Enersi entah dari mana. Tembok itu retak dan berhamburan seperti kerumunan semut yang kalang kabut.
 Kembali ke jalur utama pikiran-pikiran berkabut. Masih belum nampak juga dia.Â
Kemana dia belok tadi? Cari yang lain.
 Masih ada sang waktu didepan mata.Â
Terus saja gerakkan jari jemarimu. Cepat lebih cepat dari masturbasi nafsu dunia.
 Gerakan acak bukan naik turun maju mundur yang membosankan itu.
 Mainkan sepuluh jarimu. Banyak peluang bertebaran di atas tuts kibod hitammu yang berdebu.Â
Teruslah menari. Lupakan syahwat media sosialmu biarkan mereka meronta-ronta ingin dimasukkan jarimu yang lentik.
Sosial media seperti lubang senggama ingin selalu di masuki pikiran-pikiran palsu. Pertemanan semu. Tembok toilet penuh coret. Itulah sosial media. Tidak nyata apalagi maya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H