Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cafe Toko Kopi Djawa, Menggabungkan Buku dan Kopi

30 Juni 2019   07:16 Diperbarui: 30 Juni 2019   07:34 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tamu minum kopi dan berselfie (dok pribadi)

Sementara itu, untuk sajian kopi mewah menggunakan biji kopi dari Gunung Manglayang. Kopi yang meski di-roasting di tempat lain itu, rasanya lembut dan enak. Biji kopi yang matang diolah langsung di mesin pembuat kopi di hadapan pemesan.

Kemudian cara penyajian kopi yang menggunakan gelas kertas dan gelas plastik bersedotan. Ada pilihan kue ditaruh di lemari kaca pendamping kopi, ada donat, kue croissant, cake dan brownies, menjadi teman camilan untuk kopi. Harga kue mulai Rp 10.000 sampai Rp 20.000.

Sedangkan harga kopi cukup terjangkau, berkisar Rp 20.000-Rp 30.000 masih bisa dijangkau anak muda.

Ketika saya datang sekitar pukul 17.00 di kala week end, semua kursi tampak penuh dan cukup antri untuk mendapatkan segelas kopi susu yang menjadi andalannya. 

Sistem pelayanan self service, setelah membayar pesanan di kasir tamu akan mendapat mesin timer yang akan berbunyi bila pesanan siap dan kopi bisa diambil di meja barista.Setelah selesai minum kopi, tamu juga harus membuang gelas plastik bekas kopinya di tempat sampah sendiri.

Segelas es kopi susu saya terima dalam keadaan belum diaduk di gelas plastik dengan kemasan khusus. Cairan gula jawa berwarna coklat mengendap di dasar gelas. Setelah diaduk warna kopi susu sedikit berubah dan rasa kopi susunya terasa ringan dan ukuran gulanya cukup pas tidak terlalu manis untuk lidah saya.

Karena kursi sudah penuh, saya duduk sambil minum kopi di kursi panjang di bibir jendela yang berkaca lebar sambil melihat aktivitas pengunjung di dalam cafe karena duduknya membelakangi jendela.

Saya bisa menyaksikan kesibukan Barista beraktivitas menggiling biji kopi dan melayani tamu. Pengunjung sore itu banyak yang berpasangan dan minum kopi sambil berselfie ria juga.

Melihat suasana ruangan, pengelola sengaja memutuskan untuk mempertahankan suasana kolonial di dalam interior dan nama Toko Djawa karena nama tersebut sudah legendaris di Kota Bandung. Sejak masa Konferensi Asia-Afrika, hingga masa keemasan toko buku itu sebelumnya sangat legendaris.

Bersyukurlah pengelola cafe masih mempertahankan konsep bangunan tua di seputaran Jalan Braga yang mulai banyak direstorasi bangunan tua di sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun