Mohon tunggu...
Ashri Riswandi Djamil
Ashri Riswandi Djamil Mohon Tunggu... Guru - Belajar, belajar, dan belajar

wkwk land

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Honorer Pahlawan Tanpa Tunjangan

20 November 2022   09:00 Diperbarui: 22 November 2022   14:57 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Pendidikan adaptif terus dikembangkan demi menjangkau anak-anak di pedalaman. Guru mengambil peran penting di dalamnya. (Foto: KOMPAS/IRMA TAMBUNAN)

Beberapa macam tunjangan untuk guru diantaranya tunjangan profesi guru (TPG) untuk guru yang sudah sertifikasi, ada tunjangan guru non PNS, dan tunjangan-tunjangan lainnya.

Menjadi guru ada berbagai kemungkinan. Pertama karena kuliah di program pendidikan. Kedua karena kecelakaan, ketiga karena cita-cita. 

Kemudian, yang terakhir disebut ini biasa hanya sampai di cita-cita, tapi kebanyakan tidak terjadi karena berbagai hal. Utamanya masalah penghasilan. 

Ya, semua orang tahu penghasilan guru yang non pns kurang mumpuni di Indonesia. Fakta yang tak terbantahkan. Ini seperti nada-nada pesimis bin putus asa. Bagaimana penghargaan guru di negeri ini sangat kurang. 

Guru bukan profesi top 5 apalagi top 10. Mungkin masuk top 100 aja belum sampai. Kita bisa lihat dari sejarah. 

Negeri yang bahkan seperti mengalami kiamat yaitu Jepang setelah rata dengan bom atom di penghujung perang dunia kedua. Hal pertama yang mereka selamatkan adalah guru. Hasilnya? Lihat saja apa yang sudah mereka capai selama 77 tahun ini. 

Semua dimulai dari pendidikan. Sekolah adalah institusi yang mampu melakukan itu semua. Membangun sebuah bangsa menjadi apa kedepannya. Tergantung dari pendidikannya. 

Kita bisa belajar banyak dari negara-negara yang pendidikannya maju. Tak perlu jauh-jauh ke negeri skandinavia sana. 

Tengok saja negara tetangga kita seperti Singapura, Australia misalnya. Kurikulum yang berganti-ganti setiap periode kepemimpinan bukan sesuatu yang buruk juga. 

Tapi memang perubahan itu bisa dilihat tidak cukup hanya 5 tahun. Butuh 15 sampai 20 tahun untk melihat hasilnya. 

Bagaimana mungkin terjadi jika kurikulum cepat berganti. Yang satu belum selesai ada lagi yang baru. Ini pekerjaan bersama. Pemerintah sebagai pembuat regulasi dan masyarakat. Perlu kolaborasi yang apik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun