Mohon tunggu...
Pyan Sopyan Solehudin
Pyan Sopyan Solehudin Mohon Tunggu... -

http://asicafe.wordpress.com sebagai tempat untuk bisa menulis esei, puisi, cerpen, dan novel dengan berbagai tema.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Buku, Panutan, dan Fikih Tolol

13 Mei 2010   04:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:14 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Supaya bisa mengkaji kisah-kisah dalam al-Quran itu, sedari kecil si anak sudah diperkenalkan pada karya-karya kreatif manusia. Tulisan berupa novel, cerpen, ataupun puisi bukan semata-mata rekayasa cerita. Itu adalah kenyataan sebenarnya hidup yang persuasif, dibandingkan ceramah degil yang masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri. Karena Fiqh Tolol itulah yang membuatku sekarang tak mampu membaca situasi, pikiranku beku, bangsa direndahkan, Islam dilecehkan. Kenapa berkembang pemikiran seperti itu, Fiqh Tolol itu?

Memang aku ini generasi frustasi. Aku menjadi frustasi karena kau, saudara. Tidak membiarkanku mencari sendiri apa sebenarnya hidup, siapa Tuhanku sebenarnya. Memang kau ini Malaikat ya, Muhammad ya, sehingga petantang-petenteng seolah-olah tahu bagaimana masa depanku, bagaimana gerak hidupku. Kau tidak menghargai aku sebagai manusia. Kau menggapnya aku hanya sebagai benda, sebagai kerbau yang gampang dicocoki mulutnya. Kau telah merendahkanku.

Mulutmu berbusa mengagung-agungkan tokoh ini-itu. Muhammad, Isa, Ibrahim, Musa dan Para Nabi Rasul lainnya. Memang aku sangat butuh tuntunan dan aku mengakui bahwa beliau adalah panutanku, Sallaallahu Alaihis Wasallam, Alaihissalam, yang dirahmati Allah. Tapi aku ingin kau jelaskan sisi kemanusiaanya beliau, yang dengannya aku bisa meneladaninya, menjadi acuan pikiranku. Dengan kau mengagung-agungkannya, menjauhkannya dari sisi kemanusiaannya membuat bingung saja darimana aku bisa meneladaninya.

Tapi sebenarnya yang tidak ada pada diriku mungkin adalah kesediaanku, niatku yang tulus ingin menjadikan beliau menjadi panutanku. Mengatakan panutan hanya menjadi gincu saja, bukan keluar dari lubuk hati terdalam, dari alam bawah sadarku. Di dadaku ini masih saja mengagungkan Soros, Waren Buffet, Fir’aun, Namrudz dan sejumlah pemuja Materialisme, yang al-Dzaallin dan al-Maghdubi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun