“Cik, sudah dengar kabar mas Firman kembali ke Desa Rangkat?”
Acik berbalik mendengar pertanyaan dari Asih. Dia akhirnya mundur setelah langkahnya hampir mendekati pintu.
“Mas Firman kembali?bukankah dia sudah menikah dan menetap di desa lain?”
“Menurut pengakuan mas Firman, dia tidak jadi menikah dengan mbak Umi Rere. Alasannya karena mas Firman telah lebih dulu menyukai orang lain. Dan tadi pagi, mas Firman datang ke rumah menemui ayah. Mbak curiga, mungkin dia ingin kembali padamu. Kalau bukan itu penyebabnya, untuk apa dia menemui ayah? Kabar perceraianmu mungkin telah mas Firman ketahui.”
“Apa bisa seperti itu, mbak. Nggak mungkin mas Firman ingin kembali, kami kan sudah bercerai?” jantung Acik berdebar kencang. Perceraiannya dengan mas Halim belum juga kelar, hadir lagi seseorang yang dulu pernah singgah dan membuat hidupnya bahagia meski hanya sekejap.
“Jika dia memintamu kembali menjadi istrinya, apakah kamu bersedia, Cik?”
“Apa???” Acik kaget dan tak sadar suaranya lebih mirip teriakan.
“Mbak Asih jangan mengada-ada. Itu kan baru perkiraan mbak saja. Belum tentu dia kembali karena aku..” Acik berusaha menetralkan perasaannya yang berkecamuk.
“Andai dia datang untukmu, mbak akan setuju. Bagaimanapun kalian pernah memiliki hubungan yang spesial. Tidak mungkin akan hilang begitu saja. Mungkin itulah yang sekarang sedang dirasakan mas Firman. Perasaannya padamu belum berubah hingga dia membatalkan rencana pernikahannya dengan mbak Umi Rere.”
Acik tak menjawab. Di tengah permasalahan yang kini dia hadapi, kehadiran Firman seolah angin sejuk yang memberi kedamaian. Ada harapan yang kini hadir dalam hati Acik. Berbeda dengan Asih yang berusaha tegar saat menatap adiknya. Meski rasa cinta makin kuat bersemayam dalam hatinya, dia sadar cinta tak bisa dipaksakan. Perasaan di cintai lebih berharga bukan sekedar berada disamping orang yang kita cintai.
(Bersambung)