Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pertunjukan Kolosal Ribuan Penari Gandrung Sewu di Banyuwangi Sangat Memukau

2 November 2022   09:38 Diperbarui: 2 November 2022   14:29 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertunjukan kolosal gandrung sewu (dok Agus IjenCoolTour)

Sangat merinding melihatnya, ketika ribuan wanita penari gandrung keluar menuju panggung terbuka di lautan pasir di Pantai Boom. Gerakan para penari memberi kesan yang dinamik, eksotik, dan cantik.

Suara musik pengiring tari  gandrung Banyuwangi terdiri dari gong, kluncing, biola, kendhang, dan  kethuk secara live suaranya sangat menggelegar  membuat irama penari gandrung semakin semangat menari di hari panas yang terik. Ditambah suara penyanyi  sinden yang melengking dan menggema berat seolah memberi muatan mistis.

Pagelaran tari kolosal Gandrung Sewu telah digelar di Kota Banyuwangi, Jatim  Sabtu, 29 Oktober kemarin. Seribu lebih penari gandrung menari bersama di Pantai Boom setelah dua tahun dihentikan acaranya karena pandemi.

Acara tersebut bisa menjadi momentum untuk membangkitkan kembali pariwisata Banyuwangi setelah pandemi berjalan dua tahun.Acara pagelaran Gandrung Sewu sangat ditunggu oleh masyarakat dan wisatawan Banyuwangi. Sejak pagi ribuan masyarakat memadati Pantai Boom untuk menunggu acara dimulai.

Tata panggung yang bagus (dok Agus IjenCoolTour)
Tata panggung yang bagus (dok Agus IjenCoolTour)

Semua penari  ribuan orang memakai kostum baju yang sama persis yaitu  dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka.

Di bagian kepala  dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut dengan omprog, yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung.

Di bagian mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.

Dari kejauhan kelihatan sebagai gadis kembar yang menari bersama para penarinya. Sehingga sulit dikenali siapa-siapa wajah penari satu-satu.  Ini akibat efek make up di  wajah penari yang dirias sama temanya di zaman sekarang yaitu tema hollywood glowing.

Menurut Bapak M_Bramuda, Kepala Dinas  Pariwisata Banyuwangi, di depan wartawan mengatakan  tema Gandrung Sewu kali ini mengusung tema Sumunare Tlatah Blambangan yang bermakna Kilau Bumi Blambangan. Tema ini diambil sebagai spirit Banyuwangi bangkit seusai menghadapi pandemi.Inspirasi tersebut berangkat dari kisah Banyuwangi semasa masih menjadi kawasan Kerajaan Blambangan. Kala itu, kerajaan dilanda wabah. Bahkan, sang putri raja bernama Dewi Sekardadu, terjangkit. Tak seorangpun mampu menyembuhkan.

Hingga nanti datang seorang ulama bernama Syekh Maulana Ishak ke Blambangan.Kedatangan Syekh Maulana Ishak yang berhasil menyembuhkan wabah di Blambangan inilah yang menjadi fragmen utama dalam Gandrung Sewu kali ini.

Ribuan penari gandrung menari kolosal (dok Agus IjenCollTour)
Ribuan penari gandrung menari kolosal (dok Agus IjenCollTour)

Istilah gandrung memang melekat dengan budaya Blambangan, Osing atau Blambangan.  Kekuatan budaya ini menjadi potensi wisata dan menarik wisatawan pergi ke Banyuwangi.  Tarian gandrung sudah banyak dikenal.  Gandrung, dalam bahasa Jawa bermakna senang, menyukai atau mencintai

Peserta terdiri dari  pelajar dari tingkat SD dan SMP sebanyak  1.248 orang peserta telah berlatih berbulan-bulan menari bersama untuk mensukseskan acara Gandrung Sewu. Festival tahunan telah masuk kalender wisata Kemenpar ini  telah berjalan selama 10 tahun. Mengikuti event sebesar Gandrung Sewu memang memberikan kebanggaan sendiri bagi pesertanya.

Bagi Kompasioner yang belum pernah melihat langsung pertunjukan kolosal Gandrung Sewu bisa melihat youtube dari dokumentasi teman saya Mas Agus Ijen Cool Tour sebagai berikut:


Menonton tari kolosal memang kesempatan langka.Karena biasanya pertunjukan gandrung di acara perkawinan atau seremonial hanya dihadiri empat orang penari. Jadi nama Gandrung Sewu, diambil dari jumlah penarinya yang mencapai jumlah seribu.

Paduan gerak tari dan musik gandrung memang sungguh memukau. Anak-anak pelajar SMP dan SMS  ini agaknya telah rutin berlatih selama bertahun-tahun untuk menari mandiri.Sedangkan untuk acara kolosal Gandrung Sewu mereka telah berlatih berbulan-bulan.

Gerak tari dan musik Gandrung nampak seperti perpaduan seni Bali dan Jawa. Hentakan-hentakan nada gandrung mirim kecak Bali, termasuk suara para sindennya.

Pengambilan lokasi Festival  Gandrung Sewu di pantai Boom ini memang tepat di tepi pantai. Latar belakang Selat Bali dengan langit berwarna cerah  biru memberikan lansekap alam yang indah. Bertolak belakang dengan warna-warni kostum baju penari  dipenuhi warna kuning, putih dan merah mengundang warna kontras dilihat dari kejauhan. Di lokasi festival sudah disiapkan area terbuka atau lapangan seluas sekitar satu hektar.

 Puncak keindahan gerakan penari ketika menari dengan mempertunjukkan gerakan tari kipas. Kipas para penari yang serempak digerakkan seolah membentuk formasi gelombang laut, bunga, dan bentuk lain yang indah.

Durasi Gandrung Sewu kurang lebih 1.5 jam. Alur ceritanya hampir tidak ada jeda,  suara musik gamelan menghentak sementara suara sinden terus melengking menerapkan tempo sesuai cerita.

Suasana haru seorang ibu yang memeluk anaknya ketika selesai menari (dok instagram  bapak m-bramuda)
Suasana haru seorang ibu yang memeluk anaknya ketika selesai menari (dok instagram  bapak m-bramuda)

Dinamika gerak dan tari saling berganti, dengan sedikit penari keluar masuk lapangan. Barisan penari begitu rapat sehingga saat bergerak seperti massa yang bergerak atau mengalir, namun indah dipandang.

Ketika pertunjukan acara Festival Gandrung Sewu selesai, ratusan pengunjung yang terdiri dari keluarga penari berlarian menyerbu penari untuk memberi support sambil memeluk anaknya. 

Banyak penari gandrung yang menangis haru di pelukan ibunya atau saudaranya karena anaknya sukses menari kolosal  gandrung sewu dan terharu berhasil lolos pentas seleksi bisa menari di acara Festival Gandrung Sewu puncak pementasan gandrung yang diliput  media nasional. Adegan ini membuat haru penonton yang melihatnya.

Sedangkan penonton umum juga berlarian ke arah pentas untuk mengambil foto-foto selfie bersama penari gandrung pujaannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun