Mohon tunggu...
Asih Prasetyowati
Asih Prasetyowati Mohon Tunggu... Dosen - Belajar sepanjang hayat

Yang penting niat baik dan positif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Identitas Pasien Covid-19: Rahasia atau Terbuka?

14 Maret 2021   09:57 Diperbarui: 14 Maret 2021   10:01 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

IDENTITAS PASIEN KORONA, RAHASIA ATAU TERBUKA

Dalam peraturan perundang undangan menyebutkan bahwa data rekam medis pasien bersifat rahasia sehingga tidak dapat disebarkan ke pihak lain baik secara lesan maupun tulisan. Dokter dan tenaga kesehatan yang menangani pasien pun telah terikat dalam sumpah profesi untuk tidak menyebarkan data identitas dan medis pasien. 

Jika data rekam medis pasien karena suatu hal disebarkan untuk kepentingan pendidikan misalnya, maka identitas pasien harus dirahasiakan. Kecuali jika dikehendaki oleh pasien dan keluarganya maka informasi rekam medis dapat dibuka. Persetujuan pelepasan informasi medis harus melalui surat kuasa yang berisi bahwa pasien setuju untuk dibuka data rekam medisnya kepada pihak-pihak tertentu.

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi serta berhak untuk mencari, memperoleh, dan menyimpan, dan menyampaikan dengan  berbagai jenis saluran informasi yang tersedia (UUD 1945 Pasal 28 F).  

Informasi yang berkaitan dengan kepentingan pribadi dan lingkungan sosial seperti kasus wabah penyakit menular adalah hak untuk diketahui oleh setiap orang. Tentu saja pandemi covid-19 pun mejadi informasi yang harus disebarluaskan ke masyarakat.  Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menyebutkan bahwa informasi publik adalah informasi dari badan publik yang berkaitan dengan kepentingan publik. Informasi covid-19 dari Gugus Tugas Kementrian Kesehatan adalah informasi publik yang menyangkut kepentingan orang banyak.   

Jaman sekarang dengan maraknya media sosial, maka data pasien dapat dengan  mudah tersebar. Di sisi lain kebutuhan atas informasi yang menyangkut kepentingan publik juga menjadi hak masyarakat. Orang pun tidak canggung lagi untuk mengumumkan dirinya adalah penyintas covid-19.  Data  penderita covid-19 sudah dengan leluasa tersebar di group-group WhatsApp. Terlepas penderita tersebut  berkenan identitasnya tersebar atau tidak, program "Jogo Tonggo" pastinya membutuhkan data identitas penderita agar masyarakat dapat ikut waspada dan dapat membantu kebutuhan penderita tersebut, maka penyebaran data identitas penderita covid-19 menjadi tidak terhindarkan.

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

Ketentuan UUD 1945 Pasal 28 F menjamin bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi serta berhak untuk mencari, memperoleh, dan menyimpan, dan menyampaikan dengan  berbagai jenis saluran informasi yang tersedia. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan pribadi dan lingkungan sosial seperti kasus wabah penyakit menjadi hak untuk diketahui oleh setiap orang. 

Hal ini diperkuat dengan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Informasi publik adalah informasi dari badan publik yang berkaitan dengan kepentingan publik, termasuk informasi tentang wabah penyakit yang menyangkut kepentingan banyak orang.

UU no.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyebutkan bahwa  terdapat Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta  yaitu pada pasal 10 ayat (1) informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum, tetapi dikecualikan informasi yang dapat mengungkap rahasia pribadi seperti disebutkan pada pasal 17 (h) Informasi yang dikecualikan adalah informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkap rahasia pribadi yaitu (2) riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik dan psikis seseorang. Dalam hal ini kembali ditekankan informasi rekam medis adalah bersifat rahasia sehingga hanya pihak berwenang yang berhak untuk mendapatkannya.

Pada Pasal 2 UU KIP disebutkan pada ayat (1) Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik; (2) Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas; (3) Setiap informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana; (4) Informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan undang-undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul bila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.

Informasi tentang penyakit menular adalah informasi publik yang bersifat terbuka dan dapat diakses masyarakat. Jika terdapat informasi rahasia yang apabila dibuka dapat memberikan konsekuensi negatif maka harus ada pertimbangan tertentu sesuai dengan peraturan undang-undang. Dalam hal ini adalah data rekam medis pasien jika dibuka tentu akan bertentangan dengan peraturan rekam medis. 

Rekam Medis menurut Permenkes no. 269 Tahun 2008 adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pasal 10 (1) Informasi tentang identitas, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. (2) Informasi tersebut dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegakan hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan, permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri, permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien. 

Bagaimana dengan membuka identitas pasien covid-19 kepada pihak lain, apakah berarti melanggar peraturan perundangan. Dalam  Permenkes Nomor 36 Tahun 2012  tentang Rahasia Kedokteran, berisi tentang ketentuan bahwa dalam hal tertentu rahasia dapat dibuka tetapi terbatas sesuai kebutuhan.  Pembukaan rahasia kedokteran harus dilakukan melalui persetujuan dari pasien kecuali jika menyangkut kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum seperti ancaman Kejadian Luar Biasa atau wabah penyakit menular.  

Identitas pasien dapat dibuka kepada institusi atau pihak yang berwenang untuk melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Berarti perlu digarisbawahi bahwa pembukaan identitas pasien covid-19 dapat dibuka secara serta merta karena berkaitan dengan kejadian wabah penyakit menular. Hanya saja identitas pasien dibuka terbatas kepada pihak yang berwenang saja.

PERBEDAAN WABAH DAN PANDEMI

Wabah terjadi jika terdapat penyebaran penyakit yang terjadi di suatu penduduk dengan jumlah yang lebih tinggi dari sebelumnya. Penyakit disebut wabah adalah penyakit baru yang sebelumnya tidak pernah ada, atau penyakit yang pertama kali menjangkiti penduduk. Proses penularan penyakit berlangsung dalam jangka waktu yang lama sampai hitungan tahun. Penyebaran penyakit wabah terjadi dalam wilayah tertentu dalam suatu Negara.  Sedangkan pandemi adalah wabah penyakit yang penularannya terjadi antar negara dan meliputi di seluruh dunia. Salah satu penyakit pandemi adalah Covid-19 (coronavirus disease 2019), adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 atau disebut virus corona. 

PENGUMUMAN DATA PENDERITA COVID-19

Pasien covid-19 pertama yang diumumkan oleh Presiden pada bulan Februari 2020. Pada saat itu identitas pasien masih dapat disamarkan dengan hanya menyebut jenis kelamin dan area tempat tinggal secara umum. Tindakan presiden dengan menyamarkan identitas pasien adalah hal dapat dibenarkan karena menyangkut kerahasiaan data.  Peraturan tentang Keterbukaan Informasi Publik, Rekam Medis, dan Rahasia Kedokteran terkait dengan pembukaan data rekam medis yaitu : 

1) Informasi tentang kasus wabah penyakit menular adalah informasi publik yang wajib disampaikan kepada masyarakat secara serta merta karena berkaitan dengan kepentingan umum, 

2) Informasi rekam medis yaitu identitas, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien adalah bersifat rahasia, 

3)Pembukaan data rekam medis kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, perawatan pasien, dan keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan harus melalui persetujuan pasien, 

3) Pembukaan data rahasia kedokteran/rekam medis dalam rangka kepentingan umum diantaranya  ancaman kejadian luar biasa / wabah penyakit menular dilakukan tanpa melalui persetujuan pasien, dan informasi terbatas sesuai dengan kebutuhan, 

4) Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan umum sebagaimana dilakukan dengan tanpa membuka identitas pasien, 5) Identitas pasien dapat dibuka terbatas kepada institusi atau pihak yang berwenang untuk melakukan tindak lanjut penanggulangan penyakit menular.

PIHAK BERWENANG YANG BERHAK MENDAPATKAN DATA PASIEN

Dalam Permenkes no. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis, disebutkan bahwa rekam medis secara fisik adalah milik rumah sakit tetapi informasi yang terkandung didalamnya adalah milik pasien.  Adapun pihak berwenang yang dapat mengakses data rekam medis pasien adalah tenaga kesehatan yang menangani pengobatan pasien, yaitu dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan yang lain. Tenaga kesehatan ini terikat sumpah profesi untuk tidak menyebarkan rekam medis pasien. Pasien juga berhak membatasi siapa saja yang dapat mengakses data rekam medisnya termasuk keluarganya sendiri.  Dalam kasus kejadian wabah, maka data rekam medis pasien dapat dibuka tetapi terbatas kepada pihak yang berwenang yaitu pihak yang ditujuk oleh pemerintah dalam penanganan penyakit menular.

Pihak berwenang yang ditunjuk dalam penanganan penyakit covid-19 adalah Satuan Tugas Penanganan Covid-19.  Satuan Tugas ini terdiri dari unsur Badan Penanggulangan Bencana Nasional, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementrian kesehatan, dan Kementrian Dalam Negeri. Satuan Tugas  berjenjang dari pusat bahkan sampai ke satuan RW dan RT dengan Satgas Jogo Tonggo. 

Satgas Jogo Tonggo adalah Satuan Tugas Menjaga Tetangga yang bertugas untuk memastikan bahwa warga secara bergotong royong melawan penyebaran dan penularan covid-19 di wilayahnya, sekaligus memastikan dukungan dari luar wilayahnya untuk melawan covid-19 tepat sasaran dan tepat guna. Satgas Jogo Tonggo berbasis gotong royong baik diantara warga dalam satu lingkungan RW dan antara RW dengan RW lainnya di satu wilayah desa. Satgas Jogo Tonggo dipimpin langsung oleh ketua RW dan wakilnya semua ketua RT diwilayah RW serta dibantu oleh seorang bendahara dan seorang sekretaris dan empat bidang satgas.

Dalam menjalankan tugasnya Satgas Jogo Tonggo ini akan berkoordinasi dengan puskesmas dalam penanganan penderita covid-19. Jika ada seseorang yang positif  tidak bergejala berat maka penderita akan dikarantina di rumah. Satgas Jogo Tonggo akan berkoordinasi dengan pengurus RT untuk membantu kecukupan kebutuhan pokok seperti makanan kepada penghuni rumah. Tentu saja koordinasi ini memerlukan alat bantu yaitu media sosial seperti Group WhatApp. Data identitas penderita pasti akan tersebar dalam group tersebut.

ETIKA MEMBUKA DATA PASIEN COVID-19

Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan bahwa pembukaan data identitas pasien covid-19 tidak bertentangan dengan hukum karena penyakit ini sudah menjadi pandemi global. Justru dengan terbukanya data pasien maka proses tracking penyebaran penyakit akan lebih mudah dilakukan. Masyarakat akan belajar bahwa penyakit covid-19 ini bukan penyakit yang memalukan sehingga harus ditutup-tutupi. Penderita juga harus didukung oleh masyarakat sekitar dan bukan untuk dijauhi. Hal ini juga sejalan dengan pendapat  Mahfud MD.  Beliau mengatakan bahwa pembukaan data identitas pasien covid-19 tidak melanggar hukum karena menyangkut kepentingan masyarakat umum.

Bagaimana dengan penderita sendiri yang mengumumkan bahwa dia adalah penyintas covid-19. Jika penderita sendiri yang menyampaikan kepada khalayak umum berarti dia sudah siap menerima risiko datanya tersebar atas kehendak sendiri. Hal ini tidak menjadi masalah karena sesuai dengan peraturan perundangan bahwa data medis pasien dapat diakses umum jika pasien memberikan persetujuan. Hanya saja data yang dibuka untuk umum tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Penderita hendaknya sudah mempertimbangkan akibat yang terjadi jika dia membuka data penyakitnya ke masyarakat umum.

Dengan melihat fenomena pandemi ini, maka menurut hemat penulis diperlukan aturan-aturan khusus dalam membuka data penderita covid-19. Sebagai contoh, bahwa data identitas pasien covid-19 hendaknya tidak diposting ke status umum sehingga semua masyarakat dapat melihat. Apalagi jika disertai dengan foto dan identitas yang jelas terlihat.  Jika data pasien disebarkan terbatas dalam group media sosial hendaknya dalam beberapa hari dapat dihapus. Adapun kumpulan data penderita dapat disimpan khusus untuk petugas yang berwenang dan tidak semua orang dapat mengaksesnya. Semoga kita dapat lebih bijak dan beretika dalam menggunakan media sosial terutama yang berkaitan dengan data medis penderita penyakit covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun