Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Karyawan -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

rindu tak berujung rasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanpa Dukungan Keluarga, Terapi "Down Syndrome" Tak Akan Maksimal

8 Agustus 2018   04:44 Diperbarui: 8 Agustus 2018   05:45 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
syndromepictures.com

Tidak selalu latihan itu harus di klinik. Orangtua yang sebenarnya harus melakukan lebih banyak di rumah. Ketika kembali ke klinik untuk pemeriksaan, dokter akan mengevaluasi sejauh mana perkembangannya, dilihat rekam mediknya, bagian mana yang harus diintervensi dokter, dan mana yang harus dilakukan orangtua.

Misalnya, untuk mengejar target si anak harus bisa mengangkat leher, harus diperiksa dulu pastikan lehernya sudah kuat dan siap dilatih. Orangtua diajarkan cara menggendong yang benar, membuat pola gerak agar anak bisa menumpu dengan baik, bisa mengangkat kepalanya.

Sebaliknya, jika di rumah hanya dibaringkan saja, anak tidak akan terstimulasi. Di sinilah orangtua punya peran besar. Selengkap apa pun tim di rumah sakit, tanpa dukungan keluarga, hasilnya tak akan maksimal.

Terkait disabilitas intelektual, Dr. Luh menjelaskan hal ini penting dipahami, terutama pada anak-anak DS yang memasuki usia sekolah.

Disabilitas intelektual memiliki komponen atensi, yakni seberapa dia mampu memusatkan perhatian. Belajar butuh atensi, mampu menyimpan dalam memori, dan menyelesaikan masalah. Itu sebabnya, anak DS yang ingin bersekolah perlu diperiksa dulu, bagaimana kondisi fisik maupun basic skill-nya.

Yang pasti, anak DS sangat individual, pendekatan dan terapinya sangat spesifik sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing. Yang juga perlu diingat, anak-anak DS memandang dunia dengan berbeda.

"Mereka selalu tampak bahagia. Anak-anak dengan DS sangat polos, tidak punya pikiran negatif, dan tidak punya niat jahat," ungkap Dr. Luh. "Jika mereka melakukan hal di luar dugaan, seperti memukul teman, pemicunya lebih karena penalaran yang tidak berfungsi."

Prof. Rini mengingatkan agar para orangtua yang memiliki anak dengan DS terus memantau tumbuh kembang mereka, serta memenuhi kebutuhan gizi dan stimulasi yang tepat dan maksimal.

"Dengan asah, asih, dan asuh yang maksimal, anak-anak, apa pun kondisinya, akan tumbuh sesuai potensi optimal mereka," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun