Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

pecinta traveling dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menikmati Wisata Petualangan yang Seksi di Banyuwangi

16 Desember 2018   19:31 Diperbarui: 16 Desember 2018   20:26 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Pulau Merah (dok asita)

Melihat api biru di Gunung Ijen, berselancar di tempat terpencil di Pantai Teluk Hijau, mengelilingi sudut mistis di sebuah sudut Desa Kemiren.Berjalan di sabana bersama  kerbau liar di  di Taman Nasional Baluran, melihati sunset yang seksi di Pulau Merah dimana Anda yakin tidak pernah melakukan petualangan seperti itu sebelumnya. Hal hebat tentang berbagai petualangan ini bisa Anda nikmati di Banyuwangi, Jawa Timur.

Banyuwangi  sebagai Sunrise of Java memiliki wisata petualangan lengkap mulai naik gunung, berselancar, off road, dan wisata budaya melihat penari gandrung menari, melihat sudut desa wisata, menikmati berbagai festival yang sudah teragenda setiap tahunnya.Banyuwangi memiliki fasilitas lengkap destinasi wisata favorit mulai laut, gunung, desa wisata dan budaya yang memukau serta penginapan hotel mulai kelas bintang satu sampai hotel bintang empat. 

Pilihan menginap di hotel tersedia di pusat kota, sepanjang pinggir Pantai Ketapang dan lereng Gunung Ijen dengan pemandangan sawah dan hutan yang menyejukkan mata serta asri.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menerima penghargaan dari Lonely Planet karena Indonesia masuk peringkat 7 dalam jajaran Top 10 Negara yang direkomendasikan dikunjungi pada tahun 2019 mendatang. Penghargaan telah diberikan Lonely Planet di World Travel Market (WTM) 2018 di London, Inggris. Lonely Planet adalah panduan perjalanan dan penerbit media digital internasional. Yang menggembirakan Banyuwangi  masuk salah satu tujuan wisata utama Indonesia terutama destinasi favorit Gunung Ijen.

Ketika saya mendapat kesempatan berkunjung ke Banyuwangi saya memilih empat destinasi utama favorit  yaitu Gunung Ijen, Taman Nasional Baluran, Desa Wisata Kemiren dan Pulau Merah diantara 10 destinasi utama di kota pisang ini. 

Enam destinasi lain yang menarik  antara lain: Pantai Sukamade, Pantai Teluk Hijau, Pulau Tabuhan, Pantai Plengkung, Pantai Boom, Djawatan Benculuk, Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Alas Purwo, banyak festival pilihan seperti Festival Gandrung Sewu. Beberapa tahun sebelumnya saya juga pernah menyaksikan langsung Banyuwangi Etno Carnaval yang menarik.

Gunung Ijen

Perjalanan naik gunung cukup terjal dan melewati jalan setapak berpasir. Saya sengaja jalan pelan-pelan dengan banyak istirahat maklumlah usia sudah setengah abad tidak boleh ngoyo untuk naik gunung. Alhamdullilah setelah dua jam saya bisa mencapai puncaknya dan melihat kawah Gunung Ijen yang berwarna biru tosca.

Melihat penambang belerang yang berjalan cepat naik gunung dan hanya satu jam berjalan mencapai puncak saya tidak patah semangat meskipun napas sudah mulai ngos-ngosan. Beruntung ada penambang belerang yang memberi  saya tongkat kayu sehingga saya bisa berjalan sambil memakai tongkat untuk menjaga keseimbangan.

Sesampainya di puncak rasa capek langsung sirna melihat keindahan kawahnya yang berwarna hijau tosca berpadu dengan langit cerah kebiruan dan hutan hijau sekelilingnya yang masih asri.

Penambang belerang di Gunung Ijen (dok asita)
Penambang belerang di Gunung Ijen (dok asita)
Apalagi di pagi hari kabut tebal masih menyelimuti pepohonan sangat eksotis untuk dinikmati pemandangannya. Sebelum tiba di puncak Gunung Ijen, kita terlebih dahulu menemukan lereng gunung yang asri dengan hutan pinus yang diselimuti kabut. Di sepanjang jalan akan berpapasan dengan beberapa penambang belerang yang membawa beban di pundaknya belerang berwarna kuning dengan berat 80 kilogram. Puncak Gunung Raung dan Gunung Argopuro di kejauhan juga kelihatan dari lereng sehingga sejauh mata memandang kelihatan beberapa gunung menjulang sangat sedap dipandang mata.

Penambang belerang yang berjumlah ratusan menambah semangat untuk naik gunung karena serasa kita punya teman untuk mencapai puncaknya. Wisatawan asing dari Eropa lebih mendominasi dari pada wisatawan lokal yang berkunjung ke Gunung Ijen.

Nenek-nenek bule dengan tongkat kayu dengan semangat berusaha naik ke puncaknya membuat penulis malu dan urung untuk balik turun lagi lagi karena terjalnya jalan pendakian. Tongkat dari ranting pohon diperlukan untuk mempermudah jalannya pendakian.

Waktu terbaik untuk berkunjung ke Gunung Ijen adalah di musim kemarau pada bulan Juli sampai September. Pada musim hujan sangat bahaya untuk mendaki karena jalanannya licin.

Saat terbaik untuk mendaki gunung pukul 05.00 WIB sampai 06.00 WIB karena menghindari bau dari uap belerang yang menusuk apabila mencapai puncaknya terlalu siang. Matahari yang belum bersinar terik dan lereng gunung berselimut kabut juga lebih nyaman dinikmati di pagi hari karena di pagi hari matahari belum bersinar terik dan lama perjalanan untuk naik dan turun gunung sekitar empat jam bagi pejalan santai. Pemandangan di pagi hari juga lebih indah karena banyak kabut yang menyelumuti gunung dan uap belerang belum berbau.

Kawahnya yang berbentuk lonjong dengan kepulan asap di beberapa tempat dan warna kuning dari belerang di pinggiran kawahnya  membuat perpaduan yang indah pandangan mata. Hawa yang sejuk dan lereng gunung yang berupa hutan asli rimbun kehijauan diselimuti kabut menambah eksotis suasana di pagi hari.

Kalau ingin melihat api biru dari belerang yang mengeluarkan sinarnya di kawah Gunung Ijen harus berangkat mendaki dini hari sekitar pukul 03.00 WIB dari pos Paltuding. Perlu membawa senter dan wisatawan tidak perlu khawatir sendirian naik gunung pada dini hari. Karena jam-jam tersebut juga waktu penambang belerang untuk berangkat kerja.

Melihat api biru adalah puncak pesona uniknya kawah Gunung Ijen, karena api biru secara alami terlihat warnanya hanya di malam hari sebelum matahari terbit. Perlu turun dengan jalan terjal ke penggiran kawahnya untuk melihat api biru.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur menyediakan sarana toilet, musholla, dan, rest area di puncak gunung .Bagi yang tidak kuat berjalan sejauh 3 kilometer mulai dari Paltuding sampai puncak Gunung Ijen, sekarang sudah tersedia ojek kereta dorong untuk wisatawan yang tidak kuat berjalan tetapi tetap ingin melihat kawah Gunung Ijen. Cukup dengan membayar ongkos Rp 600.000 per kereta dorong Anda akan sudah sampai ke puncak gunung dengan hanya duduk manis saja. Kereta dorong ini dimiliki pekerja tambang belerang.

Saya sendiri butuh waktu dua jam untuk sekali mendaki karena setiap 10 menit mengambil nafas untuk istirahat supaya mencapai puncaknya. Karena jalanan menanjak hampir  45 derajat dan jalan setapaknya berpasir sangat licin.

Jangan lupa membawa jaket tebal, topi, syal leher dan sepatu kets untuk perlengkapan naik gunung. Senter juga diperlukan jika Anda ingin berangkat saat subuh ke kawahnya.

Dari  Kota Banyuwangi menuju  ke pos akhir Paltuding bisa ditempuh dengan jalan yang mulus  sekitar satu jam dengan mobil. Sekarang banyak operator travel di Banyuwangi yang menyediakan fasilitas antar jemput dari Bandara Blimbingsari, Stasiun Kereta Api Karang Asem atau di hotel-hotel di dalam Kota Banyuwangi dengan biaya Rp 200.000 per kepala.

Taman Nasional Baluran 

Turun dari Gunung Ijen perjalanan saya lanjutkan ke Taman Nasional Baluran. Lokasinya berada di tepian Selat Bali. Di lokasi taman nasional tersebut wisatawan akan merasakan  petualangan yang berbeda. Sekitar empat puluh persen dari lahan Taman Nasional Baluran berupa sabana yang memang mendominasi kawasan tersebut. 

Di sini Anda bisa melihat binatang berjalan-jalan di antara sabana seperti banteng, kerbau liar, kijang, rusa, ayam hutan, dan burung merak seperti layaknya Taman Safari Indonesia di Puncak, Jawa Barat. Bedanya, binatang-binatang ini berada di habitat alami. Di kawasan Batangan-Bekol, terdapat sumur tua yang menjadi legenda masyarakat sekitar. Legenda tersebut menceritakan bahwa kota Banyuwangi, Bali, dan Baluran sama-sama menggali sumur.

Apabila, sumur di masing-masing kota tersebut lebih dahulu mengeluarkan air dan mengibarkan bendera, berarti kota tersebut merupakan sentral  kebudayaan. Di kawasan ini juga ada menara pandang untuk melihat lagak dan gaya binatang-binatang di sabana. 

Anda bisa melihat tingkah ayam hutan, merak, rusa, kijang, banteng, kerbau liar, hingga burung. Untuk wisatawan yang ingin bermalam di kawasan ini bisa menginap di wisata tamu yang sederhana. Sebagian besar wisatawan yang menginap adalah turis asing yang akan melanjutkan perjalanan  ke Bali.

Sabanadi Baluran (dok asita)
Sabanadi Baluran (dok asita)
Di kawasan Pantai Bama yang berbatasan dengan Selat Bali, wisatawan bisa memancing, menyelam, snorkeling, melihat perkelahian antara rusa jantan-betina, dan menyaksikan sekawanan kera abu-abu yang memancing kepiting atau rajungan dengan ekornya pada saat air laut surut. 

Di siang hari, Anda dapat melihat Pulau Bali yang tampak di kejauhan. Sangat unik melihat kegiatan hewan-hewan tersebut di hutan yang masih asli. Musim kunjungan terbaik adalah di bulan Maret sampai Agustus setiap tahunnya. Sebab di bulan ini hujan jarang terjadi, sehingga pengunjung dapat menyaksikan binatang yang sedang berjalan-jalan di sabana. 

Cara mencapai Taman Nasional Baluran, dari Kota Surabaya  dapat mengarahkan kendaraan menuju Banyuwangi kemudian masuk Batangan. Perjalanan bisa dilanjutkan ke Bekol dengan jarak  sekitar 12 kilometer dengan mobil pribadi. Jalur ke Taman Nasional Baluran adalah jalur jalan darat Surabaya-Bali. Dengan demikian, wisatawan yang akan ke Bali via darat, bisa mampir ke Baluran untuk melihat sensasi binatang-binatang berjalan-jalan di hamparan sabana.

Desa Wisata Kemiren

Masuk ke sudut-sudut Desa Kemiren sangat terasa suasana desa yang kental dengan budayanya.Banyak pintu rumah yang dihiasi dengan gambar burung kuntul dan ketika saya mendapat kesempatan masuk ke salah satu rumah kuno dari masyarakat Osing. Sangat surprise melihat ruang tamu di tata arstistik dengan mebel kayu kuno. Cangkir-cangkir porselin kuno disusun di lemari kaca. Dapurnya yang masih tradisional dengan tungku kayu dibiarkan tetap digunakan untuk memasak sehari-hari.

Desa Kemiren telah ditetapkan sebagai desa wisata dan Desa Osing yang sekaligus dijadikan desa cagar budaya untuk melestarikan suku osing. Area wisata budaya yang terletak di tengah desa itu menegaskan bahwa desa ini berwajah Osing dan diproyeksikan sebagai cagar budaya Osing. Banyak keistemewaan yang dimiliki oleh desa ini di antaranya penggunakan bahasa khas yaitu bahasa Osing yang telah menjadi bahasa sehari-hari penduduk Banyuwangi.

Di Desa Kemiren juga asal mula ditanam buah duren merah yang terkenal legit dan manis rasanya. Pohon duren merah yang menjulang tinggi saya lewati di antara beberapa rumah penduduk.

rumah asli osing (dok asita)
rumah asli osing (dok asita)
Rumah adat Kemiren hampir mirip rumah joglo di Jawa. Rumah yang beratap empat yang disebut 'tikel balung' melambangkan bahwa penghuninya sudah mantap. Rumah 'crocogan' yang beratap dua mengartikan bahwa penghuninya adalah keluarga muda dan atau keluarga yang ekonominya relatif rendah, dan rumah "baresan' yang beratap tiga yang melambangkan bahwa pemiliknya sudah mapan, secara materi berada di bawah rumah bentuk 'tikel balung'.

Barang berupa lesung (alat penumbuk padi) wajib disimpan di gudang tempat menyimpan sementara hasil panen. Di beberapa sudut jalan tampak gubuk beratapkan ilalang, yang dibangun di ujung kaki-kaki jajang  (bambu, dalam bahasa Osing) yang tinggi. Bangunan ini digunakan oleh masyarakat untuk "cangkruk" sambil mengamati keadaan di sekeliling desa. Pada masa lalu, gubuk seperti ini sengaja dibangun untuk memantau kedatangan "orang asing" yang datang.

Di sini juga ada sanggar yang sangat terkenal dengan nama Sanggar Genjah Arum, yang diambil dari nama beras terkenal di Banyuwangi. Sanggar yang dibangun sesuai adat Osing  didesain tradisional ini menerima tamu khusus sesuai perjanjian dengan suguhan makanan khas Banyuwangi seperti sayur asem ayam, pepes ikan, pecel pithik, urap sayur  dan  minuman khas temulawak. Pertunjukan utama setelah makan malam adalah  tari gandrung dan musik lesung dari tangan ibu-ibu sepuh.

Sanggar Genjah Arum  milik pribadi seorang pengusaha perkebunan kopi bernama Setiawan Subekti atau biasa dipanggil Pak Iwan. Ahli kopi kelas internasional ini memang sangat peduli dengan pelestarian adat  Osing. Tatanan rumah dan benda-benda kuno di sanggar Genjah Arum mengambarkan kejayaan zaman Minak Jinggo di Banyuwangi.

Musik lesung di Desa Kemiren (dok asita)
Musik lesung di Desa Kemiren (dok asita)
Bentuk bangunan rumah Osing itu sendiri dibagi dalam tiga ruang, yakni Mbyale (balai/serambi) yang biasa digunakan untuk menjamu tamu dan ngobrol santai dengan tetangga dekat.Kemudian Jerumah (ruang tengah dan kamar) adalah bagian rumah yang biasa digunakan sebagi tempat istirahat dan bercengkrama bersama keluarga, dan Pawon (dapur) yang biasa digunakan ibu-ibu untuk memasak.

Melihat pertunjukan tari gandrung dengan penari yang handal dan cantik. Sebenarnya gandrung sebagai tari pembuka dalam menyambut tamu. Tapi di Sanggar Genjah Arum, tarian ini disuguhkan ketika tamu setelah  bersantai selesai makan malam dan menikmati suasana Banyuwangi tempo dulu.

Para penari yang  jumlahnya dua orang itu kelihatan cantik mulus dan lincah menari sesuai irama yang dinamis. Penari membawa selendang untuk diberikan kepada tamu yang menonton disana untuk diajak menari bersama .Bagi yang terpilih dan menerima selendang dari gandrung, diwajibkan untuk menari bersama gandrung.

Jangan menyesal pernah ke Desa Kemiren tapi tidak mencicipi kopinya. Sebab kopi olahan Desa Kemiren terkenal dengan sebutan Kopai Osing produksi Sanggar Genjah Arum adalah kopi berkualitas tinggi dengan cara menyangar di wajan tanah dan memakai api tungku kayu.Rasa kopi yang diolah secara benar ini, dipastikan akan membuat ketagihan untuk mencoba lagi sampai puas.

Pulau Merah

Menikmati matahari terbenam atau sunset di Banyuwangi paling sensasi di Pantai Pulau Merah. Karena semburat warna matahari yang terbenam memancarkan  warna merah di sekitar pantai dan Pulau Merah dari kejauhan kelihatan berwarna semburat kemerahan. Nama Pulau Merah diambil dari warna merah pada pasir dan tanah dari pulau yang berada 100 meter di depan bibir pantai sehingga warga sekitar menyebutnya dengan Pantai Pulau Merah.

Wisatawan bisa mandi di laut , bermain pasir, snorkling, memancing, hingga mendaki bukit di belakang pantai untuk melihat indahnya Pantai Pulau Merah. Bisa juga  atau sekedar bersantai dengan tidur di kursi malas dengan payung khas untuk berjemur di bibir pantai sambil menikmati minuman air kelapa muda.

Sunset di Pantai Pulau Merah (dok asita)
Sunset di Pantai Pulau Merah (dok asita)
Waktu terbaik datang ke Pulau Merah sekitar pukul 16.00 WIB sambil  menunggu saat sunset sekitar  pukul 17.30 . Tepat matahari akan tenggelam  terlihat seakan-akan suasana menghipnotis karena warna kemerahan mulai muncul melukiskan seakan langit sedang terbakar. Berkas-berkas cahaya senja kemerahan memantul di seputar Pulau Merah, pasir pantai yang basah karena ombak, dan semburat langit di sekitar ikut berwarna merah. Saya rasa  suasana terasa romantis dan keindahan sunset terbaik di Pulau Jawa saya rasakan di  Pantai Pulau Merah.

Pantai yang dikelola oleh Perhutani Banyuwangi ini berjarak 80 kilometer sekitar dua jam dari pusat kota, tepatnya terletak di Desa Sumberangung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.

Cara ke Banyuwangi

Dari Jakarta sekarang banyak pilihan pesawat terbang yang langsung mendarat di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Mulai pesawat Garuda Indonesia, Citilink, Nam Air dan Batik Air sudah melakukan penerbangan langsung Jakarta-Banyuwangi pulang pergi. Menuju pusat Kota Banyuwangi tersedia taksi cukup dengan ongkos Rp 100.000. 

Bandara Blimbingsari Banyuwangi (dok asita)
Bandara Blimbingsari Banyuwangi (dok asita)
Dari Surabaya ada pilihan pesawat terbang langsung Surabaya-Banyuwangi pulang pergi dengan Garuda Indonesia dan Wings. Bisa juga dengan  kereta api Mutiara dan Tawang Alun yang berhenti di Stasiun Karangasem atau Stasiun Ketapang, Banyuwangi. 

Banyak pilihan juga bus patas dari Surabaya yang melewati jalur utara Kota Probolinggo. Dari Pulau Bali ada pilihan transport kendaraan travel yang antar jemput di tempat dan bus antar kota selama 24 jam yang  berhenti Terminal Bus Ketapang atau Pelabuhan Ketapang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun