Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indro Warkop Sangat Kehilangan Sahabatnya Meninggal

12 Juli 2019   16:11 Diperbarui: 13 Juli 2019   04:56 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indro warkop melayat (dok asita)

Indro Warkop kelihatan wajahnya sedih dan matanya berkaca-kaca ketika menyaksikan wajah sahabat dan orang yang dihormatinya almarhum Rudy Badil.

Lama sekali Indro berdiri di tepi peti jenazah sambil menatap wajah Badil seorang wartawan Kompas dan sekaligus pendiri grup lawak Warkop Prambors, di rumah duka RS Dharmais Jakarta Barat Kamis (11/7) sore sekitar pukul 16.00.

Sesekali tangan Indro mengusap air matanya. Indro merasa sangat kehilangan karena dari Grup Warkop tinggal dia sendiri yang masih hidup.Indro terakhir bertemu Badil dalam keadaan sehat sebulan lalu pada acara halal bihalal di Cisalak.

Setelah jatuh di rumah Badil hanya sempat dirawat dua hari di RS Hermina Depok dan meninggal kemarin Kamis pukul 07.24 wib. Berita kematiannya cepat menyebar di grup wa karyawan Kompas dan status facebook wartawan Kompas yang mengenalnya semua merasa kehilangan sosok yang humoris dan jago menulis feature ini.

Di mata Indro, Badil adalah sosok yang paling kreatif di masanya."Babe sangat kreatif dengan ide di masanya. Saya sangat kehilangan karena sudah saya anggap sebagai orang tua. Saya panggilnya babe,"  ujar Indro di ruang duka kepada penulis. Selama dirawat, Indro setiap hari datang ke rumah sakit memantau perkembangan sahabatnya yang tidak sadar sampai meninggalnya.

Awalnya Warkop Prambors mula-mula grup humor radio, lantaran lawakannya muncul di Radio Prambors di Jalan  Borobudur Pegangsaan. Setelah Warkop mulai bermain di panggung-panggung, Badil menarik diri.

Hampir semua anggota Warkop, Nanu, Dono, Kasino, sudah meninggal dahulu, kecuali tinggal satu Indro yang sore itu mengenakan kaos warna hitam.

Saya sendiri yang mengenal secara pribadi merasa Badil adalah seseorang yang ramah, humoris dan perhatian. "Hai ta apa kabar, kamu sehat," kalimat itu yang sering disampaikan ketika bertemu.

Paling mengesankan ketika sekitar tahun 1986, dia tiba-tiba datang muncul ke rumah saya di Jember. Ketika itu Badil sedang ada liputan petani tebu TRI dan kami ngobrol lama tentang suasana Kota Jember.

Badil karena seorang antropologi dia bisa  menaksir tahun pembuatan koleksi porselin kuno di rumah ibuku  diperkirakan dibuat pada zaman kaisar Cina 200 tahun yang lalu. "Itu barang berharga, " katanya sambil wajahnya terus menatap piring cantik bergambar burung.

 Menurut Irwan Julianto di status FB nya mengakui  rekan sejawatnya sesama wartawan Kompas, Badil adalah sosok yang paling kaya warna dan ragam hidupnya, itulah Rudy Badil. Antropolog, penjelajah alam dan pendaki gunung anggota Mapala UI, kolektor dan kurator barang-barang etnik seperti Asmat dll, wartawan dan penulis yang amat kreatif, periang sekaligus bisa amat judes, pendiri Warkop Prambors bersama Dono, Kasino dan Indro. 

Badil seorang suami dari Xenia Moeis wartawan Intisari dan ayah seorang putra tunggal  bernama Banu yang bulan Agustus depan direncanakan akan menikah.

Nama aslinya adalah Rudy David. Asli kelahiran Jakarta, nomor tiga dari lima bersaudara. Besar di daerah Tanah Abang. Ketika ia SMA ada seorang menyebut Rudy bengal kayak badil aja, lalu ia pun suka dengan kata "Badil" itu. Dan ia lalu menambahkan namanya jadi Rudy Badil!

Rudy Badil (dok pribadi)
Rudy Badil (dok pribadi)
Badil adalah yunior Soe Hok Gie di Mapala UI yang tewas di dekat puncak Gunung Semeru Desember 1969. Tahun 1975 Badil ikut menaburkan abu jenazah Gie di puncak Mandalawangi, Gunung Gede-Pangrango karena makamnya di Tanah Abang digusur. 

Saya baru mengetahui Badil punya rasa takut ketika membaca testimoni Albert Kuhon sahabatnya sesama wartawan Kompas, kalau ternyata Badil takut naik mobil ngebut. Sampai pernah dia minta berhenti ketika Kuhon membawa mobil melebihi kecepatan 80 km/jam.

Hampir semua kalangan hadir di rumah duka mulai budayawan, artis, wartawan, dan tentunya rekannya dari Mapala UI. Sebagai pendaki gunung senior untuk menghormatinya sengaja bendera Mapala UI dipasang di belakang peti jenazahnya.

Saya bersama rekan Kompas (dok pribadi)
Saya bersama rekan Kompas (dok pribadi)

Ketika saya berdoa di samping jenazahnya, wajah Mas Badil begitu saya memanggilnya kelihatan bersih dan tenang.

Ketika saya datang tampak CEO Grup Kompas Gramedia, Pak Liliek Oetama juga hadir bersama seluruh senior wartawan Kompas.

Jenazah akan dimakamkan besok hari Sabtu, 13 Juli 2019 di TPU Tanah Kusir, Jakarta pukul 10.00 wib.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun