Lagi-lagi saya merasa bersyukur, betapa Allah baik banget, sebab hingga Senin pagi ini masih mempersuakan saya dengan rutinitas sekolah: Upacara Bendera. Rutinitas pembiasaan yang jika dipandang dengan pikiran picik akan menjadi hal yang membosankan. Kenapa kita harus bersusah-susah melaksanakan upacara?
Bayangkan, setiap hari Senin (kecuali jika pas libur), kita harus bergegas pagi-pagi. Bersicepat dengan waktu. Kadang-kadang kita mengabaikan sarapan demi sampai di sekolah sebelum jam 07.00. Sejenak kemudian kita larut dalam kesibukan mengatur anak-anak berbaris, bahkan sebelumnya ada yang harus menyiapkan kelengkapan upacara, sound system, mimbar, dll.
Sebelum hari H, guru kelas, wali kelas, pembina kesiswaan, terlibat dalam proses menyiapkan crew upacara. Meskipun skenario upacara sudah jelas, yang namanya latihan itu harus dilakukan dari awal. Tidak cukup satu dua hari, proses latihan biasanya dilakukan hingga lima kali agar penampilan petugas upacara benar-benar sempurna.
Yang namanya berjalan bareng dalam barisan bagi petugas pengibar bendera bukanlah hal yang mudah. Salah sedikit saja melangkah, bisa menjadi tertawaan peserta upacara. Jangankan anak-anak, kita saja orang dewasa kadang-kadang tidak bisa menahan diri untuk bereaksi, berkomentar, atau mentertawakan hal yang menurut mata kita tidak lazim pada saat upacara.
Pun demikian petugas upacara yang lainnya, harus memiliki kesiapan yang semuanya matang. Pimpinan upacara harus tegas dan berwibawa, paduan suara yang bagus. Dan semua itu hanya bisa dicapai jika dilatih dengan sungguh-sungguh.
Sementara itu, jalannya upacara bisa khidmat jika peserta upacara yang terdiri atas pasukan-pasukan dari setiap kelas bisa mengikuti upacara dengan baik. Bisa berbaris dengan baik, tidak bergerak kecuali diperintah. Tidak berbicara atau ngobrol. Nah, ternyata menjadi peserta upacara saja harus dilatih pula akhirnya.
Melihat demikian seriusnya persiapan sebuah upacara bendera, maka tidak heran jika pada saatnya semua berharap upacara bisa berlangsung dengan baik. Biasanya pembina upacara akan memberikan komentar berupa pujian, pun berupa kritikan mendidik.
Pujian bagi petugas upacara dan peserta upacara merupakan hal positif guna membangkitkan kepercayaan diri peserta didik. Sementara kritikan merupakan pendidikan dan pembelajaran agar peserta didik membuka diri untuk berpikir dan melakukan perbaikan di masa mendatang.
Ya, semuanya serba sederhana sesungguhnya. Tetapi perkiraan sederhana dengan sikap meremehkan akan membuat segala jadi berantakan. Upacara bendera adalah rutinitas yang serba sederhana, namun pelaksanaannya tidak sesederhana yang dipikirkan. Jika tidak disiapkan dengan sungguh-sungguh aan menyebabkan semuanya rusak. Bayangkan jika bendera terbalik atau paduan suara sumbang ...!
Lebih dari itu, krusialitas sesungguhnya dari upacara adalah mendidik anak-anak untuk bisa disiplin, menghargai waktu, taat perintah, dan kerja dalam keteraturan. Kelak jika mereka dewasa, mereka akan terbiasa dengan empat hal tersebut, baik saat mereka berada dalam posisi diperintah (bawahan) maupun dalam posisi memerintah (pimpinan).
Efek lainnya adalah pada diri peserta didik tertanam kesadaran berbangsa dan bernegara. Adalah sebuah upaya membangun mentalitas bangsa, sehingga mereka kelak menjadi warga negara yang baik. Yakni warga negara yang siap membangun, membela, berjuang, dan berkorban untuk negara dan bangsanya.
So ..., apa lagi yang disangsikan dari pelaksanaan upacara bendera?(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H