Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

pecinta traveling dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sistem Zonasi Diharapkan Memberikan Pemerataan Pendidikan bagi Siswa

8 Agustus 2018   14:41 Diperbarui: 10 Agustus 2018   14:54 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendaftaran sekolah sma sistem zonasi di Surabaya (dok sutya.com)

Setiap anak memiliki hak mendapatkan pendidikan dan dengan adanya sistem zonasi diharapkan memberikan pemerataan pendidikan di suatu wilayah daerah . Pengaturan penggunaan sistem zonasi  agar pemerataan pendidikan di Indonesia idak terfokus hanya memilih sekolah favorit saja.  Sekolah negeri juga  wajib mengumumkan secara terbuka proses pelaksanaannya secara online.

Demikian materi acara  Kompasiana Perspektif  bersama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bertema Optimisme Menguatkan Pendidikan dan Memajukan Kebudayaan dan Layanan Masyarakat Indonesia. Dalam acara ini Mendikbud Muhadjir Effendy diwakili  Ari Santoso selaku Kepala Biro Komunikasi   Kemendikbud  di Kantor Kemendikbud Senin (6/8) lalu.

Dengan adanya  zonasi diharapka pemerataan akses pendidikan , mendorong kreativitas pendidikan dalam kelas heterogen, mendekatkan lingkungan sekolah dengan peserta didik, menghilangkan ekslusivitas dan diskriminasi di sekolah negeri, dan membantu analisis perhitungan kebutuhan dan distribusi guru.

Sistem zonasi di dunia pendidikan memberikan tantangan tersendiri bagi guru selaku pendidik untuk mendidik pelajar dengan kualitas beraneka ragam dan mengembangkan kreativitas sang guru.

Bapak Ari memberikan materi diskusi Kompasiana Perspektif soal pendidikan (dok pribadi)
Bapak Ari memberikan materi diskusi Kompasiana Perspektif soal pendidikan (dok pribadi)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) pada Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Dalam Permendikbud tersebut, jarak rumah ke sekolah sesuai ketentuan zonasi menjadi persyaratan seleksi PPDB untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA. Sementara itu, SMK dibebaskan dari aturan zonasi, dan dapat menetapkan tambahan persyaratan khusus terkait bidang/program/kompetensi keahlian.

 Permendikbud ini bertujuan untuk untuk merevitalisasi pelaksanaan penerimaan peserta didik baru agar berlangsung secara lebih objektif, akuntabel, transparan, nondiskriminatif, dan berkeadilan sehingga dapat meningkatkan akses layanan pendidikan

Pemerintah daerah dalam PPDB wajib membuat kebijakan daerah sebagai tindak lanjut atas Permendikbud dengan berasaskan objektivitas, transparansi, akuntabillitas, nondiskriminatif, dan berkeadilan. Nondiskriminatif dikecualikan bagi sekolah yang secara khusus melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu, seperti sekolah keagamaan.

"Permendikbud ini merupakan penyederhanaan dari peraturan sebelumnya, dan memperbaiki beberapa ketentuan yang mengatur tata cara pelaksanaan PPDB, mulai dari persyaratan, seleksi, sistem zonasi, termasuk pengaturan jumlah siswa dalam satu rombongan belajar dan jumlah rombongan belajar dalam satu satuan pendidikan," kata Ari yang ramah tersebut.

Adapun dinas pendidikan wajib memastikan bahwa semua sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam proses PPDB telah menerima peserta didik sesuai dengan zonasi yang ditetapkan. Dengan demikian, dinas pendidikan dan sekolah negeri tidak dapat menetapkan persyaratan lainnya dalam proses PPDB yang berbeda dengan Permendikbud.

Bila mengetahui adanya kegiatan atau aksi curang PPDB bisa dilaporkan langsung ke twitter @kemendikbud.ri. Bila mengetahui ada kecurangan  dan bila kurang memahami sistem zonasi bisa langsung bertanya ke email di web www.kemdikbud.go.id dengan menyertakan buktinya.

Memang sistem zonasi sangat sulit diterima oleh orang tua karena belum mengetahui kebijakan zonasi untuk pemerataan akses pendidikan. Permasalahan tetap ada dan muncul saat PPDB 2018, namun segala permasalah bisa dijadikan evaluasi sehingga PPDB 2019 memperkecil permasalahan yang sama.

Pendaftaran sekolah sma sistem zonasi di Surabaya (dok sutya.com)
Pendaftaran sekolah sma sistem zonasi di Surabaya (dok sutya.com)
Zonasi yang secara penuh diberlakukan pada tahun ini menyisakan berbagai masalah mulai dari perhitungan jarak dari tempat tinggal ke sekolah serta pemetaan antara jumlah sekolah dengan penduduk yang belum imbang, sistem zonasi juga berpotensi memunculkan ruang untuk praktik ilegal, seperti jual beli kursi dan penerbitan surat keterangan tidak mampu (SKTM) palsu.

Dampak dari adanya SKTM, Pada PPDB tahun ini, Pemprov Jawa Tengah sempat menemukan banyak SKTM palsu yang digunakan untuk mendaftar sekolah. Terungkapnya ratusan  SKTM tersebut erat kaitannya dengan ketentuan bagi sekolah untuk menerima peserta didik baru yang tergolong tidak mampu.

Sebagaimana mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018, satu wilayah daerah atau provinsi memang diperintahkan agar paling sedikitnya menerima 20 persen peserta didik yang tidak mampu. Untuk membuktikannya, pemerintah pun meminta disertakannya SKTM sebagai bukti administratif. Hal ini yang banyak dimanfaatkan oleh orangtua kaya yang pura-pura miskin dengan membuat surat SKTM.

"Ada yang kelupaan bilang surat aslinya SKTM ketinggalan di mobil.Lho punya SKTM kok bawa mobil di sekolah," ujar Ari. Diusulkan soal SKTM yang diusut bukan hanya orangtua saja tapi perlu juga mengusut aparat pemerintah yang mengeluarkan surat tidak mampu tersebut.

Menurut Ari, sistem zonasi dimaksud  juga untuk  menghilangkan  istilah sekolah favorit dan non-favorit.  Karena hal tersebut membuat  mereka yang bersekolah di sekolah favorit mempunyai modal sosial lebih tinggi daripada siswa dari sekolah non-favorit. Siswa sekolah favorit lebih mudah melanjutkan studi di tingkat lebih lanjut.

Pilihan sekolah favorit dan tidak favorit lantas mempengaruhi pertimbangan orang tua dan siswa ketika memilih sekolah. Masyarakat menjadikan favorit atau tidaknya sebuah sekolah sebagai dasar pertimbangan saat memilih sekolah.

Pengalaman Chika  keponakan saya yang tahun ini masuk SMAN 8 Tangerang. Karena jarak  antara rumahnya dan sekolah favorit di Tangerang masuk zonasi dan kebetulan nilai UAN Chika memenuhi syarat sehingga dia diterima di sekolah yang diinginkannya. Tetapi masalah bagi temannya  ketika tak ada sekolah favorit yang letaknya dekat dengan tempat tinggal calon siswa. "Sehingga beberapa teman saya tidak bisa masuk sekolah favorit, karena rumahnya jauh," kata Chika.

Berdasarkan Permendikbud No.14 Tahun 2018, tentang PPDB dengan sistem zonasi, PPDB SMP dan SMA tahun ini hampir merata menggunakan sistem  zonasi . Yaitu, ada prioritas untuk calon peserta didik didalam zona (wilayah) terdekat dengan lokasi sekolah (90 %). Sementara siswa di luar zona prioritas (luar kota) hanya mendapat porsi 5% dan jalur prestasi kuotanya hanya 5%. 

Teknisnya, setiap sekolah menentukan  kuota jumlah sisiwa yang akan diterima.  Selanjutnya mengukur wilayah zonasi  untuk menjaring  peserta didik sesuai  dengan kuota yang ditentukan. Dalam hal mengukur/mengatur wilayah zonasi, pihak sekolah dapat menentukan sendiri atau bermusyawarah dengan  pihak-pihak terkait.

