Mohon tunggu...
Binti Nur Asiyah
Binti Nur Asiyah Mohon Tunggu... pegawai negeri -

dosen di IAIN Tulungagung

Selanjutnya

Tutup

Financial

Diversifikasi Pengelolaan Dana Haji, Perlukah?

26 April 2019   02:02 Diperbarui: 26 April 2019   02:14 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan pemerintah Arab Saudi dalam menambah kuota jamaah haji Indonesia sebanyak 10 ribu mendapat sambutan menarik dari warga masyarakat. Antrian normal hingga 20 an tahun akan semakin berkurang. Namun kondisi ini nampaknya menjadi harus berkerut dahi bagi pemerintah karena harus mencarikan anggaran untuk membayar kuota tambahah, tambahan petugas haji dan pendukungnya. 

Kondisi ini disebabkan karena dana haji yang dikelola mencapai Rp110 triliun di 2018, dialokasikan sebesar 50 persen di Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPS-BPIH) dan 50 persen lainnya di surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara dan korporasi(infobank news). 

Hal ini disebabkan karena antrian haji yang panjang, pengelola dana haji menginvestasikan dana haji ke dalam sukuk sehingga memberikan nilai keuntungan sehingga akan mengurangi biaya haji yang ada. Meski jika dilihat, belum bisa dirasakan secara riil oleh jamaah haji, karena tiap tahunnya biaya haji terus naik mengikuti inflasi yang ada 

Kembali pengelolaan dana haji ke dalam sukuk dana haji,  yang beberapa waktu lalu menjadi banyak perbincangan bahwa dana haji digunakan untuk infrastruktur, nah disinilah sebagian dana haji dipergunakan yang. Surat berharga syariah tersebut dikenal dengan sebutan SDHI (Sukuk Dana Haji Indonesia) hingga 12 Januari 2017, outstanding SDHI senilai Rp36,7 triliun (tirto.id). 

Praktik penggunaan dana haji untuk investasi pada sektor infrastruktur sebenarnya telah berlaku sejak lama. Pada tahun 2010, atas kesepakatan kerjasama antara Kementerian Agama RI dengan Kementerian Keuangan RI, diterbitkan Sukuk Dana Haji Indonesia. Pembiayaan melalui sukuk ini kemudian digunakan untuk pembangunan infrastruktur dalam negeri. Hingga 2016, total aset yang dikelola mencapai Rp95,2 Triliun (PPM.manajemen). 

Sukuk untuk infrastruktur tentu butuh waktu yang sifatnya jangka panjang, sementara kebutuhan dana haji mengikuti sejumlah kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi. Saat ada kuota tambahan, artinya tidak normal seperti biasanya yang sudah dipersiapkan, tentu butuh dana segar untuk menjawabnya, karena antrian panjang ini sesungguhnya berkaitan dengan taqdir. 

Jika diberi umur panjang maka akan bisa berangkat haji sesuai jadwal yang dipersiapkan, nah logikanya masyarakat harus bisa berangkat sewaktu-waktu saat kuota ada. hal itu bisa dijawab kalau dana haji yang dikelola tadi mempertimbangkan marketabilitas, mudah dicairkan saat butuh dana sewaktu-waktu, karena risiko bisnis diantaranya adalah waktu yang cukup panjang. 

Terkait hal ini maka diperlukan pengelolaan dan haji yang bersifat jangka pendek yang bisa digunakan sewaktu-waktu, yang bersifat reserve (surat berharga yang mudah diperjualbelikan) dan sebagian lagi untuk invesasi yang bersifat aman dan menguntungkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun