Alga, salah satunya. Saat sumber makanan bagi krill, crustacea kecil yang menjadi santapan utama banyak burung laut, ini terurai secara alami, ia memancarkan bau belerang menyengat - yang dikenal sebagai dimetil sulfida (DMS). Bagi burung laut yang mengonsumsi krill, bau belerang ini menjadi petunjuk yang menuntun mereka menuju sumber makanan.
Nah, sampah plastik yang mengapung di permukaan laut menjadi "rumah" sempurna bagi pertumbuhan alga. Saat alga terurai dan memancarkan bau DMS, burung-burung laut yang menuruti penciumannya untuk menemukan krill pun dituntun ke "perangkap" itu. Alih-alih melahap krill, mereka memakan plastik.
Sampah plastik telah menumpuk dengan cepat di lautan, berlipat ganda setiap dekade. Pada 2014, sebuah studi global mengukur banyaknya plastik di lautan. Studi itu mendapati seperempat miliar ton jumlah sampah plastik, sebagian besar berwujud partikel-partikel kecil seukuran beras.
Tak kurang dari 200 spesies hewan telah tercatat pernah mengonsumsi plastik di lautan, termasuk kura-kura, paus, anjing laut, dan ikan. Burung laut memiliki risiko tersendiri. Studi yang dilakukan tim ilmuwan di Australia menyimpulkan bahwa seluruh spesies burung laut saat ini telah memakan plastik.
Ilmuwan sudah lama menduga bahwa sampah plastik kerap disangka makanan oleh hewan-hewan laut. Penyu laut, misalnya, sering salah mengira kantung plastik bening sebagai ubur-ubur.
Sementara itu, ikan melahap plastik seukuran bulir beras karena mirip partikel kecil yang biasa mereka makan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H