"Sektor pariwisata berhasil menggerakkan ekonomi lokal sehingga pendapatan per kapita warga Banyuwangi melonjak. Mulai dari Rp 20,8 juta pada tahun 2010 menjadi Rp 41,5 juta per orang per tahun pada 2016. Dan di tahun 2017 mencapai Rp. 46,1 juta pertahun, kata Anas.
Maklum, hal itu seiring tumbuhnya sentra ekonomi baru berbasis pariwisata. Penurunan kemiskinan cukup pesat menjadi 8,79% pada 2016. "Jauh lebih rendah dibanding rata-rata provinsi Jatim yang masih tembus dua digit," kata Azwar Anas.
Seperti diketahui jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Banyuwangi terus meroket. Pada tahun 2010 tercatat 5.025 wisman mengujungi Banyuwangi. Angka itu meningkat menjadi 74.800 wisman pada 2016. Sedangkan tahun 2017 kembali meningkat menjadi 91.000 wisman dan tahun 2018 ini diproyeksikan menjadi 100.000wisman.
Jumlah kunjungan itu bukan semata-mata jatuh dari langit. Semua butuh proses. Kabupaten Banyuwangi secara intens menggerakkan pariwisata berbasis desa. Hal itu yang menjadi andalan untuk memeratakan pembangunan yang saat ini.
Sejumlah atraksi baru dihadirkan dalam Top 77 Calender Event seperti Festival Tahu-Tempe (9-13 Februari). Adapula Festival Imlek yang akan menampilkan tradisi khas warga Tionghoa (17 Maret). Selain itu, ada Festival Karya Tari (31 Maret), Fishing Festival (7 April), Festival Cokelat (12 Mei), Festival Kuntulan (3-6 Oktober).
"Atraksi-atraksi baru tersebut diharapkan semakin memperkaya dan memperkuat posisi Banyuwangi dalam peta persaingan pariwisata. Seperti Fishing Festival, akan kami padukan dengan paket-paket wisata memancing yang kini sedang tumbuh trennya. Juga Festival Cokelat untuk mengangkat komoditas kakao yang sudah rutin diekspor ke berbagai negara," kata Anas.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi MY Bramuda menambahkan, pendekatan sport tourism tetap mewarnai pergelaran Banyuwangi Indonesia Festival 2018. Mulai dari Banyuwangi Underwater Festival (4-6 April), International Ijen Green Run (8 April), Banyuwangi International BMX (30 Juni), dan Tour de Ijen (26-29 September).
"Khusus sport tourism, memang kami mengambil pasar yang sangat segmented, tapi pasarnya tak banyak tergarap daerah lain. Secara konsisten ini mulai membuahkan hasil, di mana komunitas-komunitas BMX se-Indonesia, misalnya, rutin berlatih di Banyuwangi karena kami punya sirkuit berstandar internasional," papar Bramuda.
Ada juga berbagai atraksi fesyen, seperti Green and Recycle Fashion Week (24 Maret), Banyuwangi Fashion Festival (14 Juli), Banyuwangi Batik Festival (17 November), dan Festival Kebaya (5 Desember).
"Tidak hanya menggelar kemeriahan Banyuwangi juga menggelar festival untuk menumbuhkan empati sosial masyarakat seperti Festival Anak Berkebutuhan Khusus (10 Februari) dan Festival Anak Yatim (13-15September)," kata Bramuda.