Latar belakang
Haji Abdul Malik Karim Arullah atau lebih dikenal sebagai Hamka merupakan sastrawan yang lahir di Kampung Molek, Maninjau, Sumatra Barat, 17 Februari 1908. Beberapa karya sastra yang dianggitnya, di antaranya, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau ke Deli. Selain terkenal sebagai sastrawan, Hamka juga merupakan seorang intelektual Islam, wartawan, dan aktivis politik kenamaan. Â Beliau di tahun 1924, mulai aktif dalam gerakan Muhammadiyah dan juga aktif dalam kegiatan politik dan menjadi anggota partai politik Syarikat Islam. Selain aktif dalam intelektual Islam maupun aktivis politik kenamaan, beliau juga aktif sebagai wartawan, penulis, editor, dan aktivis penerbitan. Beberapa surat kabar yang beliau buat adalah Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Beliau juga sebagai editor dan menerbitkan Kemajuan Masyarakat. Selain editor ia juga menerbitkan majalah seperti majalah al-Mahdi di Makassar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyrakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam. Hamka meninggal dunia (di usia 73 tahun) pada 24 Juli 1981 di RS Pusat Pertamina Jakarta dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Alur
Hamid adalah seorang muslim yang kelahirannya di  Minangkabau, Sumatra. Ia dibesarkan oleh ibunya sejak berusia empat tahun, karena pada saat itu ayahnya telah meninggal. Ketika Hamid berusia enam tahun, ia disekolahkan oleh Haji Ja'far bersama anak perempuannya yaitu Zainab di sekolah yang sama. Setelah menyelesaikan pendidikan masing-masing di sekolah Hindia Belanda, Hamid dan Zainab mulai jatuh cinta tetapi sama-sama tidak menyatakannya hingga kemudianmereka terpisah karena Hamid memutuskan pindah dari Padang ke Padang Panjang untuk meneruskan pendidikan ke sekolah agama. Namun, sejak ayah Zainab meninggal, yang disusul dengan meninggalnya Mak Hamid, mereka berdua telah jarang bertemu. Dalam suatu perjamuan, Hamid dihadapkan oleh permintaan Mak Asiah yaitu mak dari Zainab, untuk membujuk anaknya menikah dengan sepupunya. Permintaan Mak Asiah itu dijalankan oleh Hamid karena ia telah mengingat maknyasemasa hidup juga tidak mengizinkannya menikahi Zainab karena perbedaan kelas sosial. Hamid kemudian mengalami sakit hati akibat keputusan yang telah ia ambil. Lalu, Hamid memutuskan untuk pergi ke Mekkah.Setelah setahun berada di Mekkah, Hamid yang mulai menderita penyakit bertemu dengan Saleh. Istri Saleh, Rosna, adalah teman dekat Zainab sehingga Hamid dapat mendengar kabar tentang Zainab, termasuk kerealitas bahwa Zainab mencintai dirinya dan Zainab tidak jadi menikah dengan laki-laki pilihan maknya. Setelah menyadari hal tersebut, Hamid bermaksud untuk kembali ke Padang usai menunaikan ibadah haji. Pada saat bersamaan Saleh melalui istrinya mengirimkan surat untuk diberikan kepada Zainab yang isinya menggambarkan pertemuannya dengan Hamid. Namun, Saleh mendapat balasan dari istrinya Saleh bahwa Zainab telah meninggal dunia; Saleh tidak memberikan kabar tersebut kepada Hamid sebelum akhirnya Hamid memaksanya. Kenyataan itu disusul dengan meninggalnya Hamid di hadapan Ka'bah.
Konflik Kisah Cinta Hamid dan Zainab dalam Novel "Di Bawah Lindungan Ka'bah"
Artikel ini membahas konflik romantis yang melibatkan perbedaan sosial, restu orang tua, persaingan dalam cinta, dan jarak fisik serta waktu dalam novel tersebut. Fokus khusus diberikan pada konflik romantis yang terdapat dalam novel "Di Bawah Lindungan Ka'bah" karya Hamka. Melalui analisis mendalam, artikel ini menggali kompleksitas hubungan romantis yang dihadapi oleh tokoh-tokoh utama dalam novel tersebut. Penulis juga menyoroti pentingnya konflik dalam mengembangkan karakter, memperkuat alur cerita, dan menyampaikan pesan-pesan penting kepada pembaca. Dengan memahami konflik romantis dalam novel, pembaca dapat merenungkan aspek-aspek universal dalam hubungan dan mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang kehidupan dan cinta. Konflik romantis muncul antara Hamid dan Zainab, yang saling jatuh cinta namun harus menghadapi berbagai rintangan dalam menjalani hubungan mereka. Salah satu rintangan utama adalah perbedaan status sosial dan ekonomi antara keduanya, di mana Hamid berasal dari keluarga miskin sementara Zainab berasal dari keluarga yang lebih berada. Selain masalah sosial dan ekonomi, konflik antara Hamid dan Zainab adalah dari restu orang tua. Kedua tokoh utama, Zainab dan Hamid, juga menghadapi konflik dalam hal mendapatkan restu dari orang tua mereka. Mak Hamid tidak mengizinkannya menikahi Zainab karena perbedaan kelas sosial. Sementara itu, Mak Asiah ibunya Zainab berkeinginan agar Zainab menikah dengan sepupunya agar bisa meneruskan warisan dari Almarhum ayah Zainab yaitu Engku Haji Ja'far.
Selanjutnya konflik dari jarak fisik dan waktu. Setelah Hamid membujuk Zainab untuk menikah dengan sepupunya, ia memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman dan pergi ke Mekkah. Di Mekkah ia tinggal dengan seorang Syekh. Selama di Mekkah Hamid mulai sakit karena ia merindukan Zainab. Kemudian tak disangka-sangka sahabat Hamid yaitu Saleh yang ingin ibadah haji bertemu dengan Hamid. Selain tujuan dari ibadah haji, tujuan Saleh adalah untuk memberikan informasi kepada Hamid bahwa kini Zainab sedang dalam keadaan sakit-sakitan dan ia tidak jadi menikah dengan sepupunya. Dengan kabar itu Hamid langsung gembira dan memutuskan sehabis ibadah haji akan bertemu Zainab. Sementara itu, Â Saleh sahabat Hamid segera mengirim surat kepada istrinya yaitu sahabat dari Zainab. Ketika surat itu sampai kepada Zainab, alangkah senang hati mengetahui bahwa orang yang dicintainya ternyata masih ada. Namun, penyakit yang diterima Zainab makin hari makin parah. Dengan segala kekuatan tenaganya ia menulis surat untuk orang yang dikasihinya. Namun disisi lain, suhu badannya Hamid makin tinggi ketika ia sedang mengerjakan Wukuf . Â pada saat yang sama, surat dari Rosna yang diterima Saleh menerangkan bahwa Zainab telah wafat dan Hamid menanyakan isi surat itu. Dengan berat hati Saleh menerangkan musibah kematian Zainab dan tak disangka-sangka Hamid juga menyusul kematian Zainab. Konflik romantis ini menjadi inti dari cerita dalam novel "Di Bawah Lindungan Ka'bah". Melalui konflik-konflik tersebut, Hamka mengeksplorasi tema cinta yang terhalang oleh perbedaan sosial, jarak fisik dan waktu, serta harapan keluarga.
Kutipan Favorit dalam Novel "Di Bawah Lindungan Ka'bah"
Hidupmu yang tiada mengenal putus asa, kesabaran dan ketenangan hatimu menanggung sengsara, dapatlah menjadi tamsil dan ibarat kepada kami. Engkau telah mengambil jalan yang lurus dan jujur di dalam memupuk dan mempertahankan cinta.
Allah adalah Mahaadil. Jika sempit ini bagimu berdua, maka alam akhirat adalah lebih luas dan lapang, di sanalah kelak makhluk menerima balasan dari kejujuran dan kesabarannya; di sanalah penghidupan yang sebenarnya, bukan mimpi dan bukan tonil. (Hamka 2011: 71-72)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H