Menteri Kemendikbud berharap sistem zonasi menghilangkan sekolah favorit (dok tempo.com)
Menteri Kemendikbud berharap sistem zonasi menghilangkan sekolah favorit (dok tempo.com)
Dampak bagi orangtua siswa adalah,  masyarakat  semakin terlibat dalam urusan sekolah. Pengumuman hasil PPDB yang transparan dengan memuat nama, usia dan alamat calon peserta didik diumumkan secara transparan lewat media cetak maupun online. Sehingga hal ini dapat meminimalisir praktek kecurangan dalam PPDB. Jika diketahui masyarakat ada peserta didik di luar zona 1 yang diterima, sementara  yang dari  zona 1 tidak diterima padahal memenuhi aturan zonasi, maka orangtua siswa pasti akan protes.

Hal ini terbukti di daerah Tangerang, Banten yang sistem komputernya sering bermasalah, pelaksanaan PPDB kurang lancar.Sehingga membuat orangtua siswa bolak balik datang ke sekolah yang dituju untuk melihat keberadaan nama anaknya sebelum pasti diterima.

Di waktu mendatang diperlukan kesiapan sistem online PPDB yang lebih canggih agar tidak terjadi lagi sistem down. Nilai UAN minimal yang bisa lolos juga harus disosialisasi. "Hal ini membuat orangtua  tidak tenang hatinya. Karena tidak bisa dilihat di rumah sistem PPDB-nya.Dari awal memasukkan nama untuk dapat kata kunci atau pasword saja sudah susah masuknya dengan sistem online," ujar orangtua siswa, Ina Mayang Sari yang tahun ini memasukkan anaknya di SMA Negeri Tangerang.

Ditambahkan Ari dalam acara Kompasiana Perspektif, masalah-masalah yang terjadi di lapangan seperti komputer hang dan surat tidak mampu yang disalah gunakan menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan di  daerah masing-masing. "Semoga hal tersebut  untuk pertimbangan di tahun mendatang agar lebih baik dalam pelayanan sistem zonasi," ujar Ari. 

Rencana  dibangun sekolah-sekolah negeri baru di tiap zona, secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada PPDB sekolah-sekolah milik swasta yang  ada di zona tersebut. Jika sekolah swasta itu hanya mengandalkan jumlah calon siswa si zonanya,  kehadiran sekolah negeri baru di zonanya, pasti akan menurunkan jumlah peserta didik barunya. Sehingga berdampak pada keberlangsungan dan kesejahteraan sekolah. Sekolah swasta dengan situasi dan kondisi seperti ini, harus memiliki strategi yang bagus agar sekolah mereka tetap diminati, jadi pilihan masyarakat.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) Tentang Sistem Zonasi pada Pasal 16 saya kutip sebagai berikut:

(1) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

(2) Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.

(3) Radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut berdasarkan: a. ketersediaan anak usia Sekolah di daerah tersebut; dan b. jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing Sekolah.

(4) Dalam menetapkan radius zona sebagaimana dimaksudpada ayat (3), pemerintah daerah melibatkan musyawarah/kelompok kerja kepala Sekolah.

(5) Bagi Sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi/kabupaten/kota, ketentuan persentase dan radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan melalui kesepakatan secara tertulis antarpemerintah daerah yang saling berbatasan.

(6) Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat menerima calon peserta didik melalui: a. jalur prestasi yang berdomisili diluar radius zona terdekat dari Sekolah paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima; dan b. jalur bagi calon peserta didik yang berdomisili diluar zona terdekat dari Sekolah dengan alasan khusus meliputi perpindahan domisili orangtua/wali  didik atau terjadi bencana alam/sosial, paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah.

Penulis di ruang Kompasiana perspektif di kantor kemendikbud (dok pribadi)
Penulis di ruang Kompasiana perspektif di kantor kemendikbud (dok pribadi)
Semoga dengan sistem zonasi ini pada tahun ajaran 2019 mendatang, pelaksanaan penerimaan siswa baru akan lebih baik sistem dan pelaksanaannya, dan lebih memberi pengarahan kepada orangtua murid untuk memilih sekolah yang masuk zonasi dengan legowo.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun