-pertanyaan dalam perdebatan akademis, apakah Parliamentary Threshold perlu diadopsi dalam proses elektoral di Indonesia? apakah Parliamentary Threshold berhasil menyederhanakan jumlah partai yang masuk ke parlemen? dan yang terpenting apakah pengadopsian Parliamentary Threshold berhasil menghasilkan stabilitas dalam sebuah kombinasi sistem multipartai dan sistem presidensial? Tulisan ini mencoba mencoba menguraikan peran penting Parliamentary Threshold dalam upaya peningkatan peran partai politik di parlemen yang akan mengarah pada stabilitas dari sistem presidensial dan menguraikan seperti apa pelaksanaan Parliamentary Threshold yang seharusnya dalam proses pemilu agar tetap menjaga esensi sebuah pemilu yang demokratis.

Peran Krusial Parliamentary Threshold

Bertambahnya partai-partai baru dalam kancah perpolitikan di Indonesia memang sudah menjadi hal yang lumrah, mengingat sistem multipartai yang dianut di Indonesia. Namun, jika jumlah partai yang bervariasi ini dapat menimbulkan sebuah permasalahan di dalam parlemen. Hal ini berpotensi menyebabkan tingkat fragmentasi yang tinggi di dalam parlemen karena setiap partai memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Fragmentasi yang tinggi pada akhirnya menyebabkan kinerja parlemen yang tidak efektif, terutama dalam aspek legislasi dan pelaksanaan mekanisme checks and balances. Lebih jauh lagi, sistem multipartai yang tidak terkontrol di dalam parlemen akan menghasilkan instabilitas dalam sistem presidensial terutama relasi antara eksekutif dan legislatif. Maka dari itu, kebebasan dalam pendirian partai politik perlu di imbangi dengan mekanisme tertentu yang dapat membatasi atau mengontrol partai-partai yang ada, misalkan dengan diberlakukannya mekanisme verifikasi partai politik yang panjang dalam pemilu dan juga pemberlakuan Parliamentary Threshold (Al-Fatih et al., 2016).

Demi mengefektifkan kinerja partai dalam parlemen, maka kebijakan Parliamentary Threshold perlu diadopsi agar jumlah partai yang masuk ke parlemen juga dapat dibatasi. Tujuan Parliamentary Threshold dipaparkan secara lebih detil oleh Firdaus (2016, dalam Adelia, 2018) yaitu :

  • Membatasi jumlah partai politik yang tidak mendapat dukungan signifikan dari pemilih, hal itu dilakukan dalam rangka penyederhanaan sistem kepartaian dan juga mengurangi jumlah partai politik dalam parlemen sehingga efektivitas dari kinerja parlemen meningkat.
  • Menyaring jumlah partai politik peserta pemilu berikutnya. Hal ini dapat mencegah membengkaknya dana penyelenggaran pemilu dan juga menghindarkan pemilih dari kebingungan dalam memberikan suara.

Selain memiliki fungsi penyederhanaan partai politik, Parliamentary Threshold yang menjadi hambatan legal bagi partai politik dalam upaya mengirim perwakilannya ke parlemen dapat memicu perubahan yang signifikan dalam pengorganisasian partai politik secara lebih luas. Mulai dari penetapan ideologi dan program yang jelas, optimalisasi proses rekrutmen dan kaderisasi, hingga penyusunan strategi politik yang lebih sistematis agar dapat memperoleh dukungan dan basis massa yang besar (Widyana, 2022). Perbaikan dari segi internal partai ini bukan tanpa alasan, pengadopsian Parliamentary Threshold dalam pelaksanaan pemilu tentunya akan meningkatkan persaingan atau menciptakan persaingan yang lebih kompetitif antar partai, sehingga setiap partai akan berusaha untuk merevitalisasi peran utamanya sebagai pihak intermediary yang mengartikulasikan kepentingan (interest articulation) dan mengagregasikan kepentingan (interest aggregation) masyarakat, dan juga sebagai sarana sosialisasi politik (political socialization) bagi masyarakat (Adelia, 2018). Pemberlakuan Parliamentary Threshold di Indonesia memang belum optimal tetapi perlu diterapkan karena Parliamentary Threshold merupakan konsekuensi dari sistem politik di Indonesia yang mengombinasikan sistem multipartai dan sistem presidensial. Agar pemerintahan yang stabil dapat tercapai maka sistem multipartai sederhana terlaksana, maka dari itu pemberlakuan Parlimentary Threshold juga diperlukan untuk mencapai stabilitas tersebut.

Parliamentary Threshold di Indonesia

Di Indonesia Parliamentary Threshold sudah diadopsi sejak Pemilu 2009, pada saat itu ditetapkan persentase ambang batas yang harus dicapai partai adalah minimal 2,5% (Bachmid, 2021). Besaran persentase Parliamentary Threshold terus meningkat dalam pemilu-pemilu berikutnya, yaitu dalam Pemilu 2014 minimal 3,5% dan di Pemilu 2019 minimal 4%. Namun, upaya meningkatkan Parliamentary Threshold dalam setiap pemilu tidak menunjukkan hasil yang signifikan, terutama dalam mengurangi jumlah partai politik di parlemen. Hal ini terlihat dari jumlah partai yang berhasil mencapai ambang batas sejak Pemilu 2009. Pada Pemilu 2009 terdapat 9 partai yang berhasil mencapai persentase suara 2,5%. Pada Pemilu 2014, jumlah partai politik yang mencapai ambang batas justru meningkat menjadi 10 partai politik meskipun ada peningkatan persentase Parliamentary Threshold. Pada Pemilu 2019, jumlahnya kembali menurun menjadi 9 partai politik (Bachmid, 2021). Hal ini menunjukkan bahwa pemberlakuan Parliamentary Threshold di Indonesia masih belum optimal terutama dalam mencapai tujuan utama yaitu membentuk sistem multipartai sederhana. Maka dari itu, perlu adanya reformulasi mengenai besaran persentase Parliamentary Threshold dan juga diperlukan peninjauan ulang agar pemberlakuan Parliamentary Threshold tetap menjunjung nilai-nilai pemilu yang demokratis (Al-Fatih et al., 2016). Reformulasi Parliamentary Threshold juga menjadi penting karena pada dasarnya diberlakukannya Parliamentary Threshold adalah untuk efektifitas representasi suara rakyat di parlemen, bukan untuk membatasi hak suara rakyat untuk memilih wakil di parlemen (Adelia, 2018).

Dalam reformulasi Parliamentary Threshold, mekanisme dalam penentuan besaran Parliamentary Threshold dapat dipertimbangkan sesuai dengan kondisi sosial dan politik yang sesuai, hal ini dilakukan agar ambang batas parlemen yang optimal dapat tercapai. Selanjutnya, jumlah partai parlemen yang efektif juga perlu diperhitungkan dengan Indeks ENPP (Effective Numbers of Parliament Parties), perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah partai politik yang efektif didalam parlemen. Dan yang terakhir, perhitungan mengenai sebaran kekuatan partai di parlemen melalui indeks fragmentasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari tingginya tingkat fragmentasi dalam parlemen yang akan menghasilkan ketidakefektifan kinerja parlemen (Al-Fatih et al., 2016). Dengan dilakukannya mekanisme penentuan Parliamentary Threshold dengan mempertimbangkan aspek sosial politik setempat, jumlah partai parlemen yang efektif, dan juga indeks fragmentasi didalam parlemen, maka besaran Parliamentary Threshold yang berkeadilan pun akan tercapai.

Penutup

Sebagai respons dari ketidakefektifan kinerja parlemen dan instabilitas sistem presidensial dikarenakan kombinasi sistem presidensial dan multipartai, Parliamentary Threshold merupakan sebuah solusi yang tepat dalam upaya penyederhanaan sistem kepartaian di Indonesia. Selain itu, pemberlakuan Parliamentary Threshold juga dapat menjadi stimulan bagi perbaikan internal atau disiplin partai, terutama dalam pengorganisasian dan optimalisasi fungsi partai dalam sistem politik yang demokratis, hal ini dikarenakan pemberlakuan Parliamentary Threshold yang menciptakan persaingan politik yang lebih kompetitif dalam pemilu legislatif sehingga perbaikan internal partai politik menjadi jalan untuk meraih dukungan rakyat. Namun, evaluasi terhadap pemberlakuan Parliamentary Threshold pada pemilu-pemilu sebelumnya diperlukan karena penyederhanaan partai politik dalam parlemen belum dapat dikatakan berhasil dalam pemilu-pemilu sebelumnya. Bahkan, jika perlu dilakukan pula reformulasi dari Parliamentary Threshold itu sendiri, agar tujuan utama Parliamentary Threshold sebagai sarana yang mengefektifkan suara rakyat di parlemen dapat tercapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun