Mohon tunggu...
asita suryanto
asita suryanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

pernah bekerja sebagai wartawan, peneliti, hrd di harian kompas. skrg rindu menulis lagi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mantera Man Jadda Wa Jadda Membawa Sukses

21 Maret 2012   16:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:39 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Man jadda wa jadda, man jadda wa jadda, man jadda wa jadda, bagai mantera yang harus diucapkan bagi anak-anak yang ingin sukses menyelesaikan sekolahnya di Pondok Madani, Ponorogo, Jawa Timur.

Alif yang berasal dari tanah minang di Danau Maninjau, Sumatera Barat harus merantau ke Pulau Jawa dengan kendaraan bus antar pulau membawa kisah tentang perjuangan anak muda dari kampung untuk meraih pendidikan tinggi.

Perjuangan ekonomi orang tuanya yang sengaja menjual kerbau satu-satunya untuk membantu bertani di sawahnya memacu semangat  Alif untuk terus belajar. Kisah film yang diawali dengan pemandangan Danau Maninjau membawa pemirsa melihat keelokan alam Danau Maninjau.

Film yang mengambil cerita dari novel yang berjudul Negeri 5 Menara karangan Ahmad Fuadi ini  mengambil setting cerita di pondok pesantren. Penonton sengaja diajak untuk mengenal kehidupan pesantren dengan peraturan yang tidak biasanya seperti di sekolah umum.

Saya sengaja mengajak anak saya untuk khusus menonton film Negeri 5 Menara agar mempunyai  inspirasi  prinsip man jadda wajadda yang berarti “bila bersungguh-sungguh pasti akan berhasil,”. Film yang berkisah tentang Alif yang ingin bersekolah di Bandung tetapi akhirnya harus menuruti kemauan orangtuanya bersekolah di pesantren. Mmemiliki pengaruh kuat untuk menginspirasi kita untuk selalu berusaha berjuang menghadapi tantangan hidup dan arti nilai persahabatan di antara teman dalam suka dan duka.

Saya lalu memberi semangat kepada ketiga anak-anak saya untuk selalu mempunyai prinsip dalam belajar, bersekolah, menuntut  ilmu, mengembangkan talenta dan bekerja nantinya untuk selalu membaca mantera “man jadda wa jadda.”

Kisah persahabatan antar teman sekamar di pondok pesantren berawal dari janji dibawah Menara 5 di areal Pondok Madani yang memberi mereka semangat untuk memegang janji akan bertemu di kota-kota impian mereka. Semangat dari nilai persahabatan ini membawa mereka bekal untuk belajar dengan serius mencapai cita-cita meraih sukses.

Sangat mengharukan ketika salah seorang teman yang bernama Baso, dari Gowa, Sulawesi Selatan harus pulang sehingga tidak bisa menyelesaikan pendidikannya di Pondok Madani karena harus merawat neneknya yang pernah merawatnya karena dia sendiri sudah yatim piatu. Perpisahan mereka sambil saling berpelukan erat di kamar sangat mengharukan sampai saya yang menonton filmnya mengusap air mata.

Setting lokasi cerita di tempat aslinya Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jatim membuka mata anak saya yang menonton film ini untuk mengetahui kehidupan anak-anak yang menuntut pendidikan di pesantren sangat berbeda dengan sekolah umumnya. Mereka jadi mengetahui peraturan tidak boleh menonton televisi, sholat harus tepat waktu pas azan di masjid dan mendapat pelajaran Islami.

Suasana kamar yang tanpa tempat tidur sehingga murid-murid pesantren  tidur di kasur tipis di lantai membawa cerita tentang keserdehanaan dan keprihatinan. Malam hari lampu mati terpaksa membaca buku sebelum tidur harus dengan lampu templok. Sangat memberi teladan untuk mengajari penonton muda belajar hidup sederhana.

Arti persahabat bagi Alif yang bersahabat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Membawa mereka untuk sering duduk-duduk dibawah menara masjid sambil menunggu azan sholat. Suasana humor di antara sahabat juga terekam dalam adegan saling menjewer kuping temannya karena dihukum pak ustadz  gara-gara terlambat datang untuk sholat jamaah di masid.

Suatu hari di kala langit biru awan putih berarak seperti kapas membentuk gambar benua dunia, masing –masing sahabat itu saling menunjuk langit dan melihat kota-kota impian mereka di lima benua berada di awan seputih kapas itu.

Janji dibawah menara  masjid di lingkungan Pondok Madani untuk bertemu lagi kelak  di lima kota benua berbeda menjadi klimaks film ini yang menghantarkan mereka untuk menggantungkan cita-cita setinggi langit hingga akhirnya benar-benar bertemu di kota-kota impian mereka. Pertemuan antar sahabat di Kota London, Inggris membawa film ini ke arah kesuksesan alumni pesantren.

Pada akhirnya, mereka menjadi sahabat yang sukses dalam mencapai cita-cita yang telah dijanjikan  dibawah menara masjid di Pondok Madani. Alhamdulillah. (Asita Suryanto)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun