Jika Anda memiliki hobi membaca, membaca dari berbagai genre, termasuk di antaranya membaca biografi dari orang-orang tersohor yang berhasil di bidang yang digelutinya. Mungkin salah satu idola Anda adalah Bruce Lee.
Bruce Lee tercatat pernah mengatakan, bahwa "orang yang saya takuti bukan orang yang berperang dengan pedang. Tapi, orang yang berkelahi dengan tangan kosong".Â
Menurut jagoan silat itu, orang yang beradu dengan pedang, perhatiannya bakal terfokus pada pedang itu. Alhasil, kekuatan-kekuatan yang lain umpama pukulan dan tendangan, malah "terlupakan". Hasilnya, jika pedangnya sukses ditaklukkan, maka ia menjadi seperti orang yang kehilangan segalanya.
Berbeda dengan orang yang semenjak awal berkelahi dengan tangan kosong. Ia justru bakal bertarung dengan segala kemampuan yang ada pada dirinya. Ia akan berkelahi mati-matian menggunakan segala aspek yang dipunyai, bahkan bila perlu menggigit atau jika terdesak, lari! Sederhana, simpel, namun betul-betul ampuh dalam semua macam kondisi dan suasana.
Ungkapan Bruce Lee itu merupakan sebuah "filosofi" kehidupan yang patut kita renungkan. Karena, sejatinya kita memang telah diberi banyak potensi yang telah tertanam dalam diri. Indera, perasaan, kaki, tangan, otak, sampai berbagai macam "penamaan" - panggilan jiwa, budi pekerti, atau apa lah namanya - merupakan fasilitas istimewa yang diberikan Sang Maha Pencipta untuk kita semua.
Namun, timbul pertanyaan, sudahkah kita benar-benar merenungkan, apa yang telah diberi kepada kita? Karena, kerap kali lantaran begitu sederhana dan simpelnya semua itu, kita malah terkadang meremehkan. Sebab seolah-olah segala sesuatu sudah otomatis bekerja, kita kerap melupakan betapa spesialnya masing-masing fungsi dan peran fasilitas yang diberi kepada kita semua.
Sebuah analogi berikut barangkali bisa jadi renungan. Suatu kali, semua anggota tubuh sedang berargumentasi. Mereka merasa, bahwa bagiannya adalah yang paling berharga buat manusia. Jantung berkata, tanpa denyutnya, semua akan mati. Paru-paru juga mengaku, jika tanpa nafas, manusia tidak akan bisa hidup lama. Otak tak mau kalah, ia berujar, jika semua diatur tanpa otak, tak bakal bisa bergerak. Begitu hiruk-pikuk, semua bagian badan berkata bahwa dirinyalah yang paling berjasa untuk manusia.Â
Sampai, satu bagian terakhir, sembari malu-malu, anus mengatakan bahwa dirinya amat istimewa sebab tiap hari menolong pembuangan sisa-sisa sampah manusia. Mendengar itu, semua tertawa. Mereka memperolok, bahwa peranan anus cuma sekedar peran kecil yang tak berguna. Mendengar perkataan itu, karena merasa dilecehkan, anus mogok bekerja. Sehari, dua hari, sampai hari seterusnya.Â
Perut mulai mulas, otak keleyengan karena sisa makanan tidak dibuang, sampai semua bagian badan akhirnya merasa tidak nyaman akibat tidak dapat membuang sisa makanan. Alhasil, mereka semua sepakat, walau terkesan sepele dan sederhana, peran anus sangatlah istimewa. Begitu pula yang lain. Mereka semua sepakat, masing-masing mempunyai keistimewaan yang tidak dapat dipisah-pisah.
Demikianlah, kerap tanpa disadari, mungkin kita pernah kurang memerhatikan hal-hal simpel di sekeliling kita. Ucapan terima kasih contohnya. Walau mudah untuk diucapkan, tak jarang itu sering dilupakan. Padahal, cuma dengan dua kata itu, bisa jadi orang akan merasa dihargai atas perannya. Apalagi, mengucapkannya dengan kelembutan dan ketulusan, sudah pasti orang yang diberi ucapan terima kasih, akan menyambut sukacita. Dan berikutnya, rasa gembira itu bisa jadi bakal menular membawa kebaikan ke mana-mana.
Atau, hal sederhana lainnya, kata maaf. Walau sangat mudah diucapkan, kerap kali kata maaf hanya terucap setahun sekali, terutama di hari raya. Padahal, dengan segera memohon maaf kala berbuat salah -dan sebaliknya, memaafkan kala dimintai maaf - bakal menjadikan hidup lebih bahagia, damai dan tenang. Ujungnya, perasaan tenteram bakal membuat hidup lebih harmonis dan menyenangkan.
Merunut ke soal Bruce Lee tadi, kesederhanaan kerap kali bisa jadi senjata kehidupan. Karena, dengan hidup sederhana, ada banyak makna dasar yang dapat kita urai dari kehidupan. Kesederhanaan bakal membuat kita tahu dengan jelas sebuah masalah, memahami dengan lebih lapang semua persoalan, serta memampukan kita menjadi orang yang cerdas di kehidupan.
Tentunya, bukan bermakna kita tidak boleh hidup dengan fasilitas tambahan. Sukacita berlebih atas apa yang telah kita capai, bersenang-senang atas apa yang telah kita perjuangkan, adalah hak kita sesudah berhasil mencapai apa yang diidam-idamkan. Tapi, lagi, segala itu mesti dikembalikan pada "kebutuhan dasar", yaitu hal-hal sederhana tadi.
Kebutuhan dasar yang sederhana seperti cinta, tawa, bahagia, sampai rasa dihargai, bakal jauh lebih memberi arti dalam kehidupan. Itu semua adalah "senjata tangan kosong" yang malahan bakal membuat kita dapat memenangkan banyak pertarungan di kehidupan.Â
Kala kesukaran, kala halangan, kala tantangan, hingga pelbagai ujian datang, saat kita telah memahami apa yang kita cari, yaitu hakekat hidup itu sendiri, maka kita akan benar-benar bisa jadi pemenang hidup yang sejati.Â
Mari, biasakanlah kesederhanaan dalam keseharian. Jadikan setiap momen menjadi hal yang penuh arti dengan cara-cara yang sederhana tapi penuh makna. Melalui cara-cara sederhana, kita bakal menjadi manusia "kaya" yang seutuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H