Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Hanya di Tanah Abang, PKL Bisa Jualan di Jalur Trans Jakarta

5 Januari 2018   20:48 Diperbarui: 6 Januari 2018   10:58 2907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hanya bus Trans Jakarta yang bisa lewat Jati Baru di siang hari (dok asita)

Hari ini Jumat siang (5/1/2018) saya ada janji dengan teman lama untuk makan siang di sebuah mall di Jakarta Pusat.  Pulangnya saya sengaja pulang ke rumah naik KRL lewat Stasiun Tanah Abang. Karena sekalian ingin melihat kekinian suasana lapak PKL (Pedagang Kaki Lima)  di Jalan Jatibaru yang ditutup kalau siang hari.

Ojek yang mengantar saya tidak bisa langsung mendarat tepat di depan stasiun, tetapi di seberang tepatnya dibawah kolong jembatan jalur Jalan Jatibaru yang ditutup dimulai di depan Stasiun Tanah Abang.Saya melihat ke kanan ke kiri dulu ke arah mana trotoar yang bisa dilewati.Karena di bawah kolong jembatan separuh jalanan untuk parkir sepeda motor.

Trotoar juga ramai dengan PKL makanan (dok asita)
Trotoar juga ramai dengan PKL makanan (dok asita)
Saya lihat di sepanjang trotoar di depan Stasiun Tanah Abang banyak kaki lima khususnya penjual makanan dan minuman yang berjualan. Setelah berjalan sekitar 10 menit saya baru melihat keanehan. Ada pedagang minuman dan makanan yang berjualan di jalur jalan Trans Jakarta. Para petugas Satpol PP yang ada di trotoar seberang jalan, berkelompok duduk-duduk dengan santai mengobrol dengan temannya. Rasanya tidak ada yang aneh di depan mereka ada yang berjualan di jalur jalan Trans Jakarta. Dalam hati saya hanya membatin, baru di Tanah Abang di jalur busway ada yang berjualan.

Di separuh jalan, dibatasi oleh separator berwarna kuning setinggi pinggang orang dewasa memang sudah dipasang. Jadi jalur kiri untuk PKL, dan jalur kanan dari Stasiun Tanah Abang ke arah KS Tubun khusus untuk jalur bus Trans Jakarta. Tapi ternyata di jalur jalan khusus bus pun tidak steril apalagi di trotoar khusus pejalan kaki. Siang tadi memang saya hanya melihat tiga orang pedagang minuman yang berjualan.Tetapi saya tidak berani mengambil foto Satpol PP yang bertugas di seberangnya.Ada rasa khawatir juga ditanya-tanya karena mereka berkelompok. Kalau ketahuan mengambil foto petugas ketertiban tersebut.

Lalu saya melanjutkan berjalan di lapak tenda yang berwarna biru dan merah. Ternyata pedagang yang banyak berjualan baju,kerudung, jilbab, blus, celana yang harganya sekitar Rp 50.000 an. Mungkin sasaran pembelinya yang menengah kebawah.

Saya tanya ke seorang pedagang baju ramai mana dengan jualan di dalam. "Sama saja bu ramainya dengan di dalam. Disini juga ramai," ujarnya

Tenda PKL difoto dari atas Stasiun Tanah Abang (dok asita)
Tenda PKL difoto dari atas Stasiun Tanah Abang (dok asita)
Jarak untuk jalan pembeli antara pedagang lapak berwarna merah dan biru hanya sekitar dua meter lebarnya. Jadi terasa sesak apabila berpasasan dengan pembeli yang membawa tas besar. Panas matahari siang tadi cukup menyengat,sehingga saya hanya sebentar berjalan di seputar tenda. Saya merasa kurang nyaman berbelanja disini karena langsung keringatan.

Foto-foto yang saya ambil di Tanah Abang tadi sengaja saya share di Facebook. Saya mendapat komentar dari teman-teman antara lain:

Mardiana Sukardi : No comments lah mba, jane ya miris, tp ntar klo komen dibilang cebong gak bisa mup on. Tp ini risikonya tinggi krn satu jalur dgn bis :'(

Dewi Pancawati : Blom kesana aja udah pusing ngliatnya...hehe

Mawar Mustika : Kumuhnya wajah ibukota negara.... Hadohhhh

Bagi saya pribadi tetap lebih suka berbelanja di Blok A dan Blok B karena gedung ber AC dan lebih banyak pilihan jenis baju dan jilbab yang harganya beragam mulai kelas Rp 50.000 sampai Rp 500.000 ada disana.

Memang belanja di Tanah Abang lebih murah grosiran dengan isi 20 biji (satu kodi) akan berbeda 25 persen harganya dibanding beli satuan. Tapi kalau hanya dipakai sehari-hari beli satu potong aja juga diperbolehkan.

Trotoar di sebelah tenda PKL susah dilewati pejalan kaki (dok asita)
Trotoar di sebelah tenda PKL susah dilewati pejalan kaki (dok asita)
Pasar Tanah Abang merupakan salah satu pusat perbelanjaan grosir terbesar di Jakarta yang banyak dikunjungi oleh pedagang dari luar Jawa dan sekarang banyak juga pedagang luar negeri dari Afrika yang membeli secara grosir baju di sana. Di seputar Tanah Abang sudah biasa dijumpai, pembeli dari Afrika yang berlalu lalang di sana.

Menurut wikipedia, Pasar Tanah Abang yang dulu dikenal dengan Pasar Sabtu berdiri sejak tahun 1735. Yustinus Vinck adalah sosok yang dikenal sebagai pendiri pasar perdagangan ini atas izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patramini.

Pasar Tanah Abang semakin berkembang setelah dibangunnya Stasiun Tanah Abang. Di tempat tersebut mulai dibangun tempat-tempat seperti Masjid Al Makmur dan Klenteng Hok Ten Tjen Sien yang keduanya seusia dengan Pasar Tanah Abang. Pada tahun 1973, Pasar Tanah Abang diremajakan, diganti dengan 4 bangunan berlantai empat, dan sudah mengalami dua kali kebakaran, pertama tanggal 30 Desember 1978, Blok A di lantai tiga dan kedua menimpa Blok B tanggal 13 Agutus 1979. Pada tahun 1975 tercatat kiosnya ada 4.351 buah dengan 3.016 pedagang.

Jalan buat pembeli diantara tenda hanya dua meter (dok asita)
Jalan buat pembeli diantara tenda hanya dua meter (dok asita)
Menurut Kompas.com,  zaman dulu tanah di Jakarta dikuasai oleh Belanda. Pada tahun 1648, seorang kapitan China bernama Phoa Beng Gam meminta izin dari kongsi dagang Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) untuk membuka lahan di Tanah Abang yang kini masuk wilayah Pusat untuk dijadikan kebun.Maka dari itu, jika Anda sadari, di kawasan Tanah Abang banyak nama jalan yang diawali dengan kata kebun, yang disesuaikan dengan identitas masa lalunya.

Trotoar di Jati Baru yang tidak steril lagi (dok asita)
Trotoar di Jati Baru yang tidak steril lagi (dok asita)
Tanah Abang ketika itu merupakan hamparan perkebunan mulai dari kacang, jahe, melati, nanas, sirih, hingga kebun sayur-mayur.Sampai pada akhirnya Vinck mendirikan Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen. Namun, lima tahun setelah pasar itu bediri, pada tahun 1740 terjadi kerusuhan, Belanda membunuh orang-orang China, merampas harta benda mereka, dan membakar kebun-kebun mereka.

Dulu Tanah Abang  dikenal dengan Pasar Sabtu, kabarnya orang-orang Belanda saat itu juga memanggilnya De Nabang. Sebab, di sana konon terdapat banyak pohon nabang atau pohon palem yang tertanam di sekitar kawasan itu. Kemudian, masyarakat Batavia mulai merubah panggilan pasar tersebut menjadi Tenabang.

Hanya bus Trans Jakarta yang bisa lewat Jati Baru di siang hari (dok asita)
Hanya bus Trans Jakarta yang bisa lewat Jati Baru di siang hari (dok asita)
Sekarang bangunan pasar pun nampak lebih mewah dan bersih. Dengan adanya perbaikan gedung di setiap bloknya juga hadir gedung bertingkat yang cukup tinggi. Dari kejauhan sudah kelihatan gedung  Pasar Tanah Abang  Blok A, dan Blok B berwarna hijau sebagai trade mark Tanah Abang yang telah dilengkapi dengan fasilitas AC.

Sekarang Tanah Abang diperbincangkan lagi di media massa setiap hari, setelah di siang hari PKL diperbolehkan di jalur jalan umum yang harusnya hanya untuk kendaraan. Setiap hari sekarang Jalan Jatibaru ditutup mulai pukul 08.00 sampai pukul 17.00 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun