Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menikmati Wisata Petualangan yang Seksi di Banyuwangi

16 Desember 2018   19:31 Diperbarui: 16 Desember 2018   20:26 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penambang belerang di Gunung Ijen (dok asita)

Di Desa Kemiren juga asal mula ditanam buah duren merah yang terkenal legit dan manis rasanya. Pohon duren merah yang menjulang tinggi saya lewati di antara beberapa rumah penduduk.

rumah asli osing (dok asita)
rumah asli osing (dok asita)
Rumah adat Kemiren hampir mirip rumah joglo di Jawa. Rumah yang beratap empat yang disebut 'tikel balung' melambangkan bahwa penghuninya sudah mantap. Rumah 'crocogan' yang beratap dua mengartikan bahwa penghuninya adalah keluarga muda dan atau keluarga yang ekonominya relatif rendah, dan rumah "baresan' yang beratap tiga yang melambangkan bahwa pemiliknya sudah mapan, secara materi berada di bawah rumah bentuk 'tikel balung'.

Barang berupa lesung (alat penumbuk padi) wajib disimpan di gudang tempat menyimpan sementara hasil panen. Di beberapa sudut jalan tampak gubuk beratapkan ilalang, yang dibangun di ujung kaki-kaki jajang  (bambu, dalam bahasa Osing) yang tinggi. Bangunan ini digunakan oleh masyarakat untuk "cangkruk" sambil mengamati keadaan di sekeliling desa. Pada masa lalu, gubuk seperti ini sengaja dibangun untuk memantau kedatangan "orang asing" yang datang.

Di sini juga ada sanggar yang sangat terkenal dengan nama Sanggar Genjah Arum, yang diambil dari nama beras terkenal di Banyuwangi. Sanggar yang dibangun sesuai adat Osing  didesain tradisional ini menerima tamu khusus sesuai perjanjian dengan suguhan makanan khas Banyuwangi seperti sayur asem ayam, pepes ikan, pecel pithik, urap sayur  dan  minuman khas temulawak. Pertunjukan utama setelah makan malam adalah  tari gandrung dan musik lesung dari tangan ibu-ibu sepuh.

Sanggar Genjah Arum  milik pribadi seorang pengusaha perkebunan kopi bernama Setiawan Subekti atau biasa dipanggil Pak Iwan. Ahli kopi kelas internasional ini memang sangat peduli dengan pelestarian adat  Osing. Tatanan rumah dan benda-benda kuno di sanggar Genjah Arum mengambarkan kejayaan zaman Minak Jinggo di Banyuwangi.

Musik lesung di Desa Kemiren (dok asita)
Musik lesung di Desa Kemiren (dok asita)
Bentuk bangunan rumah Osing itu sendiri dibagi dalam tiga ruang, yakni Mbyale (balai/serambi) yang biasa digunakan untuk menjamu tamu dan ngobrol santai dengan tetangga dekat.Kemudian Jerumah (ruang tengah dan kamar) adalah bagian rumah yang biasa digunakan sebagi tempat istirahat dan bercengkrama bersama keluarga, dan Pawon (dapur) yang biasa digunakan ibu-ibu untuk memasak.

Melihat pertunjukan tari gandrung dengan penari yang handal dan cantik. Sebenarnya gandrung sebagai tari pembuka dalam menyambut tamu. Tapi di Sanggar Genjah Arum, tarian ini disuguhkan ketika tamu setelah  bersantai selesai makan malam dan menikmati suasana Banyuwangi tempo dulu.

Para penari yang  jumlahnya dua orang itu kelihatan cantik mulus dan lincah menari sesuai irama yang dinamis. Penari membawa selendang untuk diberikan kepada tamu yang menonton disana untuk diajak menari bersama .Bagi yang terpilih dan menerima selendang dari gandrung, diwajibkan untuk menari bersama gandrung.

Jangan menyesal pernah ke Desa Kemiren tapi tidak mencicipi kopinya. Sebab kopi olahan Desa Kemiren terkenal dengan sebutan Kopai Osing produksi Sanggar Genjah Arum adalah kopi berkualitas tinggi dengan cara menyangar di wajan tanah dan memakai api tungku kayu.Rasa kopi yang diolah secara benar ini, dipastikan akan membuat ketagihan untuk mencoba lagi sampai puas.

Pulau Merah

Menikmati matahari terbenam atau sunset di Banyuwangi paling sensasi di Pantai Pulau Merah. Karena semburat warna matahari yang terbenam memancarkan  warna merah di sekitar pantai dan Pulau Merah dari kejauhan kelihatan berwarna semburat kemerahan. Nama Pulau Merah diambil dari warna merah pada pasir dan tanah dari pulau yang berada 100 meter di depan bibir pantai sehingga warga sekitar menyebutnya dengan Pantai Pulau Merah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun