Nusa Tenggara Timur adalah salah satu daerah itu yang mungkin dapat menjadi sentra.
"Yang paling memungkinkan dan paling efektif ialah NTT" Enggartiasto menjelaskan.
Disebutnya, faktor cuaca. Di Flores tiga bulan hujan dalam setahun, sedang di Timor dua setengah bulan hujan dalam setahun.
Selain itu, faktor dari air, kualitas air laut di NTT cenderung lebih jernih daripada wilayah lain di negeri ini.
"NTT yang terbaik" tuturnya.
Inilah yang menjadi penyebab mengapa pemerintah pusat dan gubernur Nusa Tenggara Timur berusaha semaksimal mungkin untuk menjadikan wilayah NTT sebagai produsen garam.
Dengan asa keberhasilan menjadikan NTT sebagai sentra produksi garam, derasnya impor garam selama ini bisa dihambat.Â
Produksi garam untuk kebutuhan nasional baru 50 persen dari keseluruhan, itulah yang menjadikan garam harus diimpor, walau negara kita mempunyai garis pantai yang terpanjang di dunia. Namun sayang, air lautnya masih berkualitas jelek, kotor, dan kecokelatan, yang berarti air laut tersebut sudah sangat terkontaminasi (di laut Jawa).
Kalau yang terbaik di Jawa adalah Madura. Namun  terbaik secara nasional adalah di Kupang, NTT. "Madura sudah menurun, Flores hujan tiga bulan setahun, Darwin 1 bulan setahun" kata Enggar soal iklim yang merupakan faktor utama untuk produksi yang baik.
Sementara, terkait dengan melonjaknya dolar AS terhadap rupiah, bukankah tingkat impor sering dianggap menjadi salah satu biang keladi dari anjloknya nilai tukar rupiah?
Impor selain garam, juga gula, beras, kedelai, dsb