Di kota bawah, ada jejak kerusuhan di beberapa bangunan besar yang hangus terbakar 2 hari pasca hari kemerdekaan (19/8). Saya termenung di luar pagar gedung DPRD, melihat jejak hitam yang merata di seluruh dinding hingga ke atap.  Jelaga hitam seolah-olah ingin meyakinkan saya: mungkinkah pembakaran gedung sebesar ini hanya dengan menyiramkan bensin seperti yang diutarakan oleh supir yang mengantar saya.  Ah, saya tak ingin berandai-andai, biarlah pihak berwajib yang menyelidik dan menyidiknya. Tugas saya ke Manokwari  hanya sebatas menilai pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan dan pelayanan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan dan Taspen pasca bencana sosial.
UHC....ya, tahap satu, artinya semua penduduk Kabupaten Manokwari terdaftar aktif di BPJS Kesehatan. Â Pelayanan bagaimana? Â Sudah ada RS Kelas C di Kota...bangunannya baru, fasilitas terus dibenahi dan dokter spesialis terus ditambah. Pemda sedang menyekolahkan beberapa calon dokter spesialis. Â Di luar kota, di pegunungan, faskes masih kurang, tantangan yang masih sulit diatasi.
Oya, Papua sudah bisa produksi dokter sendiri, di Universitas Cendrawasih. Â Kabar baik lainnya, semua warga tidak ada yang ditolak berobat di RS. Â Pemda bersinergi dengan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Taspen dan Jasaraharja. Dan...ada dana khusus untuk OAP Â - orang asli Papua untuk bantuan transportasi dan lainnya.
Kehadiran BPJS Kesehatan juga bermanfaat bagi pembenahan data kependudukan Papua Barat. Â Setahap demi setahap BPJSK dan Kantor Dukcapil mendata ulang NIK dan Kartu Keluarga (KK) Peserta JKN dan penduduk Papua Barat. Â Dari lapangan pula saya tahu bahwa pencatatan data penduduk dipengaruhi tradisi lokal. Â Banyak OAP tidak memiliki KK karena urusan mas kawin belum selesai, urusan nikah adat belum tuntas..
Tidak ada sejengkal pun tanda-tanda penindasan di Manokwari, dan saya yakin juga di tanah Papua lainnya. Â Sebaliknya, Manokwari dan Papua Barat, sibuk membangun dan mengejar ketertinggalan dari saudara-saudaranya di Indonesia bagian tengah dan barat. Â Masyarakat pun sibuk membangun kehidupan seperti saudara-saudaranya di bagian lain Indonesia.
Selamat tinggal Manokwari, saya terbang kembali 4,5 jam ke Cengkareng, sambil terus menguatkan hati dan nyali terguncang-guncang di udara. Â Kapan-kapan saya akan kembali lagi dan terbang jauh ke pedalaman...insya Allah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H