Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Berkunjung ke Desa Wanita Berleher Panjang di Chiang Mai

26 Januari 2019   14:40 Diperbarui: 27 Januari 2019   22:34 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama wanita suku karen (dok asita)

Tak terbayangkan, akhirnya saya bisa datang bertemu dengan wanita Suku Karen berleher panjang. Dulu saya hanya tahu dari gambar-gambar di majalah dan pelajaran Antropologi di sekolah. Saya datang ke tempat ini bersama dengan kelompok tour sehari dari Chiang Mai. 

Saat memilih paket tour saya memastikan bahwa tour akan mengunjungi desa ini, karena desa ini menjadi salah salah satu tempat yang wajib untuk saya kunjungi. Dengan biaya 1000 bath atau Rp 350 ribu per orang, para wisatawan dibawa naik mobil sekitar satu jam perjalanan dari Chiang Mai ke Desa Long Neck tepatnya Kampung Wisata Baan Tong Luang di Thailand. Harga paket termasuk makan siang dan tujuan wisata pertunjukan gajah.

Sebetulnya desa wisata ini biasa saja, tapi kelebihannya karena dihuni oleh wanita berleher panjang sehingga menjadi tujuan wisata sudah sangat komersial. Karena wanita berleher panjang ini hanya menempati desa wisata yang dikelola untuk kunjungan turis ini sangat menggantungkan kehidupannya dari para wisatawan. Tapi suasana desa dan orang-orangnya sangat sederhana, baik dan ramah. Mereka tidak memaksa kami untuk membeli. Penuh senyum dan tidak pernah keberatan untuk diajak berfoto, tidak minta imbalan. Saya sangat terkesan dengan keramahan dan kesederhanaan para penduduknya. Wanita berleher panjang tidak ada yang menempati di pegunungan atau desa terpencil karena tinggal sedikit jumlahnya.

Sebelumnya saya sudah penasaran dari cerita tour guide kami yang mengatakan bahwa ada desa khusus yang penduduk wanitanya semua memiliki leher panjang karena dari kecil mereka diberikan gelang panjang sejenis kuningan di leher mereka.

Macam suvenir yg dijual (dok asita)
Macam suvenir yg dijual (dok asita)
Tiba di Desa Long Neck merupakan perkampungan kecil yang kering dan panas, di mana kita akan memasuki pasar kecil yang menawarkan berbagai macam suvenir buatan tangan untuk dijual pada wisatawan.

Dari tempat parkir mobil kita perlu berjalan di jalan setapak melalui jembatan kecil dan harus berjalan sedikit lagi menuju tempat seperti lapangan yang dikelilingnya terdapat lapak-lapak tempat penjualan suvenir buatan tangan mulai dari patung suku karen, kalung, gelang, dan kain tenun. Wanita Karen membuat tenun untuk selimut, jaket, kaos kaki dan sarung. Ketika turis datang ada beberapa wanita Karen mendemontrasikan cara menenun kain khas mereka yang bahan kainnya sedkit tebal. Cara menenunnya hampir sama dengan tenun di Pulau Lombok.

Sebenarnya wanita yang berleher panjang tidak banyak. Tidak semua desa di Long Neck adalah wanita berleher panjang. Sekitar sepuluh orang siang itu yang saya temui langsung. Ada anak-anak yang juga belajar memakai besi panjang di lehernya agar ketika remaja lehernya menjadi panjang. Bagi wanita Suku Karen, kecantikan dilihat dari panjangnya leher mereka.

Anak -anak sudah memakai gelang kalung panjang di lehernya (dok asita)
Anak -anak sudah memakai gelang kalung panjang di lehernya (dok asita)
Selain ramah dan bersedia diajak foto tanpa imbalan. Mereka juga tidak memaksa turis untuk membeli barang suvenir mereka. Penghasilan Suku Karen memang hanya menjual suvenir. Jadi turis pasti tidak tega juga kalau tidak membeli meskipun mereka tidak memaksa membeli barangnya.

Turis-turis yang berkunjung bisa berfoto dengan mereka. Umumnya mereka sangat familiar dengan turis. Wanita yang berumur sedikit cuek menyambut turis, tetapi gadis remaja menyapa dengan senyuman yang manis,banyak anak-anak dengan bersahabat mengandeng tangan turis saat di foto. Wanita Suku Karen sudah memakai gelang leher dari bahan besi tembaga panjang sejak anak-anak.

Remaja suku karen yang cantik (dok asita)
Remaja suku karen yang cantik (dok asita)
Tempat tinggal mereka ada di sekitar lokasi lapak, tapi tidak dibuka untuk kunjungan. Seorang anak suku Karen bisa menawarkan barang suvenir yang di jual, ternyata harganya lebih murah dibanding harga gelang yg sama di pasar malam Chiang Mai. Saya membeli kalung untuk koleksi. Pemandangan pedesaan dan pengunungan dengan suku minoritas membuat kunjungan ini sangat berkesan.

Wanita Suu Karen sedang menenun (dok asita)
Wanita Suu Karen sedang menenun (dok asita)
Memakai gelang tembaga panjang untuk menjenjangkan leher hanya digunakan sesekali ketika turis datang bagi wanita yang lehernya sudah panjang. Waktu memakainya di siang hari saja ketika turis datang dan memakai kostum khas Thailand. 

Ketika saya berkunjung ada wanita yang tidak memakai leher panjang dan buru-buru memakainya ketika kami datang. Gelang yang dipakai berwarna emas kekuningan dari bahan tembaga cmpuran besi yang menyerupai kalung leher anjing yang tebal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun