Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyusuri Jejak Masjid Tua Wapauwe di Maluku Tengah

16 Desember 2024   18:52 Diperbarui: 16 Desember 2024   19:49 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana mimbar Masjid Wapauwe dengan warna kuning-hijau (dok foto :Asita)

Ketika saya traveling ke Kota Ambon, Maluku bulan November lalu, beberapa teman meremkomendasikan berkunjung ke Masjid Tua Wapauwe. Masjid tua ini bersejarah dan juga merupakan masjid tertua di Maluku. Masjid ini dibangun pada tahun 1414 M. Masjid Tua Wapauwe saat ini masih berdiri dan menjadi bukti sejarah penyebaran Islam di Maluku pada masa lampau.

Mulanya masjid ini bernama Masjid Wawane karena dibangun di Lereng gunung Wawane oleh Perdana Jamilu, seorang keturunan Kesultanan Jailolo dari Moloku Kie Raha (Maluku Utara). Kedatangan Perdana Jamilu ke Tanah Hitu sekitar tahun 1400 M, yakni untuk menyebarkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala, dan Nukuhaly, yang sebelumnya sudah dibawa oleh mubaligh dari negeri Arab.

Ketika saya datang sekitar pukul 15.00 WIT masjid dalam keadaan sepi karena belum waktunya sholat jamaah ashar. Saya disambut penjaga masjid dan diperbolehkan melakukan sholat dhuhur di area bagian wanita di dalam masjid. Suasana masjid sangat bersih terawat meski bangunan kuno dan berusia ratusan tahun. Masuk di dalam masjid terasa banget suasana sakralnya.

Suasana mimbar Masjid Wapauwe dengan warna kuning-hijau (dok foto :Asita)
Suasana mimbar Masjid Wapauwe dengan warna kuning-hijau (dok foto :Asita)

Tampak dari luar bangunan setengah tembok berwarna putih bersih dengan warna coklat tua dari bahan pelepah pohon sagu. Bagian atap dari rumbia dengan puncak menara masjid dari kayu pelepah pohon sagu juga. Ada jendela terbuka dengan gorden berwarna putih untuk pemanis.

Di bagian paling depan  dalam masjid ada mimbar untuk imam Masjid Wapauwe yang terbuat dari kayu berwarna cat kuning dan hijau. Antara area sholat laki-laki dan wanita dipisahkan oleh gorden berwarna putih.

Masjid dibangun dengan kayu dengan luas 10 x 10 meter. Salah satu ciri khas bangunannya adalah masjid menggunakan  pelepah sagu serta rumbai sebagai atapnya. Di bagian dalam, ada empat pilar yang merupakan pilar asli sejak masjid dibangun.

Dindingnya terbuat dari papan dan batang daun sagu yang ditopang dengan 12 buah tiang. Keunikan lainnya terdapat pada struktur bangunan yang terlihat miring dari samping. Kemiringan tersebut terlihat pada bagian kubah yang tidak simetris dengan bentuk masjid.

Bangunan masjid dibuat dari kayu tanpa menggunakan paku. Kondisi ini membuat bangunan masjid mudah dilepas pasang. Di dalam masjid tersimpan musyaf Al Quran yang selesai ditulis pada tahun 1550. Al quran tersebut ditulis oleh Imam Muhammad Arikulapessy menggunakan tinta dari campuran getah pohon dan pena urat enau. Konon musyaf Al Quran ini termasuk tertua di Indonesia.

Hal lainnya yang bernilai sejarah dari masjid tersebut yakni tersimpan dengan baiknya Mushaf Alquran yang konon termasuk tertua di Indonesia. Yang tertua adalah Mushaf Imam Muhammad Arikulapessy yang selesai ditulis (tangan) pada tahun 1550 dan tanpa iluminasi (hiasan pinggir). Sedangkan Mushaf lainnya adalah Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada tahun 1590, dan juga tanpa iluminasi serta ditulis tangan pada kertas produk Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun