Mohon tunggu...
Binti Nur Asiyah
Binti Nur Asiyah Mohon Tunggu... pegawai negeri -

dosen di IAIN Tulungagung

Selanjutnya

Tutup

Money

Mobnas vs Proton, Harapankah Bagi Masyarakat?

16 Februari 2015   18:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:06 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu hangat yang menghiasi latar media massa, mulai dari Televisi, koran, internet, tak lain adalah kehadiran Presiden dalam penandatangan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding - MoU) antara PT. Adiperkasa Cipta Lestari dengan Proton Holdings Bhd, dengan identitas perusahaan Malaysia. Ketika pemerintah memberikan klarifikasi bahwa itu adalah murni kerjasama antar dua perusahaan (Jawa pos,11/02/2015), mungkinkah hangatnya sedemikian hebat? Munculnya simbul institusi negara menurut hemat penulis karena terbawa kehadiran figur pemerintah dalam kegiatan tersebut. Hal ini akan berbeda makna kiranya ketika Joko Widodo belum sebagai presiden, melainkan murni sebagai seorang pebisnis. Mengingat bisnis tidak kenal institusi kawan-lawan, yang diharapkan adalah profitabilitas untuk masing-masing perusahaan.

Harapan lain dari kehadiran presiden dalam kerjasama semacam itu adalah bagaimana menyiapkan peta jalan (rood map) untuk pahlawan devisa di sana (Jawa Pos, 11/02/2015) guna melindungi tenaga kerja kita di Indonesia. Sehingga kejadian yang terjadi di Jember, adanya calon TKI ilegal asal NTT kabur dari rumah singgahnya (Jawa Pos, 11/02/2015). Dan ternyata calon TKI tersebut ada yang di bawah umur, dipalsukan identitasnya oleh para calo untuk mendapatkan keuntungan yang sepihak. Kasus semacam perlunya kiranya mendapatkan upaya perlindungan sehingga tidak terulang, karena adanya calo yang berani bermain kotor, dipastikan ada jaringan yang bermain dalam hal pengiriman Tenaga Kerja Indonesia yang luput dari pengawasan pemerintah. Dalam hal ini ketika TKI tidak memiliki keberanian untuk kabur, maka TKI yang menjadi korban.

Dua permasalahan yang menyangkut perekonomian ini memang kerap menjadi masalah yang tidak berujung. Harapan masyarakat dari hubungan bilateral dua negara adalah saling menghargai, tidak saling dirugikan. Namun seringkali Indonesia hanya menjadi objek bagi negara lain, terutama terhadap bangsa Malaysia. Dalam kasus Proton, mengapa Indonesia tidak menggandeng Perguruan Tinggi yang memiliki kapasitas untuk mengembangkan mobil Nasional? Tidak ayal kita masih ingat beberapa waktu lalu, ketika mobil Esemka, karya putra bangsa SMK di Solo diperkenalkan untuk dijadikan mobil nasional, hanyalah tinggal kenangan. Harapan bisa menjadi paten karya sendiri hanya tinggal impian. Entah kapan sampai tujuannya.

Jika dalam penyediaan mobil nasional bisa menggandeng Perguruan Tinggi, maka akan meningkatkan citra Negara sekaligus memantapkan kualitas Perguruan Tinggi kita. Indonesia memiliki Perguruan semisal Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Gajah Madja, Institut Teknologi Malang (ITN), Institut Teknologi Bandung (ITB) dll. Perguruan Tinggi memiliki tantangan untuk berkarya yang bisa langsung diaplikasikan. Tidak sekadar menjadi objek penelitian negara lain, sehingga mereka yang mendapat keuntungan dari hasil penelitian yang dilakukan, karena mereka memiliki berbagai strategi untuk menyiapkan apa yang dibutuhkan oleh warga Indonesia. Negara kita tidak hanya objek investasi dan pemasaran output otomobil yang telah dibuatnya dengan sedikit mendapat iming-iming penyerapan tenaga kerja. Lebih dari hal tersebut karya paten kita tertinggal dengan karya negara lain. Generasi bangsa dicetak untuk lebih mencintai produk luar ketimbang cinta produk dalam negeri. Setidaknya ini menjadi tantangan bagi segenap anak bangsa untuk senantiasa bisa menempatkan kewenangan yang bijak. Sebagai anak bangsa yang mencintai karya dan siap berkarya.Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun