Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Karyawan -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

rindu tak berujung rasa

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ginjal, Mana yang Lebih Baik Metode Cuci Darah HD atau CAPD?

24 Juli 2018   05:56 Diperbarui: 24 Juli 2018   06:01 2967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, prevalensi penderita penyakit ginjal kronik di Indonesia diperkirakan mencapai 2 per 100.000 penduduk. Namun, hanya 60 persen pasien yang dapat mengakses layanan dialisis, dan hanya 10 persen yang menjalani terapi sampai tuntas.

Pilihan terapi yang tersedia adalah hemodialisis (HD), Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis atau cuci darah melalui perut (CAPD), dan transplantasi ginjal. Jumlah pasien ginjal tahap akhir yang menjalani hemodialisis lebih banyak, dan sebagian kecil saja yang menjalani CAPD.

Data BPJS tahun 2015 menunjukkan 94 persen pasien gagal ginjal menjalani hemodialisis dan kurang dari 5 persen yang memilih cuci darah via perut. Tak heran jika hemodialisis sangat membebani BPJS, menghabiskan 2,6 triliun rupiah dalam setahun.

Di Indonesia, saat ini diduga ada 2,9 juta penderita penyakit ginjal tahap akhir, yang dikenal juga dengan sebutan PGTA.

Memilah metode cuci darah

Mana yang lebih baik, hemodialisis (HD) atau cuci darah lewat perut (CAPD)?

Studi perbandingan efektivitas harga antara kedua metode tersebut dilakukan oleh Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, ketua studi dan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat FKUI, menjelaskan bahwa studi tersebut dilakukan pada 3 rumah sakit di Jakarta dan Bandung, melibatkan 120 pasien gagal ginjal stadium akhir.

Hasilnya, biaya yang dikeluarkan untuk cuci darah per tahun mencapai 115,5 juta per orang. Sementara itu, jika menjalani cuci darah lewat perut, biaya yang dihabiskan adalah 130,7 juta.

Meski begitu, kualitas hidup pasien yang menjalani cuci darah melalui perut ternyata jauh lebih baik. Karena ia tidak perlu bolak-balik ke rumah sakit, pasien juga dapat berhemat untuk ongkos transportasi.

Studi tersebut mengungkap, penghasilan pasien cuci darah yang hilang karena harus ke rumah sakit dua kali seminggu mencapai 8 juta rupiah. Transportasi yang dihabiskan mencapai 5,2 juta, sedangkan peserta CAPD hanya 3 juta.

Studi ini menyimpulkan, CAPD berpotensi menghemat dana JKN sebesar 48 juta lebih per orang per lima tahun. Para pakar sepakat menyimpulkan bahwa mengalihkan terapi dari HD ke CAPD dengan segera bisa memberikan manfaat lebih bagi pasien.

Sembelit dan risiko gangguan ginjal

Sembelit bisa meningkatkan risiko penyakit ginjal, kata studi baru yang dipublikasikan di The Journal of the American Society of Nephrology.

Asumsi ini didapat tim peneliti yang menganalisis rekam medis 3,5 juta veteran tentara di Amerika Serikat dengan fungsi ginjal normal pada awal analisis. Sejumlah veteran telah didiagnosis memiliki sembelit, dan tim peneliti mencoba memberi peringkat pada tingkat keparahan dibandingkan dengan seberapa sering veteran menggunakan obat pencahar. 

Setelah dipantau selama 7 tahun, tim peneliti mendapati 360.541 penyakit ginjal kronis dan 7.677 kasus gagal ginjal. Pada mereka yang mengalami konstipasi, risiko terhadap penyakit ginjal lebih tinggi sebesar 13 persen. 

Begitu pula risiko untuk gagal ginjal, yang meningkat 9 persen. Studi ini juga menemukan bahwa fungsi ginjal merosot lebih cepat pada orang yang mengalami sembelit yang lebih parah.

"Ginjal kronis menyerang lebih dari 10 persen populasi, karena itu penyakit ini menjadi permasalahan penting dalam kesehatan publik," ujar Dr. Csaba P. Kovesdy, profesor ilmu kedokteran di University of Tennessee dan salah satu peneliti senior di tim tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun