Pagi hari di kediaman pak Windu. Ruang tamu sejenak hening. Firman menggeser duduk agar batinnya tenang dan bisa mengutarakan suara hati yang terpendam.
“Begini pak Windu..” ucapan Firman terhenti ketika nada getar handphone terasa dalam saku bajunya. Sambil tersenyum dia merogoh saku lalu membaca layar handphone. Firman nampak ragu dan membiarkan hape bergetar dalam genggamannya.
“Diterima saja nak Firman, mungkin itu hal penting.” Tegur pak Windu.
“Permisi, pak Windu.” Ucapnya lalu keluar menuju teras.
“Halo! Kenapa Jeng Umi Rere? Apa ada masalah?” Firman menekan suaranya, takut terdengar Pak Windu. Dia terlupa, posisi duduk Asih hanya dibatasi tembok dengannya. Suaranya tetap terdengar jelas dan menimbulkan guncangan dalam batin perempuan itu.
Asih berusaha tak ingin mendengar namun rasa penasaran menggiring langkahnya mendekati jendela. Ingin mendengar lebih jelas obrolan Firman dengan Umi Rere.
“Apa harus aku yang datang? Tidak bisakah Jeng memanggil orang lain? Saat ini aku sedang berada di Desa Rangkat. Ada masalah penting yang harus aku selesaikan.”
Lama Firman terdiam mendengarkan suara dari seberang.
“Baiklah. Aku segera kesana.” Akhirnya ucapan itu mengakhiri pembicaraan. Firman masuk kembali ke dalam rumah menemui Pak Windu.
“Maaf pak Windu, ada panggilan mendadak dari keluarga. Saya minta maaf karena sudah merepotkan. Lain kali saya akan datang dan kita bisa berbincang tentang banyak hal.”