Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Bukchon Hanok Village, Desa Tradisional di Tengah Kota Modern Seoul

23 Mei 2015   14:04 Diperbarui: 24 Desember 2015   21:20 2127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_419568" align="aligncenter" width="448" caption="hiasan dekorasi dari kayu"]

14323644491343247203
14323644491343247203
[/caption]

Tempatnya agak sulit ditemukan, tapi akhirnya bertemu setelah anak saya menanyakan lokasinya kepada seorang polisi. Kebetulan saya akan bertemu dengan teman asal Korea bernama Eunju yang mengajak makan di lokasi ini jadi sekalian Eunju bisa  memberikan  penjelasan tentang lokasi foto terbaik di kampung ini.

[caption id="attachment_419570" align="aligncenter" width="448" caption="makan bersama Eunju di restoran hand made menu bulgogi"]

1432364506906576241
1432364506906576241
[/caption]

Yang membuat heran  di tengah-tengah sebuah metropolis modern masih bisa terpeliharan rumah-rumah tradisional seperti ini.  Bersih, tenang dan jarang menemui penduduk atau pemilik rumah yang sedang ngobrol di depan rumahnya. Yang ramai adalah  turis berjalan dan berfoto selfie  di sekitar gang-gang sempit  Bukchon . Turis lokal Korea juga banyak yang datang di lokasi ini untuk berfoto selfie dengan tongkat eksis karena saya datang pas hari libur Minggu.

[caption id="attachment_419572" align="aligncenter" width="448" caption="menu makanan ala korea selalu ada kimchi sejenis asinan sayur"]

1432364586757144644
1432364586757144644
[/caption]

Rumah  tua dan elegan keliharan bersih rapi dan semua pintu memakai kunci elektronik PIN dengan nomor rahasia pemiliknya . Ini ciri khas Korea, buka pintu rumah pakai PIN nomer khusus. Hanya hampir semua rumah di kawasan ini tidak memiliki halaman taman. Mungkin karena harga tanah di Seoul dua kali lipat Jakarta sehingga semua tanah dijadikan bangunan.

 

Di sini juga ada bengkel untuk wisatawan mempelajari membuat kerajinan tangan tradisional  Korea. Banyak suvenir buatan tangan yang dijual mulai kipas, tas, dan makanan asli Korea seperti Bugolgi yang berupa masakan rumahan.

[caption id="attachment_419573" align="aligncenter" width="540" caption="dinding tembok rumah nya khas korea"]

14323646521540890615
14323646521540890615
[/caption]

Bukchon terletak tidak jauh dari stasiun kereta  Anguk. Ada semacam pusat informasi turis di dekat tempat masuk. Kita bisa mengambil peta Bukchon yang menunjukkan dengan jelas tempat-tempat  yang bisa dilalui dengan berjalan kaki. Jika ingin sekedar jalan-jalan dan foto-foto, tidak ada biaya yang dikenakan. Namun untuk menginap dan merasakan semua aktivitas warga Bukchon, biaya yang harus dikeluarkan adalah sekitar 50.000 won per malam (sekitar 600.000 rupiah), sudah termasuk sarapan pagi khas Korea dan pengalaman kultural khas penduduk desa. Makanan ala Korea selalu disuguhkan dengan kimchi yaitu sayuran  sawi atau  lobak, yang diasinkan terlebih dahulu. (Asita DK Suryanto)

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun