[caption caption="lokomotif kereta api api cina dan tiket kereta api"][/caption]
Ketika masih di negara Tiongkok saya melihat berita televisi setempat bahwa negara Indonesia sudah menandatangani kontrak bisnis dengan Cina untuk membangun kereta api cepat Jakarta - Bandung pergi-pulang. Kebetulan besoknya saya akan naik kereta api cepat di Cina jurusan Beijing-Hangzhou. Jadi saya semangat menulis pengalaman naik kereta api cepat karena berita itu.
Masuk Stasiun Kereta Api di Beijing, Tiongkok kesan saya pertama adalah laksana suasana bandar udara. Papan petunjuk informasi tersedia secara digital, berisi jadwal keberangkatan dan kedatangan. Pintu pemberangkatan ada nomer 1 sampai 20. Turun ke kereta pemberangkatan semua pintu pakai eskalator naik-turun. Mesin pemesanan tiket banyak dan restoran siap saji Amerika serta toko merek eksklusif bertebaran. Setiap masuk ruang tunggu, penumpang diperiksa badan dan tasnya dengan X Ray dan pintu sensor seperti masuk bandara.Â
Saya sengaja mencoba naik kereta api cepat dari Beijing ke Hangzhou dengan kereta api cepat alias shinkansen ala Tiongkok. Kereta cepat yang dikenal dengan nama High Speed Rail, dan dikelola dan dioperasikan oleh China Railway, badan usaha milik negara yang mengelola perkeretaapian, semacam PT Kereta Api Indonesia.
[caption caption="papan petunjuk informasi di stasiun Beijing secara digital kayak bandar udara"]
Ratusan  penumpang memenuhi kursi tunggu, meski bukan waktu liburan sekolah dan hari akhir pekan. Karena masih ada waktu satu jam saya jalan-jalan melihat keadaan stasiun. Stasiun terdiri dari tiga lantai. Lantai bawah tanah untuk kereta MRT dalam kota. Lantai satu untuk kereta cepat antar kota besar dan lantai ketiga untuk ruang tunggu, pembelian tiket, restoran, dan toko. Benar-benar seperti suasana bandar udara.
Penumpang diperbolehkan masuk kereta api kurang setengah jam pemberangkatan. Tiket sengaja sudah saya beli jauh-jauh hari dengan online dan harus ditukarkan dahalu dengan tiket resmi. Masuk gerbong kereta terasa AC-nya dingin dan bersih. Jarak Beijing-Hangzhou 1.200 kilometer dan waktu sekitar enam jam karena berhenti di enam stasiun yang dilewati.
[caption caption="kursi kelas ekonomi ada meja makan juga dan formasi duduknya tiga-dua kursi"]
Tiketnya digunakan untuk membuka autogate menuju platform kereta. Semua fasilitas di stasiun kereta sudah serba otomatis. Hal yang sedikit merepotkan adalah kurangnya budaya antri. Jadi mau masuk kereta bangsa Cina tidak bisa antri saling serobot untuk mengecek tiket dengan mesin.
Setelah kereta berangkat tepat waktu saya sengaja jalan-jalan ke rangkaian gerbong yang berjumlah 16 gerbong. Gerbong paling depan berisi tiga kursi dengan kursi satu dan dua kursi khusus kereta eksekutif, belakangnya kelas bisnis kereta kursi berisi empat kursi dengan dua kursi bersebelahan dan kelas ekonomi berisi lima kursi dengan formasi duduk tiga dan dua kursi. Jadi satu deret ada lima orang.
Harga kelas eksekutif dan ekonomi bedanya dua kali lipat. Harga tiket ekonomi yang saya beli dalam kurs 400 yuan atau sekitar Rp 1 juta, sedangkan eksekutif Rp 2 juta. Menurut Ageng anak saya yang membelikan tiket kereta api secara online, lebih murah naik kereta api cepat daripada naik pesawat Beijing-Huangzhou yang waktunya satu setengah jam yang harganya bisa Rp 5 juta PP kalau beli mendadak. Makanya penduduk Cina suka naik kereta api cepat cuma beda 4 jam waktunya.
Meski kelas ekonomi tiap kursi ada colokan listrik untuk charging baterai telepon seluler genggam dan laptop. Di depan setiap kursi ada juga meja lipat untuk tempat makanan dan minum seperti meja di pesawat terbang.
[caption caption="Di setiap gerbong ada angka petunjuk digital kecepatan kereta api dan suhu udara"]
Setelah kereta berjalan dengan kecepatan maksimum sekitar 305 km/jam, saya merasakan tidak ada guncangan sama sekali, terasa kayak naik sedan. Angka digital di setiap gerbong suhu udara dan kecepatan kereta selalu muncul. Petugas kebersihan sampah para wanita muda dengan sigap lalu lalang membersihkan sampah. Maklum bangsa Tiongkok suka makan kwaci jadi kulitnya sering berjatuhan di lantai.
Apalagi saya satu gerbong dengan ibu-ibu yang baru pulang rekreasi berombongan sehingga suasana gerbong cukup berisik. Mereka berbicara keras meskipun duduknya berdekatan. Air panas selalu tersedia di setiap gerbong kereta dan saya lihat air panas tidak pernah habis meskipun diambil terus airnya oleh penumpang satu gerbong selama enam jam untuk minum dan membuat mie instan. Rupanya isi air panas bukan dari galon tapi dari saluran air panas yang mengalir terus ke tempat pengambilan air panas yang seperti dispenser bentuknya.
Pramugari penjual makanan dan minuman laksana pramugari pesawat hilir mudik menawakan makanannya. Penumpang banyak yang membawa mie instan ukuran jumbo daripada membeli makanan nasi di kereta api yang berharga 40 yuan atau sekitar Rp 100.000 satu porsi.
[caption caption="Suasana ruang tunggu Stasiun Beijing"]
Kereta api super cepat jalur Beijing-Hangzhou adalah bagian dari Jinghu HSR yang mulai beroperasi pada 30 Juni 2011. Setiap hari ada 35 jadwal HSR antara Beijing-Shanghai dan ke Huangzhou pulang-pergi, dan mengangkut rata-rata 400.000 penumpang per hari.
Saya sengaja melihat keadaan toilet di beberapa gerbong dan menemukan ada toilet khusus untuk pengguna kursi roda alias penyandang disabilitas. Untuk penumpang biasa ada toilet duduk dan jongkok. Rak khusus koper ukuran 30 kg juga tersedia di setiap gerbong. Di kelas eksekutif ada juga wastafel untuk tempat cuci tangan.
Meskipun kereta api berjalan dengan super cepat, saya tidak merasakan goncangan berarti saat berjalan di atas kereta api. Beda banget dengan pengalaman naik kereta api di negeri sendiri.
[caption caption="Suasana antrian penumpang kereta sebelum pintu keberangkatan dibuka"]
Perjalanan 1.200 km antara Beijing-Hangzhoug ditempuh dalam waktu 6 Â jam, sesuai jadwal dan petunjuk keberangkatan kereta api. Kecepatan High Speed Rail (HSR) kebanggaan negeri Tiongkok ini maksimal sekitar 300 kilometer per jam, padahal seharusnya 350 km/jam.
Di setiap tiket kereta ada kode huruf untuk menunjukkan jenis kereta api yang dinaiki. Kereta super cepat  tipe G-Train dengan kecepatan 350/km, ada juga kereta dengan kecepatan menengah dengan kode D-Train kecepatan 250 km/jam dan Z-Train 150 km/jam. Harga lebih murah untuk waktu tempuh lebih lama. Yang lebih murah lagi adalah K-Train 100 km/jam, kecepatannya sama dengan kereta biasa seperti kereta Agro Bromo
Saya pernah mencoba naik kereta api TGV di Eropa. Dari segi bentuk semua kereta super cepat mirip bentuk lokomotif masinisnya, karena moncong depan bagaikan peluru, makanya disebut bullet train. Apakah nanti kereta api cepat Cina jurusan Jakarta-Bandung pulang pergi akan seperti yang saya ceritakan di atas? Tunggu saatnya jalur keretanya selesai dibangun. Kalau benar nanti tiket keretanya berkode G yang berarti kecepatan 300 km/jam berarti Jakarta-Bandung nanti hanya satu setengah jam saja jarak tempuhnya Saudara-saudara.
Foto: koleksi Ageng Purnomosidi dan pribadi
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H