Sindrom ini sering hinggap pada seseorang yang merasa dirinya berprestasi dan tersohor.
Fakhri telah berkali-kali menyampaikan hal tersebut ke asuhannya, sebab banyak pemain bola Indonesia hilang dan jatuh karena sindrom itu.
Fakhri menilai salah satu penyebab munculnya sindrom ini adalah adanya pujian yang berlebihan dari media ke si pemain. Namun sebetulnya apa yang sudah diraih si pesepakbola tersebut belumlah seberapa. Pemain yang mendapat sanjungan itu lantas merasa dirinya yang terhebat.
Tambahnya lagi, apa yang diungkapkan lewat tulisan umumnya lebih hebat ketimbang kenyataannya. "Padahal dia barulah calon, bukan bintang sesungguhnya" kata Fakhri.
Selain tulisan di media, faktor media sosial merupakan salah satu penyebab utama sindrom bintang.
"Coba lihat, pujian datang ketika pemain bermain bagus, tapi kalau jelek, mereka juga dihujat. Sulit memang, kalau si pemain bermental kuat tak masalah, tapi kalau tidak?," ujarnya.
Lalu apa upaya untuk menekan sindrom ini?
Bukan tak ada upaya untuk mengurangi sindrom bintang ini. Salah satu cara untuk menekannya adalah dengan menjalin komunikasi antar tim.
Laksmiari Saraswati, seorang psikolog Timnas Garuda bahkan diberi tugas untuk membantu tim pelatih.
Metode lain yang diterapkan adalah membatasi pemakaian gadget pada para pemain. Semakin dekat saat laga, pemakaian gadget juga tentu semakin dibatasi, bisa cuma 30 menit sehari.
Fakhri bahkan menegaskan bahwa gawai merupakan musuh utama di skuad Garuda.Â