Mohon tunggu...
Pyan Sopyan Solehudin
Pyan Sopyan Solehudin Mohon Tunggu... -

http://asicafe.wordpress.com sebagai tempat untuk bisa menulis esei, puisi, cerpen, dan novel dengan berbagai tema.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Esok adalah Esok

13 Mei 2010   02:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:14 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kejadiannya bermula dari sebuah mimpi yang saya anggap mimpi tidak biasa. Jika dulu aku bermimpi bertemu Luna Maya, tapi sekarang lain. Dalam mimpi itu aku bertemu seorang tua yang rasa-rasanya aku pernah berjumpa dengannya. Sekuat tenaga aku mengingatnya, tapi ingatan tak sepenuhnya bisa kuhimpun. Tapi itu tidak penting siapa itu orang tua, yang pasti perbincangannya yang ingin kusampaikan.

“Hai anak muda, apa yang kau pikirkan saat ini,” pak Tua bertanya padaku, dengan kata-kata yang mantap.

Diam sejenak berpikir untuk mencoba menyusun kata sebagai kira-kira jawaban. “Tak tahu Mama. Terlalu banyak pikiran, sehingga tak jelas apa yang kupikirkan”. Jawabku tergagap dan kecil terdengar.

“Tak hendak segera kawin?” tiba-tiba pak Tua menerobos pertanyaan dalam diamnya terpakuku. “Mu..mu..ngkin”, jawabku terbata seolah jawabannya di hati sudah diterka. “Tapi saya tidak ingin berpanjang lebar, saya hanya mau menyampaikan amplop ini ke kamu. Ini titipan dari kakek untuk diserahkan ke kamu. Rupanya kamulah orangnya.

“Ini,” pak Tua menyodorkan amplop, dan membiarkannya tergeletak di atas meja. Ketika aku mau melontarkan satu pertanyaan, ia sudah hilang dari hadapanku. Lalu kuraih amplop itu, dan kubaca. Beginilah isi tulisannya:

Betulkah bahwa hidup adalah baik dan semakin bertambah baik? Tidakkah bahwa semua mimpi-mimpi yang terucap ataupun tercerap di alam bawah sadar kita akan terwujud adalah pikiran naif? Apakah segala hasrat akan tetap bisa berjalan, dan kebutuhan kita akan selalu terpenuhi?

Tuhan tidak semata-mata membenakkan pikiran kepada otak kita, kecuali Tuhan sendiri yang menyediakan perkakas untuk mewujudkannya. Dan Tuhan akan senantiasa memenuhinya. Maka jangan kau risau dengan kisah lalu bangsamu. Tataplah masa depan dengan senyum kemenangan. Jalani hidup dengan penuh kesadaran. Yakinlah bahwa mimpi-mimpimu telah tertulis dan tertasbihkan sepanjang perjalanan.

Tak ada yang bisa menghalangi langkah perjalananmu. Tak ada yang mampu menorehkan perwujudan sigala mimpi-mimpimu kecuali dirimu. Hidupmu akan menjadi luar biasa. Sempurna membahana ke seantero nirmaya.

Layaklah hidup untuk dirayakan dalam keremangan cahaya-cahaya. Bukankah kau sudah melihat cahaya di ufuk itu. Kau bisa menatap kefanaan karena cahaya itu. Sebongkah cahaya yang dipantulkan dari sinar maha sinar sepanjang zaman. Cahaya itu menjadi obor penerang. Sejak Promoteus yang dianggap telah mencari api pengetahuan dari dewa, demi kita. Demi kita sebagai manusia yang tiada terbatas. Tidak sepantasnya kau bermurung diri, tidak berbuat untuk dunia.

Menjadilah arif. Karena kearifan adalah puncaknya. Kearifan dalam bentuk apapun, entah yang dibicarakan Barat ataupun Timur, Utara ataupun Selatan pada dasarnya adalah kemanusiaan. Bahwa manusia memiliki sejumlah potensi, konseptual dan teknikal dalam mencapai kemakmuran di seantero bumi. Meskipun, selalu saja ada orang-orang dan pihak-pihak yang menyalahgunakan apa yang telah ditemukannya. Kini saatnya kau keluar untuk mengubah duniamu.

Semestinya orientasi hidup adalah bukan seberapa besar hal-hal yang di luar dirimu, tapi kita tarik segala hal yang ada di dalam diri kita. Kau harus banyak memberikan hal-hal yang ada di dalam dirimu, untuk di ditarik keluar untuk mereka yang menadahkan pertolongan dengan jerit tangisan.

Karena mereka kekurangan dan merasa kekurangan, seolah-olah mereka dipandang tak peduli di luar dirinya. Yakinkan hatinya mantapkan pikirannya bahwa mereka bisa serba mengada segala-galanya berlimpah ruah. Sekarang kau tidak boleh tinggal diam, atau malah bermuram durja. Katakan dengan lantang kata-kata kebenaran tanpa takut secuil pun nyawa taruhan. Karena siapapun dia adalah sama. Karena kita adalah manusia.

Janganlah berlagak bego. Janganlah kau berpura-pura tidak tahu-menahu bahwa kekayaanmu oleh dunia barat sana dikeruk sedalam-dalanya. Bukan hanya alam fisiknya, tapi juga kekayaan kedalamannya. Kekayaan batin orang-orang Timur, kearifan Timur. Mereka terus mengeksploitasi tanpa berkesudahan, tanpa ampun, tanpa henti, sampai akhirnya Renaisance terjadi di belahan bumi sana.

Mimpi adalah mimpi. Kita harus meminta untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita. Kita tidak akan mendapatkan jika kita tidak meminta. Kita punya jatah dalam penguasaan ekonomi. Kita berhak mendapatkannya dan mengarahkannya pada pembangunan manusia paripurna, Insan Kamil, manusia yang tercerahkan.

Batu bata peradaban adalah manusia. Maka manusialah yang harus dibangkitkan dari tidur nyenyaknya. Umat atau bangsa yang besar ini harus dipacu supaya tergugah dari lamunan khayalan kosongnya. Ia harus bergerak kesana-kemari. Jangan sampai lari terbirit-birit karena menahan malu dari pergumulan punggawa.

Tiap individu hanyalah sebongkah kerikil tajam yang tak akan berarti apa-apa jika pergerakan dan percepatannya tidak dalam keriuhan yang ramai di jalan-jalan. Maka harus kita katakan kepada semua bangsa bahwa Nusantara adalah bumi kelahiran kami yang selalu berjaya. Inilah tanah tempat lahirmu sendiri.

Tahukah kalian dengan zaman keemasan Sriwijaya, Majapahit, bahkan Indonesia Raya yang sekarang menjadi baju Nusantara kita hanyalah sebagaian-sebagiannya saja. Bahkan peradaban Atlantis pun ada di bumi kelahiranmu ini. Salakanagara, Tarumanegara, Galuh, Sriwijaya, Majapahit, dan Indonesia Raya berdiri di permukaan bumi Nusantara, di tanah kepulauan Dipantara. Inilah Bumantara negerimu yang harus kau cintai sepenuh hati.

Penggalan–penggalan kejayaan itu dibangkitkan oleh kebajikan nan kearifan dalam istilahnya masing-masing, dalam bahasa sejarahnya. Sriwijaya dengan simbolitas Hindunya, Majapahit dengan Budhanya, Indoinesia Raya dengan Revolusinya. Sedangkan spirit Islam sebagai yang rasional tinggal mendapatkan momentnya. Bukan sekedar ramalan saja bahwa negerimu akan diserahi tongkat estapet peradaban Islam.

Ingatlah Islam Mesir pernah jaya atas serpihan perjalanan Mesir Kuno. Islam Iran berani melawan Amerika karena percaya dirinya mengakar dari serpihan kejayaan Persia kunonya. Islam Andalusia karena perpanjangan dari Romawi kuno. Islam India Mughol karena India kunonya. Dan kini tinggal menunggu waktu, Islam Asia Tenggara maju ke hadapan karena Nusantaranya, karena peradaban Melayunya.

Kita dalah bangsa yang besar. Islam Indonesia punya masa depan.

Begitulah isi kertas dalam amplop yang diberikan pak Tua tadi. Bingunglah bingung aku mencerap apa sebenarnya yang diingini dari diriku ini. Bahkan aku sendiripun tidak tahu apa mau aku ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun