10 November setiap Tahunnya diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Hampir setiap sekolah mengadakan acara seremonial. Ada yang formatnya resmi dan semi resmi. Pengalaman yang terjadi di sekolah saya selama ini bersifat semi resmi dan insidentil, karena para siswa yang inisiatif memberikan "kejutan".Â
Semua guru berkumpul di aula. Duduk di depan panggung, dan siswa duduk lesehan di bawah. Dan dibuka oleh pembawa acara oleh siswa sendiri yang sudah mereka persiapkan entah  berapa lama. Karena saya dan rekan guru bahkan tidak tahu dan tidak terlihat mereka melakukan persiapan. Seperti operasi rahasia. Kreatif memang anak-anak itu.
Mereka melakukan penampilan yang tidak banyak tapi cukup berkesan. Ada penampilan akustik siswa mewakili kelasnya, kemudian pembacaan puisi oleh seorang siswi dan satu siswa.Â
Diiringi dengan koor hymne guru oleh seluruh siswa. Sampai-sampai ada beberapa guru yang menitikkan air mata. Memang terbawa puisi yang dibawakan siswa dengan ekspresi maksimal emosional. Bagaimana tidak jatuh air mata. Apalagi bagi Ibu-ibu  guru. Maklum wanita lebih sensitif dan melankolis ketimbang laki-laki.
Saya tidak menangis dan bukan tidak menghargai penampilan mereka tidak. Tidak ada yang salah dengan semua itu. Hanya saja saya cukup merasa bersyukur saja secukupnya.Â
Lagu Hymne Guru itu diakhiri dengan lirik "Tanpa tanda jasa"...... aku berpikir sejenak. Apakah guru memang pahlawan tanpa tanda jasa? Beberapa tahun belakangan ini saya selalu terusik dengan pernyataan itu. Entah siapa yang memulainya. Mungkin harus saya cari tahu dulu.Â
Mengapa saya merasa terusik? Saya ingat dalam sejarah ketika Jepang di Bom Atom Tahun 1945 yang menandakan akhir dari perang dunia kedua.Â
Saat itu dunia tercengang. Begitu dahsyatnya ledakan bom tersebut. Wilayah Hiroshima dan Nagasaki rata! Ratusan ribu orang meninggal dunia dan ribuan lainnya luka.Â
Parahnya bukan luka biasa. Luka yang mengandung radiasi yang efek jangka panjangnya tidak main-main. Setelah tragedi Maha dahsyat itu apa yang terjadi?Â
Bagaimana Jepang kemudian bisa bangkit lagi? Dan menjadi negara maju? Karena satu hal : Pendidikan. Siapa yang mendidik? Jawabnya : "Guru". Guru lah yang pertama-tama di data oleh pemerintah Jepang saat itu. Berapa guru yang masih hidup? Itu yang pertama kali di kuatirkan.Â