Hari ini Jumat siang (5/1/2018) saya ada janji dengan teman lama untuk makan siang di sebuah mall di Jakarta Pusat. Â Pulangnya saya sengaja pulang ke rumah naik KRL lewat Stasiun Tanah Abang. Karena sekalian ingin melihat kekinian suasana lapak PKL (Pedagang Kaki Lima) Â di Jalan Jatibaru yang ditutup kalau siang hari.
Ojek yang mengantar saya tidak bisa langsung mendarat tepat di depan stasiun, tetapi di seberang tepatnya dibawah kolong jembatan jalur Jalan Jatibaru yang ditutup dimulai di depan Stasiun Tanah Abang.Saya melihat ke kanan ke kiri dulu ke arah mana trotoar yang bisa dilewati.Karena di bawah kolong jembatan separuh jalanan untuk parkir sepeda motor.
Di separuh jalan, dibatasi oleh separator berwarna kuning setinggi pinggang orang dewasa memang sudah dipasang. Jadi jalur kiri untuk PKL, dan jalur kanan dari Stasiun Tanah Abang ke arah KS Tubun khusus untuk jalur bus Trans Jakarta. Tapi ternyata di jalur jalan khusus bus pun tidak steril apalagi di trotoar khusus pejalan kaki. Siang tadi memang saya hanya melihat tiga orang pedagang minuman yang berjualan.Tetapi saya tidak berani mengambil foto Satpol PP yang bertugas di seberangnya.Ada rasa khawatir juga ditanya-tanya karena mereka berkelompok. Kalau ketahuan mengambil foto petugas ketertiban tersebut.
Lalu saya melanjutkan berjalan di lapak tenda yang berwarna biru dan merah. Ternyata pedagang yang banyak berjualan baju,kerudung, jilbab, blus, celana yang harganya sekitar Rp 50.000 an. Mungkin sasaran pembelinya yang menengah kebawah.
Saya tanya ke seorang pedagang baju ramai mana dengan jualan di dalam. "Sama saja bu ramainya dengan di dalam. Disini juga ramai," ujarnya
Foto-foto yang saya ambil di Tanah Abang tadi sengaja saya share di Facebook. Saya mendapat komentar dari teman-teman antara lain:
Mardiana Sukardi : No comments lah mba, jane ya miris, tp ntar klo komen dibilang cebong gak bisa mup on. Tp ini risikonya tinggi krn satu jalur dgn bis :'(
Dewi Pancawati : Blom kesana aja udah pusing ngliatnya...hehe
Mawar Mustika : Kumuhnya wajah ibukota negara.... Hadohhhh
Bagi saya pribadi tetap lebih suka berbelanja di Blok A dan Blok B karena gedung ber AC dan lebih banyak pilihan jenis baju dan jilbab yang harganya beragam mulai kelas Rp 50.000 sampai Rp 500.000 ada disana.
Memang belanja di Tanah Abang lebih murah grosiran dengan isi 20 biji (satu kodi) akan berbeda 25 persen harganya dibanding beli satuan. Tapi kalau hanya dipakai sehari-hari beli satu potong aja juga diperbolehkan.
Menurut wikipedia, Pasar Tanah Abang yang dulu dikenal dengan Pasar Sabtu berdiri sejak tahun 1735. Yustinus Vinck adalah sosok yang dikenal sebagai pendiri pasar perdagangan ini atas izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patramini.
Pasar Tanah Abang semakin berkembang setelah dibangunnya Stasiun Tanah Abang. Di tempat tersebut mulai dibangun tempat-tempat seperti Masjid Al Makmur dan Klenteng Hok Ten Tjen Sien yang keduanya seusia dengan Pasar Tanah Abang. Pada tahun 1973, Pasar Tanah Abang diremajakan, diganti dengan 4 bangunan berlantai empat, dan sudah mengalami dua kali kebakaran, pertama tanggal 30 Desember 1978, Blok A di lantai tiga dan kedua menimpa Blok B tanggal 13 Agutus 1979. Pada tahun 1975 tercatat kiosnya ada 4.351 buah dengan 3.016 pedagang.
Dulu Tanah Abang  dikenal dengan Pasar Sabtu, kabarnya orang-orang Belanda saat itu juga memanggilnya De Nabang. Sebab, di sana konon terdapat banyak pohon nabang atau pohon palem yang tertanam di sekitar kawasan itu. Kemudian, masyarakat Batavia mulai merubah panggilan pasar tersebut menjadi Tenabang.
Sekarang Tanah Abang diperbincangkan lagi di media massa setiap hari, setelah di siang hari PKL diperbolehkan di jalur jalan umum yang harusnya hanya untuk kendaraan. Setiap hari sekarang Jalan Jatibaru ditutup mulai pukul 08.00 sampai pukul 17.00 WIB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H