Mohon tunggu...
Asjad Rasyiq Habibi
Asjad Rasyiq Habibi Mohon Tunggu... Lainnya - SMAN 28 JAKARTA

XI MIPA 2

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Alas Foresto dan Harga dari Balas Budi

1 Desember 2020   23:57 Diperbarui: 3 Desember 2020   06:40 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Alkisah, di dalam sebuah hutan yang amat luas. Ada sebuah kerajaan megah berdiri di tengah hutan tersebut. Kerajaan itu dikelilingi tembok-tembok kokoh dan terukir indah beragam bentuk binatang di setiap sisinya, di halamannya terdapat bermacam jenis pohon buah-buahan, serta di pintu gerbangnya terdapat dua penjaga seperti manusia badak. Badan tegak dan kekar layaknya manusia, tetapi kepalanya berupa badak bercula tajam. Penjaga itu memegang tombak panjang menghadap ke atas.

        “Wahai segala wahai, apakah kerajaan ini hanya membuat dua patung untuk berjaga di pintu gerbang?!” ujar sang Raja. Dalam sekejap mereka berdua pun langsung terbangun setelah beberapa saat memejamkan matanya sambil bersandar pada tembok .  

        “Maaf Paduka Tuan, pagi ini kami berdua lelah sejak kemarin belum beristirahat mencari si Xavion yang hilang.” kata si Penjaga Gerbang. “Demi Foresto, itu hanya sebuah retoris!.. Cepat, Bukakan pintunya!..” bentak ke sekian kalinya oleh sang Raja.

        Kemudian, Rayno dan Reno pun membukakan pintu gerbang kerajaan yang sangat besar dan tinggi. Pintu itu terbuat dari logam mengkilat serta tak ada noda kotor sedikitpun. Rayno dan Reno ialah saudara kembar yang cukup sulit dibedakan dari keduanya. Oleh sebab itu, mereka diberi senjata tombak oleh sang Raja dengan perbedaan tombak hitam dan tombak putih. Mereka sudah lama mengabdi pada kerajaan itu. Kerajaan tersebut memiliki nama Alas Foresto dan rajanya bernama King Ixzy. Sang Raja memiliki sifat emosi yang tidak stabil, kadang ia bisa lemah lembut tetapi jika ada hal yang membuatnya terganggu ia langsung berubah layaknya singa. Ia memiliki seorang putra mahkota bernama Xavion. Namun, ibundanya meninggal setelah melahirkannya.

        “Baiklah, kalian istirahat dahulu saat ini. Nanti, pada sore hari, kalian lanjutkan pencarian ke tempat yang mungkin Xavion pernah datangi.” kata sang Raja.

        “Maaf paduka, kemarin kami sudah mencari ke segala arah dari tepi danau, hilir sungai, bahkan ke dalam gua sekalipun tetap tidak ada.” kata Rayno.

         “Oleh karena itu, kami tadi sangat kelelahan, Paduka. Hehe.” jawab Reno sambil cengar-cengir.

         “Demi Foresto, apa lagi yang harus kulakukan untuk menemukanmu, Xav. Tiada artinya kerajaan dan seluruh isinya ini jika aku harus menjalani hidup dalam kesendirian.” ungkap kesedihan sang Raja.

         “Tenang saja, Paduka. Kami akan tetap berusaha mencari Xavion. Ya kan, Ren?” kata Rayno.

         “Tentu saja, saya tidak akan lupa untuk membalas budi Paduka Raja saat puluhan tahun yang lalu. Kata Reno dengan tatapan yang serius kali ini.

         Balas budi yang dimaksud oleh Reno adalah saat pertemuan pertama kali King Ixzy dengan mereka. Saat itu, King Ixzy melewati tengah hutan dan tidak sengaja menemukan mereka dengan kondisi yang tak berdaya. Kondisi Reno lebih parah dibandingkan dengan Rayno, banyak sekali luka cakaran di seluruh tubuh, khususnya pada bagian lengan. Sebenarnya, memang benar jika dilihat sekilas Rayno dan Reno sulit dibedakan, tetapi Reno bisa ditebak dengan mudah akibat dari banyaknya bekas luka yang ada.

       “Hey, bangunlah, minumlah air ini.“ kata King Ixzy.

       “S..ss..siapa kamu? Tolong jangan apa-apakan kami.” tanya Rayno dengan sangat ketakutan.

       “Heyy, tenanglah aku tidak jahat. Bukankah bisa dilihat dari penampilanku ini. Aku adalah seorang raja. Menurutku, kalian bersaudara kembar, bukan? tanya King Ixzy.

        Rayno pun meminum air yang diberikan. Kemudian, King Ixzy segera membawa mereka ke kerajaan untuk menyembuhkan lukanya, khususnya Reno yang mengalami luka serius hingga tak sadarkan diri. Setelah sadar, Rayno dan Reno pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka. Mereka tinggal hampir di perbatasan hutan, tepatnya di sebuah lembah yang amat gelap. Mereka tinggal disitu sebelumnya dengan rasa aman, damai, dan tenteram hingga pada suatu malam terjadi sebuah peristiwa pilu bagi mereka. Bangsa Fanthera menyerang dan mengambil alih tempat tinggal mereka. Fanthera adalah makhluk dengan sosok menyerupai harimau memiliki cakar dan taring yang tajam, tetapi berekor dua dan bulunya berwarna hitam pekat. Bangsa Fanthera itu menghabisi seluruh keluarganya, hanya tersisa mereka berdua yang bisa melarikan diri diam-diam dan ternyata mereka bukan kembar dua, melainkan kembar tiga yakni Rino yang ikut terbunuh oleh bangsa Fanthera. Itu semua menjadi kesedihan yang tidak dapat terlupakan bagi Rayno dan Reno.

         Pada sore harinya, si Kembar akan melanjutkan misi pencarian untuk menemukan Xavion.

         “Sepertinya, aku tahu dimana tempat yang belum kita datangi dan kemungkinan Xavion berada.” kata Reno sambil duduk termenung.

         “Jangan katakan, yang ada di pikiranmu itu juga Lembah Fanthera.” jawab Rayno.

         “Haha, itu membuktikan bahwa kita memang benar saudara kembar, kita bisa merasakan hal yang sama.” jawab Reno dengan senang.

         “Apakah kamu yakin kita bisa menghadapi bangsa Fanthera hanya berdua saja?” tanya Rayno dengan serius.

        “Aku yakin kita bisa menghadapinya dengan segala apa yang kita miliki sekarang, kita memiliki tombak masing-masing dan kita juga bisa melakukan teknik bela diri.” jawab Reno dengan tenang.

        “Hmm, baiklah, ayo kita berangkat kesana!” kata Rayno dengan mantap.

           

         Mereka pun berjalan menuju Lembah Fanthera dengan yakin, menyusuri pedalaman hutan, angin bersilir-silir turut menemani mereka dalam perjalanan. Gambaran peristiwa puluhan tahun yang lalu juga mulai teringat kembali oleh mereka seiring dengan semakin dekatnya lembah. Akhirnya, mereka sampai di pintu masuk lembah dan mereka telah memegang erat tombaknya masing-masing.

         “Bagaimana rencana kita, Ren?” tanya Rayno.

        “Begini aja, kamu yang cari Xavion dan aku yang akan mengalihkan perhatian mereka.” jawab Reno.

        “Hah, dimana aku harus cari Xavion? Apakah kamu serius sendirian menjadi pengalih perhatian mereka?” tanya Rayno lagi.

         “Itu lihatlah disana ada bangunan-bangunan, mungkin salah satunya menjadi tempat Xavion ditahan oleh bangsa Fanthera. Apakah kamu masih tidak yakin denganku?” jawab Reno dengan tatapan paling serius.

         Mereka berdua tidak akan tahu apa yang nantinya akan terjadi. Setelah itu, mereka melakukan tugasnya masing-masing. Rayno dengan mengendap-endap yang kedua kalinya seperti puluhan tahun yang lalu di Lembah Fanthera. Perbedaannya kali ini ia masuk bukan keluar dari lembah. Reno mulai memancing perhatian dengan muncul secara tiba-tiba di tengah bangsa Fanthera yang sedang melakukan aktivitas masing-masing. Tentu, mereka menyambut tamu tak diundang itu dengan tidak ramah. Mereka semua bersiap menyerang Reno, tetapi bagi Reno mereka semua tidak sepadan dengan kekuatannya sekarang. Benar saja, mereka semua dengan mudah dihabisi sendirian oleh Reno dengan menggunakan tombak putihnya itu dan teknik bela diri yang dimilikinya. Ada banyak yang terkapar di tanah dan ada pula yang lari tunggang langgang keluar dari lembah karena takut menghadapi ganasnya Reno dan permainan tombak putihnya itu. Seolah-olah Reno membayar lunas dendamnya selama ini kepada bangsa Fanthera terhadap apa yang mereka buat kepada keluarganya. Di samping itu, Rayno menjadi mudah mengecek satu demi satu bangunan yang kosong, karena Reno berhasil mengalihkan perhatian bangsa Fanthera.

        Alhasil, Rayno menemukan Xavion di bangunan terakhir.

       “Xavion dikurung oleh bangsa Fanthera, sepertinya karena diculik saat berada di luar Kerajaan Alas Foresto. Namun, yang terpenting ialah Xavion baik-baik saja dan dapat ditemukan” kata Rayno dalam benaknya.

       “Hey, Xav, ayo kita keluar dari sini dan pulang ke Alas Foresto!” kata Rayno

       “Eh, apakah kau ini Reno? Tolong lepaskan aku disini!” jawab Xavion dengan matanya yang ditutupi kain.

       “Bukan, Xav, aku ini Rayno tetapi Reno juga ada disini sedang mengalihkan perhatian.” kata Rayno.

      “Terima kasih banyak, Rayno” ujar Xavion.

        Di sisi lain, Reno sedang kewalahan menghadapi seorang pemimpin dari bangsa Fanthera. Dia tidak tahu bahwa ada lawan tandingannya yakni Taka, sang Pemimpin bangsa Fanthera. Taka serupa dengan Fanthera yang lain, tetapi ukurannya dua hingga tiga kali besar dari Fanthera pada umumnya. Walaupun ukurannya lebih besar, Taka memiliki kemampuan yang amat lincah. Ia berkali-kali melakukan serangan ke Reno dengan berlari digabungkan dengan memanjat pohon kemudian melompat seakan-akan ingin menerkam mangsanya. Hal itu membuat Reno kewalahan dan kehabisan tenaga untuk menangkis berbagai serangan. Sejak tadi, jual-beli serangan berganti tangkisan dan elakan tiada henti di lembah itu. Akibatnya, Reno melakukan kesalahan dan pertahanannya memiliki celah untuk ditembus oleh Taka. Taka mencakar Reno dan menerkamnya, taringnya itu menancap di bahu Reno. Seketika, darah segar mengalir dari bahunya dan Reno pun terkapar. Taka tidak berniat langsung menghabisinya dan ingin meninggalkannya mati dengan sendirinya. Saat Taka baru membalikkan badan, dia tidak tahu bahwa Reno masih mengumpulkan tenaga terakhirnya dan sedang menargetnya dengan tombak putihnya. Lalu, Reno melemparkan tombaknya itu dan dengan tepat menusuk Taka hingga tembus dua sisi. Di saat yang bersamaan, Rayno melihat kejadian itu dan langsung berlari ke saudara kembarnya.

       “Hey, Ren, bertahanlah!..” teriak Rayno dengan terisak-isak.

       “Rr...Rayno, ternyata benar kan dugaanku bahwa Xavion ada disini. Hehe..” jawab Reno tertawa tenang dengan bersimbah darah yang sejak tadi terus mengalir.

       “Tolong, Ren, jangan tinggalkan aku! Aku tidak ingin menjalani hidup dalam kesendirian. Aku hanya memiliki kamu, Ren. Ayah, Ibu, maupun Rino sudah lebih dulu meninggalkan kita.” jawab Rayno dengan menangis tersedu-sedu.

       Rayno adalah sosok yang dewasa dan berpikir logis, akan tetapi pada kondisi kali ini ia tidak tahu untuk berbuat apa, emosinya telah mengalahkan segalanya. Xavion pun dari tadi tidak dapat bicara apa-apa hanya berdiri memandangi Reno yang sekarat.

      “Hey, Xav, mengapa kamu diam saja, hah? Tolong sampaikan kalimat terakhirku ini kepada Paduka Raja King Ixzy bahwa aku telah membayar balas budi nya.” kata Reno sambil menatap Xavion dengan tersenyum.

        Xavion hanya mampu mengangguk menatap Reno.

        Akhirnya Reno telah memejamkan matanya untuk selama-lamanya.

       Rayno masih termenung menatapi saudara kembar terakhirnya itu.

        Tiba di Kerajaan Alas Foresto,

            “Demi Foresto, akhirnya kamu bisa kembali ke sini, Xav.” kata sang Raja sambil memeluk Xavion.

            “Wahai, dimanakah Reno biasanya kau selalu bersama layaknya satu paket, Rayno?” tanya sang Raja

            Rayno hanya menggeleng dengan meneteskan air matanya.

            Kemudian, Rayno menyampaikan segalanya dan pesan terakhir Reno kepada sang Raja. Sang Raja turut berduka dan melakukan pemakaman di sekitar Kerajaan Alas Foresto dan meletakkan tombak putihnya sebagai rasa penghormatan terakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun