Mohon tunggu...
Asih Rangkat
Asih Rangkat Mohon Tunggu... lainnya -

Mewujudkan lamunan dalam tulisan...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[ECR#4] Getar Suara Hati

25 Juni 2012   13:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:33 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi yang indah dengan kabut yang masih menyelimuti desa Rangkat, Asih membuka jendela lalu menatap kaget ke arah jalan. Pandangannya tak lepas mengamati seseorang yang berjalan menuju rumahnya.

“Mas Firman..”ucapnya pelan lalu dengan gugup menutup gorden jendela seolah takut terlihat oleh si pemilik wajah tenang nan santun itu.

Sejak melihat Firman, degup jantung Asih berpacu kencang. Tubuhnya bergetar menahan perasaan. Ada kerinduan dan rasa takut yang datang bersamaan. Dia ingin bertemu untuk melepas rasa rindu yang selama ini terpendam. Namun sebelah hati menahan niatnya demi mengingat status Firman yang kini tak sendiri lagi.

“Bagaimana aku harus bersikap?” Asih tiba-tiba di dera perasaan bingung. Bolak balik dia berjalan di dalam kamarnya sementara tangannya mulai berkeringat karena cemas yang makin memuncak.

“Aku harus bagaimana?”Asih menatap cermin dan memandangi wajahnya yang kini terlihat sendu. Tatapan matanya mulai mengabur karena air mata.

“Assalamu Alaikum..” suara Firman seperti aliran listrik yang menggetarkan tubuh Asih. Sejenak Asih terpaku lalu tanpa sadar membalas salam tersebut.

“Wa Alaikum Salam..”balasnya dengan suara bergetar. Asih nyaris tak tahan lagi. Dia ingin berlari menyambut kedatangan Firman namun ketika membuka gorden pintu tiba-tiba sentuhan lembut ayahnya menahannya.

“Nanda di kamar saja. Biar ayah yang menemuinya...” Pak Windu seolah paham perasaan putrinya. Mendengar ucapan ayahnya, Asih urung melangkah. Dia berbalik lalu duduk di pembaringan sambil memeluk bantal.

Detik demi detik terasa sangat lama bagi Asih menanti ayahnya membuka pintu. Dia bahkan menahan nafas karena takut suara helaan nafasnya terdengar oleh Firman. Asih menutup mata, membiarkan bulir-bulir bening di matanya mengalir ketika Firman benar-benar telah masuk ke dalam rumah dan tengah duduk berbincang dengan ayahya.

Tutur kata Firman membuat airmatanya kian mengalir deras. Asih membenamkan wajahnya di bantal karena tak ingin isaknya terdengar.

“Siapa dia mas Firman?siapa gadis yang telah berhasil membuatmu melupakan Umi Rere? Alangkah beruntungnya dia karena telah menjadi pilihanmu. Seharusnya sejak awal saya tak boleh mengharapkanmu. Ternyata  mas Firman telah jatuh cinta pada orang lain dan bukan Umi Rere...”

Asih terus menangis dan tak menyadari isak tangisnya yang sayup-sayup telah mengantarkan getar-getar pada Firman yang duduk tenang. Berulang kali Firman menghela nafas karena tak tahan mendengar isak itu. Dia menenangkan diri dan mulai memantapkan hati.

“Aku harus menyelesaikan masalah ini segera. Aku tidak ingin menundanya lagi..” batin Firman lalu menarik nafas panjang sebelum menatap Pak Windu.

(Bersambung)

Kisah Sebelumnya :

[ECR#4] Merenda Ilalang Kering [ECR#4] Ilalang dan Cintaku [ECR#4] Belaian Embun Pagi

Desa Rangkat menawarkan kesederhanaan dan cinta untuk anda

Ingin bergabung? silahkan klik  logo  di bawah ini..

Sumber gambar disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun