Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Indahnya Noken, Tas Multifungsi Bagi Wanita Papua

1 September 2015   13:34 Diperbarui: 1 September 2015   13:58 2747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Noken adalah tas anyaman dari kulit kayu yang multifungsi bagi wanita asli Papua. Terutama bagi Suku Dani di Lembah Baliem, Wamena Papua,  noken adalah semacam jala yang terbuat dari serat kulit kayu dan digunakan multifungsi . Biasa dipergunakan sebagai tas untuk bawa apa saja termasuk  mengendong bayi, babi, anjing, ubi jalar, sayur dan barang lainnya. Biasa juga digunakan sebagai baju khususnya untuk remaja putri. Wanita suku Dani tidak bisa dipisahkan dari noken.

Menurut wikipedia, noken adalah  tas anyaman ikat yang multifungsi, asli Papua. Penggunaan khas noken, yang digantungkan di kepala, secara tradisional digunakan untuk membawa berbagai barang, dan juga bayi. Pada tahun 2012, noken telah tercantum dalam Daftar UNESCO Warisan Budaya Tak Benda sebagai warisan budaya Indonesia.

Melihat foto-foto saudara sepupu saya Liza Monaliza di album facebooknya  saya tertarik untuk menulis tentang noken. Liza sudah dua kali datang ke Lembah Baliem untuk melihat kehidupan suku Dani. Foto-foto Liza bisa dinikmati di link ini: https://www.facebook.com/liza.monalisa/media_set?set=a.975077275838364.1073741859.100000083031845&type=3  

 

Foto: Gadis cilik ini selain mengenakan noken seperti biasa, disangkutkan diatas kepala, juga memakai nokennya sebagai baju kelihatan indah sekali dipakainya (taken by Liza Monalisa)

Menurut Charles Toto, seorang chef asal Papua yang membuat masakan Liza dan rekan-rekannnya selama menginap di Lembah Baliem,  noken adalah rahim perempuan Papua ke dua karena disana ada banyak sumber kehidupan, yang mudah didapat di Papua. Perempuan membawa noken masih menjadi pemandangan umum di  lembah Baliem. Ini menjadi filosofi yang indah bagi wanita Papua.  Karena dari dalam noken itulah, menghasikan banyak generasi Papua yang sekarang berhasil menjadi pimpinan asal Papua. Noken adalah brangkas dan gudang hidup orang Papua, dimana disitu terdapat kekayaan peradaban yang membangun generasi Papua.

Liza Monalisa yang sudah memegang langsung berbagai macam noken  sangat terkagum-kagum dengan noken yang merupakan karya orisinil yang luar biasa mama-mama Papua. Bahan yang terbuat dari serat kayu yang sangat elastis sehingga bisa membawa banyak barang dan multi fungsi. Warna yang indah dari bahan alami sangat cantik dan desain yang luar biasa cantik memikirkan fungsinya. Dengan ditaruh di kepala agar  tangan pemakainya bisa leluasa bergerak dan bekerja meskipun pemakai juga harus tetap bijaksana dalam memakainya untuk membawa barang yang sangat berat agar kesehatan tulang punggungnya tidak terganggu.

Foto : Rajutan serat kayu dengan pewarnaan alami yang keren sekali (taken by Liza Monalisa)

Tas  multi fungsi ini dibuat tanpa mesin dari serat kulit kayu yang dikeringkan, dipintal menjadi menjadi benang dan diwarnai dengan pewarna alami (tumbu-tumbuhan atau buah. Dibuat oleh mama-mama Papua. Kelihatan unik kalau dipakai di Lembah Baliem  dengan para wanitanya  dengan disangkutkan di kepala atau di dahi.

Noken merupakan kerajinan tangan khas Papua berbentuk seperti tas. Ada 250 etnis dan bahasa di Papua, namun semua suku memiliki tradisi kerajinan tangan Noken yang sama. Fungsi Noken sangat beragam. Namun, noken biasa dipakai untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, sampai barang-barang belanjaan. Noken yang kecil biasa dipakai untuk membawa kebutuhan pribadi. Tak hanya itu, noken juga dipakai dalam upacara dan sebagai kenang-kenangan untuk tamu.

Foto: Martha memakai beberapa noken diatas kepalanya dan juga digunakan sebagai baju yang sangat indah. Martha harus menggunakan beberapa noken sekaligus untuk melindungi bayi yang sedang digendong dipunggungnya supaya si bayi nyaman dan hangat (taken by Liza Monalisa)

Masalahnya sekarang hanya wanita atau mama-mama yang usianya 40 tahun keatas yang masih mau mengerjakan membuat noken dari serat kayu. Sedangkan dari kalangan remaja banyak yang enggan untuk mengerjakan. Untuk ukuran besar memang perlu waktu dua bulan sendiri untuk mengerjakan membuat noken. Di kota-kota besar sudah tidak ada yang menjual noken. Hanya di Pasar Wamena yang masih menjual noken tradisional dari serat kayu.

Foto: Liza Monalisa diantara Suku Dani di Lembah Baliem, Papua

Noken juga memiliki nilai artistik yang harus dilestarikan . Sangat bisa dapat dijadikan cinderamata khas Papua tentunya dalam mengakses sektor parawisata Papua. Noken juga memiliki nilai ekonomi kerakyatan yang apabila dikembangkan menjadi sentra home industri yang maju, maka akan meningkatkan pendapatan masyarakat Papua .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun