Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Karyawan -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

rindu tak berujung rasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengungkap Kasus Pembunuhan dengan Metode "Cruentation"

6 Agustus 2018   03:33 Diperbarui: 6 Agustus 2018   14:50 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nationalgeographic.com

Bukan hanya cruentation yang menjadi cara ganjil dalam pengadilan beberapa abad lalu.

Ada juga sistem peradilan yang memutuskan vonis dengan air. Salah satunya adalah metode tersohor di mana terdakwa yang memang bersalah akan mengapung, sedangkan yang tak bersalah akan tenggelam.

Sementara itu, dalam pengadilan yang memanfaatkan api untuk menentukan vonis, terdakwa akan dipaksa untuk memegang besi panas, atau berjalan di atasnya. Terdakwa akan diputuskan bersalah jika Yang Maha Kuasa tidak menyembuhkan luka bakar mereka dalam waktu tiga hari.

Metode tak lazim tak hanya diterapkan di pengadilan kota kecil. Faktanya, Raja James I juga percaya sepenuhnya pada cruentation. Pada 1597, sang raja menulis risalah berjudul Daemonologie, di mana ia mendukung cruentation sebagai cara untuk memastikan kesalahan.

Anehnya, sebagian besar jenazah yang mengeluarkan cairan di persidangan adalah lelaki. Inilah temuan Molly Ingram, peneliti sejarah di University of Oregon, ketika memeriksa sejumlah catatan pengadilan yang menerapkan cruentation dalam kasus pembunuhan.

Ingram mendapati tak banyak wanita yang berada dalam catatan jenazah yang mengeluarkan cairan, kecuali sebagai tersangka. Kesaksian kaum wanita juga tidak banyak ditemukan dalam catatan pengadilan.

Dalam satu catatan langka dari tahun 1660, terungkap bahwa Thomas Mertine dari Maryland didakwa memukul pelayan wanita bernama Catherine Lake sampai tewas. Di persidangan, catatan menyebutkan bahwa "jenazah tidak mengeluarkan darah".

Maka, meski ada kesaksian dari tiga orang yang melihat Thomas memukuli Catherine, kematian sang pelayan dianggap bukan karena pemukulan majikannya, melainkan penyakit histeria. Thomas Mertine divonis bebas.

Bahkan saat Christopher Columbus menemukan Dunia Baru dan Renaissance berkembang, banyak yang masih bergantung pada keajaiban dalam penuntasan konflik hukum, termasuk cruentation, yang bertahan sampai abad ke-18.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun