Ketika memutuskan pensiun dini di usia 50 tahun, dari pekerjaan staf HRD di harian Kompas-Gramedia saya memutuskan untuk alih profesi menjadi penulis buku, dan traveling ke seluruh dunia. Saya sengaja mengalokasikan 10 persen dari pesangon saya untuk dana jalan-jalan.
Tapi tentu dengan perhitungan yang matang saya sewaktu mengambil keputusan pensiun dini waktu itu anak saya dua orang sudah lulus kuliah dan anak saya yang ketiga sudah saya sisihkan tabungan untuk kuliah.Berungtung anak bungsu saya masuk Universitas Indonesia sehingga tidak perlu banyak biaya kuliahnya.
Kemudian saya membagi dana pesangon pensiun saya sebesar 50 persen untuk property, 20 persen untuk logam mulia dan 20 persen mata uang asing. Ternyata setelah berjalan 10 tahun ini saya setelah pensiun.Â
Yang melonjak naik banyak nilai investasinya adalah investasi logam mulia hampir 100 persen, property 50 persen, dan mata uang asing hanya 20 persen.
Dari pengalaman saya mengelola pesangon pensiun yang paling penting adalah memiliki dana darurat untuk Kesehatan.Meski saya telah memiliki kartu Askes karena suami adalah pegawai negeri tetapi perlu juga memiliki kartu asuransi Kesehatan.
Selain itu untuk hidup sehari-hari haruslah memiliki penghasilan rutin bulanan.Karena saya pegawai swasta yang memiliki dana rutin pensiun bulanan dan suami juga pensiunan PNS yang pasti ada pensiun untuk hari tua sehingga untuk kehidupan sehari-hari saya rasa sudah cukup hanya untuk keperluan makan, kesehatan, bayar rekening rutin rumah tangga seperti listrik, pulsa telepon dan langganan internet serta bersedekah jangan dilupakan.
Banyak orang dan teman yang heran saya kok  masih bisa traveling di hari tua . Ketika sudah pensiun dan tidak mendapat gaji lagi.Hal ini karena saya punya penghasilan pasif income dari kontrakan rumah setiap tahunnya saya alokasikan untuk dana darurat dan traveling.
Ternyata saya bisa menikmati pensiun dengan menulis dua buku traveling yang berjudul "Menyambut Pagi di Bromo, melepas penat di raja Ampat" dan buku berjudul "Saya Jatuh Cinta di Flores,". Meski kedua buku tersebut tidak pernah mencapai best seller, setidaknya ada kebahagiaan tersendiri kepada saya melihat buku saya dipajang di Toko Buku Gramedia.
Selain itu tulisan saya sewaktu menjadi kontriburtor kompas.com yang berjudul https://travel.kompas.com/read/2011/08/12/06090365/~Travel~Travel%20Tips berhasil mendapat juara pertama Anugerah Pewarta Wisata Indonesia dari Kementerian Pariwisata pada tahun 2011. Tentu hadiah ini membuat saya semangat untuk pensiun dini dan menjadi penulis buku wisata.
Ternyata rejeki lain juga ada, selama pensiun saya sering diundang untuk mengajar menulis di blog dari beberapa lembaga dan departemen yang tentunya memberi rejeki atau honor yang lumayan.
Juga saya sering ikut lomba-lomba penulisan di blog sehingga ada beberapa yang berhasil menjadi juara dan mendapatkan hadiah uang atau hadiah gratis jalan-jalan dari beberapa sponsor. Saya sering menulis di Kompasiana di rubrik wisata sehingga banyak undangan endrose wisata.
Juga profesi saya yang baru setelah pensiun yaitu sebagai penulis traveling membawa saya naik kapal pesiar gratis tiga malam ke Penang dan ada beberapa endorse gratis dari hotel dan tujuan wisata.Hal seperti ini tidak terlintas di pikiran sebelumnya.
Untuk mengambil pensiun dini memang perlu kecermatan dalam mengatur ekonomi. Yang paling penting, pertama kita percaya diri untuk makan sehari-hari pasti sudah ada selama masa pensiun. Kedua: biaya Pendidikan anak-anak sampai selesai kuliah sudah ada. Ketiga: punya tabungan dana darurat.
Saya kira tiga point diatas bisa mencukupi, untuk ambil pensiun dini sudah bisa diambil. Jangan takut menikmati pensiun di kala muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H