"Ehmm..lagi kerja?," tanya kawan saya Dede. Dede adalah wartawan magang di salah satu Surat Kabar di Kalimantan Timur. Baru sekitar dua bulan dia menjadi kuli tinta, meninggalkan pekerjaannya sebagai pengajar di salah satu lembaga kursus di Balikpapan.
Walaupun alumni Jurusan Jurnalistik di satu Universitas terkemuka di Sumatera, dia cukup piawai Matematika. Buktinya, dia mampu mengajar ilmu Matematika di lembaga kursus untuk siswa SMP. "Saya alumni Jurnalistik. Rasanya sayang kalau saya tidak pakai ilmunya," kata Dede waktu saya tanyakan kenapa meninggalkan pekerjaan yang mulia sebagai oemar bakri
Setelah tuntas menyelesaikan ketikan, dia bercerita pengalaman liputan hari itu Menurutnya, pengalaman itu yang pertama menjadi wartawan. Hari itu Dede liputan soal ketenagakerjaan di Balai Latihan Kerja (BLK) yang mencetak calon tenaga kerja andal.
BLK itu termasuk yang paling tokcer di Kota Balikpapan karena sebelum lulus, para peserta sudah ditawari pekerjaan. Setelah lulus, mereka langsung bekerja di perusahaan ternama. Peserta juga tak perlu mengeluarkan duit banyak untuk menimba ilmu karena mayoritas dibiayai oleh pemerintah. Dengan fasilitas lengkap yang juga mayoritas dari pemerintah, jadilah peserta calon pekerja yang mumpuni. Karena itu tak mudah menjadi peserta. Butuh seleksi panjang. Persaingannya ketat. Dari ratusan orang yang mendaftar, hanya puluhan yang diterima.
Tapi bukan itu sisi yang ingin ditonjolkan Dede kepada saya. Dalam sesi wawancara dengan pengelola BLK, Dede menemukan fakta menarik.
Setelah bertanya panjang lebar kepada narasumber, Dede meminta data aset bergerak dan tidak bergerak BLK untuk memperkaya laporan. Si narasumber meminta stafnya mengambil map berisi data untuk Dede. Tapi bukan data yang diterima Dede, melainkan amplop putih berisi uang.
"Apa ini pak," tanya Dede kepada narsum.
"Itu uang bensin, saya tahu kamu kan kesini pakai kendaraan," jawab narsum.
"Tidak perlu pak," lanjut Dede.
"Tidak apa-apa. Itu sudah dianggarkan," kata narsum.
"Saya tidak bisa terima pak. Jangan-jangan ada apa-apa disini pak," tanya Dede.
"Maaf kalau begitu mas. Kami kira seperti biasa," kata narsum.
Dede mengaku tersinggung dengan narasumber yang menyodorkan amplop berisi uang . Kenapa tersinggung? "Artinya dari pertama saya wawancara, pikirannya (si narasumber), saya ini mau minta duit," jawab Dede.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H