Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cafe Toko Kopi Djawa, Menggabungkan Buku dan Kopi

30 Juni 2019   07:16 Diperbarui: 30 Juni 2019   07:34 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilihan kue pendamping kopi (dok pribadi)

Sekarang ini cafe yang menjajikan minuman kopi telah menjadi trend. Salah satu kedai kopi yang menyajikan keunikannya adalah cafe Toko Kopi Djawa, sebuah cafe kopi yang dulunya adalah sebuah toko buku.

Ketika pergi ke Bandung saya sudah lama ingin mampir ke cafe ini karena tempatnya instagramable dan sering diendorse selegram kuliner. 

Yang membuat menarik karena dulunya toko buku, maka tumpukan buku yang dahulu ada di toko ini, tidak lantas di hilangkan begitu saja. Malah sengaja ada beberapa buku yang digeletakkan di meja untuk dibaca gratis sambil minum kopi.


Tumpukan  buku tersebut akhirnya menjadi sebuah ciri khas dari kedai kopi yang satu ini. Di setiap mejanya ada beberapa buku yang bisa dibaca oleh pengunjung, mulai dari novel hingga buku sejarah.

Yang paling disukai tamu disini adalah Kopi Toko Djawa adalah kopi susu  dingin yang dicampur dengan gula jawa, sedangkan kopi awan adalah kopi susu dingin yang dicampur dengan creamy foam.

Kopi susu dengan kemasan khasnya (dok pribadi)
Kopi susu dengan kemasan khasnya (dok pribadi)

Kedai kopi yang berlokasi di Jalan Braga ini tidak merubah bentuk eksteriornya yang tetap bergaya art deco. Jendela kaca bening lebar besatu dengan trotoar seperti etalase membuat orang yang lewat bisa melihat langsung aktivitas pengunjung tamu cafe tersebut. 

Awal  perubahan Toko Buku Djawa tahun 2017 menjadi cafe setelah
toko tersebut dulunya menjual buku sejak 1955. Setelah direnovasi menjadi tempat nongkrong minum kopi dan mulai ramai didatangi pengunjung terutama kaum milineal yang suka selfie dan mengunggah fotonya di instagram.
Instagram toko ini juga diikuti ribuan followers.Kalau kita membuka hastag #cafetokokopidjawa juga akan keluar ratusan foto di instagram.

Tamu minum kopi dan berselfie (dok pribadi)
Tamu minum kopi dan berselfie (dok pribadi)

Bentuk bangunan, ruangan yang tak seberapa besar, membuat pengaturan tempat duduk dan meja tidak bisa banyak. Ruangan tersita untuk meja barista mengerjakan pesanan kopi dari tamu yang datang.

Kini, dengan trend para mileneal untuk kumpul bareng gengnya dan ngopi-ngopi di luar, Kopi Toko Djawa menjadi tujuan utama penyuka kopi dan dapat mempertahankan bangunan tua dan ikon Kota Bandung. Kopi Toko Djawa buka setiap hari mulai pukul 10.00-22.00 WIB dan dapat dipesan melalui aplikasi jasa online.Banyak sopir ojek online yang ikut mengantri membeli pesanan.

Pilihan kue pendamping kopi (dok pribadi)
Pilihan kue pendamping kopi (dok pribadi)
Menu yang disediakan, seperti es kopi susu Toko Djawa untuk pilihan kopi biasa dan espresso atau cappucino untuk kopi mewah. Sumber biji kopi diambil dari tiga wilayah di Priangan yaitu Garut, Bandung utara, dan Tangkubanparahu.

Sementara itu, untuk sajian kopi mewah menggunakan biji kopi dari Gunung Manglayang. Kopi yang meski di-roasting di tempat lain itu, rasanya lembut dan enak. Biji kopi yang matang diolah langsung di mesin pembuat kopi di hadapan pemesan.

Kemudian cara penyajian kopi yang menggunakan gelas kertas dan gelas plastik bersedotan. Ada pilihan kue ditaruh di lemari kaca pendamping kopi, ada donat, kue croissant, cake dan brownies, menjadi teman camilan untuk kopi. Harga kue mulai Rp 10.000 sampai Rp 20.000.

Sedangkan harga kopi cukup terjangkau, berkisar Rp 20.000-Rp 30.000 masih bisa dijangkau anak muda.

Ketika saya datang sekitar pukul 17.00 di kala week end, semua kursi tampak penuh dan cukup antri untuk mendapatkan segelas kopi susu yang menjadi andalannya. 

Sistem pelayanan self service, setelah membayar pesanan di kasir tamu akan mendapat mesin timer yang akan berbunyi bila pesanan siap dan kopi bisa diambil di meja barista.Setelah selesai minum kopi, tamu juga harus membuang gelas plastik bekas kopinya di tempat sampah sendiri.

Segelas es kopi susu saya terima dalam keadaan belum diaduk di gelas plastik dengan kemasan khusus. Cairan gula jawa berwarna coklat mengendap di dasar gelas. Setelah diaduk warna kopi susu sedikit berubah dan rasa kopi susunya terasa ringan dan ukuran gulanya cukup pas tidak terlalu manis untuk lidah saya.

Karena kursi sudah penuh, saya duduk sambil minum kopi di kursi panjang di bibir jendela yang berkaca lebar sambil melihat aktivitas pengunjung di dalam cafe karena duduknya membelakangi jendela.

Saya bisa menyaksikan kesibukan Barista beraktivitas menggiling biji kopi dan melayani tamu. Pengunjung sore itu banyak yang berpasangan dan minum kopi sambil berselfie ria juga.

Melihat suasana ruangan, pengelola sengaja memutuskan untuk mempertahankan suasana kolonial di dalam interior dan nama Toko Djawa karena nama tersebut sudah legendaris di Kota Bandung. Sejak masa Konferensi Asia-Afrika, hingga masa keemasan toko buku itu sebelumnya sangat legendaris.

Bersyukurlah pengelola cafe masih mempertahankan konsep bangunan tua di seputaran Jalan Braga yang mulai banyak direstorasi bangunan tua di sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun