Jadi jelas sekarang banyak pengamat film dadakan untuk kedua film nasional itu yang ditunggangi politik. Padahal me-review sebuah film haruslah netral dari sudut pandang seni dan hiburan dan harus terlepas dari politik.
Me-review film harus terlepas dari fakta apakah film tersebut rekomendasi untuk ditonton ataukah monoton. Beberapa orang yang menulis review film kadang hanya berpaku pada nilai negatif saja dan tidak melihat mutu sebuah seni dan hiburan.Â
Padahal, sebuah review film seharusnya memiliki sifat menghibur, memberikan informasi, serta argumen orisinalitas tanpa menceritakan keseluruhan alur. Jika di samakan dengan buku, maka review film ini akan terlihat seperti sinopsis yang berisi ulasan sederhana namun komplit.
Joko Anwar, sutradara film "Pengabdi Setan" juga berkomentar di Twitter, "Film kok dijadikan alat political bully. Shame on you, dari pihak mana aja. Shame on you. Jauhi film dari kelakuan politik menyebalkanmu lah. Satu film dibuat oleh puluhan, bahkan ratusan orang yang punya pandangan politik beda, atau nggak peduli sama politik seperti kamu. Shame."
Saya disini hanya mengambil hikmah positip karena ramai dibicarakan netizen politik dua kubu antara pecinta Ahok dan Hanum Rais maka penonton film nasional jadi ramai.
Yang lebih penting nama Daniel Mananta semakin terkenal memerankan Ahok dan nama Hanum Rais yang diperankan Acha Septriasa semakin terkenal karena dibicarakan di media sosial oleh penggemar fanatiknya. Abaikan rating filmnya karena sudah tidak netral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H