Mohon tunggu...
Andries Sibarani
Andries Sibarani Mohon Tunggu... profesional -

Profesional/konsultan dengan kompetensi marketing, sales, business development, communications, CSR, dan latar belakang pendidikan S2 Business Administration (MBA).

Selanjutnya

Tutup

Money

Negara Gagal dan Kebangkitan Asia

27 Juni 2012   07:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:29 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

56%

14%

Terlihat bahwa untuk sebagian besar kriteria, negeri baru mereka dianggap lebih baik ketimbang negeri asal, kecuali hubungan kekeluargaan.Hal yang masuk akal, mengingat bahwa para imigran baru ini meninggalkan banyak kerabat mereka di negara asal untuk mengadu nasib di negeri orang.Pengamatan pribadi terhadap komunitas Batak di daerah Pantai Timur Amerika Serikat menunjukkan bahwa adanya paguyuban sangat membantu dalam membangun kembali kekuatan hubungan kekeluargaan.Secara berkala, Parsadaan Bangso Batak (PBB) mengadakan acara-acara bersama yang tujuannya adalah mempererat tali silaturahim dan memperkenalkan tradisi-tradisi Batak yang bahkan di kota-kota besar di Indonesia sudah mulai terlupakan.Salah satunya adalah penggunaan Bahasa Batak dalam pembicaraan sehari-hari.Tidak heran bila ada anak Amerika keturunan Indonesia yang tidak dapat berbahasa Indonesia tapi mampu bercakap dalam Bahasa Batak dengan aksen yang kental, seolah lahir dan besar di Laguboti, Toba.

Implikasi

Sebagaimana diutarakan di atas, Indonesia tergolong “in danger” dan menuju “negara gagal”.Negara besar dengan segala potensi alam dan sumberdaya manusia yang melimpah ini sudah waktunya unjuk gigi dan menjadi pemimpin di kawasan Asia Tenggara.Etos kerja bangsa Skandinavia dengan semangat Viking-nya patut ditiru.Alam Indonesia memang membuat rakyatnya jadi manja dan tidak tanggap terhadap tantangan.Hal yang seharusnya menjadi keunggulan seolah menjadi kutukan.

Di sisi dunia yang lain, terjadi kebangkitan ras Asia.Indonesia sebagai bagian dari benua kuning pun sudah selayaknya memanfaatkan momentum kebangkitan ini dan ikut berpartisipasi di dalamnya.Persepsi dunia Barat yang semakin positif terhadap bangsa-bangsa Asia – dari sisi intelejensia dan etos kerja – hendaknya mampu dijadikan sebagai modal berharga bangsa Indonesia dalam pergaulan internasional.

Dari uraian di atas, ada benang merah antara kriteria “negara gagal” versi Failed States Index dengan persepsi “negara ideal” sebagaimana survei yang dilakukan Pew Research.Perlakuan terhadap orang miskin dan kelompok marjinal serta penegakan hak asasi manusia menjadi hal yang penting untuk diperhatikan agar negara kita bergerak ke arah “negara ideal” dan bukan malah menuju “negara gagal”.

Belajar dari Skandinavia dan China, kedua bangsa ini terlihat mengedepankan semangat, etos kerja dan patriotisme individu sebagai bekal dalam pembentukan komunitas yang lebih solid.Ini mungkin yang sedikit demi sedikit terkikis dari komunitas Indonesia saat ini.Salah satu nilai yang terasa semakin hilang dari bangsa kita adalah semangat gotong-royong dan kebersamaan, yang boleh jadi imbas dari kemajuan teknologi dan modernisasi yang menekankan pada pencapaian individual atau penghargaan model rekor-rekor yang memuaskan segelintir masyarakat.Nilai-nilai kebangsaan dan patriotisme pun semakin luntur dengan perubahan nilai-nilai yang dianut.Coba tanya anak-anak Indonesia yang bersekolah di sekolah-sekolah internasional apa itu Pancasila dan apakah mereka hafal syair lagu Indonesia Raya.Sebagian besar mungkin akan menjawab (dengan Bahasa Indonesia beraksen), tidak hafal atau tidak penting.Kelihatannya sepele, tapi kita hanya akan kuat sebagai bangsa kalau memiliki rasa bangga pada negara ini.

Andries Sibarani, MBA
Sr. Consultant, Alomet & Friends

asibarani@alumni.iu.edu
www.alomet.net

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun