Mohon tunggu...
Ashri Riswandi Djamil
Ashri Riswandi Djamil Mohon Tunggu... Guru - Belajar, belajar, dan belajar

wkwk land

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ruang Chat Rindu 2000

28 Oktober 2021   11:30 Diperbarui: 28 Oktober 2021   11:44 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang remaja tanggung. Sedang asyik chatting di ruang ngobrol sebuah situs gaul. Tempat anak-anak muda mayoritas menghabiskan waktu di warung internet. Sebagian lain asyik main game online. Tapi dia tidak peduli. Dia kenalan dengan seorang cewek remaja juga. Entah mengapa di dunia maya ini kita belum pasti seratus persen siapa yang kita ajak ngobrol chat. Apakah benar-benar perempuan? Atau bukan. Apa benar remaja atau orang dewasa? Kita tidak pernah tahu.

Tapi dia asyik saja chatting dengan lawan chat nya yang bernama Bunga17. Nama samaran atau nickname di ruang ngobrol itu.  Bunga mengaku berada di Bandung. Dia di Jakarta. Suatu saat si cowok remaja ini ingin mengajak Bunga untuk bertemu offline. Biar si cowok saja yang pergi ke Bandung. Bunga pun menyambut dengan mengiyakan. Tapi dia ingin si cowok ini datang langsung ke rumahnya. Bunga ternyata anak rumahan. Tidak mudah untuk pergi keluar sekedar main atau nongkrong seperti anak-anak gaul kota kebanyakan. Si cowok sempat berpikir sebentar. Namun rasa ingin berjumpa itu tidak menghalangi. Dia sudah siap dengan segala kemungkinan saat bertemu nanti. Si cowok itu biasa chatting dengan Bunga dua jam saja. Di sore hari. Itupun kalau warnet tidak sedang penuh-penuhnya dengan bocah-bocah usia SD sampai SMP.

"apa kabar bunga?"

"baik wan, kamu sendiri?"

"baik juga, lama rasanya setelah chat kita yang terakhir ya?"

"ah bisa saja kamu, baru aja kemaren banget kita chat kan? Hihi"

"o ya? Masa sih? Wawan bermain peran seorang yang seolah sudah lama tidak ngobrol dengan sang kekasih nun jauh disana. Chatting sore itu begitu hangat dalam senja. Sore itu sedang hujan rintik. Mendukung suasana. Wawan terus menghujani Bunga dengan gombalan gombilun. Khas remaja di mabuk asmara. Padahal tahu rupanya saja tidak. Wawan hanya bisa membayangkan wajahnya. Dan mencoba mendapatkan nomor telpon rumahnya.

Butuh pendekatan satu bulan sampai dia mendapatkan nomor telponnya. Girang bukan buatan Wawan dibuatnya. Segera dia mencari telpon umum atau wartel jika tidak ada telpon umum yang rusak.  Sore itu dia langsung saja masuk ke bilik kosong wartel di pojok jalan sepi. Penjaganya seorang tua yang asyik menghisap cangklongnya sambil menonton tv tepat di sudut  ruang. Disambarnya gagang telpon itu dan di tekannya nomor yang bagi Wawan saat itu lebih berharga dari nomor kombinasi brankas mana pun di dunia.

Setelah tujuh digit nomor di tekannya, nada sambung merdu terhubung. "Ah terima kasih Alexander yang telah menemukan kotak ajaib ini" pikir nya saat itu.  Suara di seberang sana menjawab setelah lima kali dering. Degup jantung Wawan semakin kencang tak beraturan. Suara merdu seperti yang pernah dia bayangkan terdengar lembut. Ini pasti Bunga pikirnya. "halo selamat sore, bisa bicara dengan Bunga?".  Kalimat pembuka saat komunikasi lewat telfon yang standar. "sore dengan siapa ya? Saya kakaknya". Ternyata kakaknya yang menjawab. Kakaknya saja sudah merdu seperti ini bagaimana adiknya? Pikir Wawan. Perlahan degup jantungnya mulai kembali normal. Semakin bisa menguasai diri. "sebentar ya saya panggil dulu". Kata kakaknya.

Tidak lama tak sampai semenit, suara yang ditunggu-tunggu terdengar juga. "Ya siapa ya? Dengan lagak sok tidak kenal. "um  ini Wawan teman online kamu, lupa ya?". Sambil menahan tawa Bunga terus menggoda dengan pura-pura tidak kenal. Namun ternyata Wawan tidak terbawa suasana. Dengan santai akhirnya Bunga pun membuka kedoknya menjadi gadis online yang dikenal Wawan. Aha ! Wawanpun lega dan mereka ngobrol dengan serunya. Mengingat tarif interlokal itu lumayan mahal bagi kantong anak SMA menjelang lulus. Wawan pun mengakhiri obrolan dengan sangat disayangkan. Begitu pun Bunga yang sebenarnya masih betah ngobrol lama-lama dengan Wawan. Suara ngebassnya cukup membuatnya terhanyut. Membayangkan rupa remaja menjelang dewasa itu. Begitu juga dengan Wawan yang sedang membayangkan sosok Bunga dengan suara manjanya. Cadel tipisnya cukup memainkan fantasi Wawan seperti apa rupa gadis interlokalnya.

Obrolan diakhiri dengan salam perpisahan yang merasuk jiwa kedua remaja yang sedang mabuk asmara. Apa daya tarif interlokal begitu kejamnya. Si Bapak penjaga wartelpun sempat curiga apakah pelanggan satu ini akan pergi begitu saja. Tapi tidak, Wawan seorang pria gentle. Dia merogoh kantong celananya dalam-dalam dan untungnya pas jumlahnya. Tak peduli jika dia harus puasa jajan untuk beberapa hari. Demi bisa menelpon gadis interlokalnya di hari ke tujuh. Memang begitu dahsyat kekuatan "cinta" itu. Namanya anak muda. Biasa terjadi tapi ini agak tidak lazim. Di zaman awal-awal teknologi informasi ini begitu deras merasuk kehidupan anak-anak di dunia ini. Hal aneh mulai terjadi. Yang akhirnya menjadi hal yang biasa. Bagaimana bisa jatuh cinta, menyukai seseorang yang belum pernah di lihat rupanya, fisiknya, dan semua yang bisa di inderai oleh mata? Lewat internet, lewat aplikasi chatting. Padahal belum tentu seratus persen itu sesuai jenis kelamin lawan chat nya.

Karena tarif menggunakan internet di warung internet, masih lebih murah daripada telpon interlokal. Setidaknya Wawan sudah tahu dengan siapa dia berbicara, orang yang nantinya entah kapan akan ditemuinya. Setidaknya memang benar dengan lawan jenis.

Sementara anak-anak lain masih belum jelas jika hanya lewat online chat. Harus ditelpon dulu atau tatap muka dulu baru bisa dipastikan siapa yang mereka hadapi di dunia maya. Awalnya Wawan bahkan tidak percaya dengan dunia maya ini. Maklum hal baru masih membuatnya ragu. Istilah maya itu sendiri karena tidak langsung kontak fisik. Tapi lewat media internet. Tapi sekarang setelah dua tahun internet masuk ke kota dan beberapa wilayah di Jakarta. Perspektif Wawan mulai berubah. Baginya dunia yang katanya maya ini sudah nyata. Alasannya ya dari cara komunikasinya itu nyata. Pesan yang tersampaikan itu nyata. Suara di seberang telpon sana juga nyata. Semua nyata baginya.

Entah apa gara-gara telah menemui calon kekasih atau bagaimana. Tapi Wawan semakin yakin dengan apa yang dihadapinya. Se yakin pagi akan menggantikan malam. Tidak ada analogi lain yang bisa mengalahkan itu.

Kalau boleh diibaratkan lagi, Bunga bagi Wawan adalah seperti candu. Walapun dia tidak pernah kecanduan zat aditif apapun dalam hidupnya. Mungkin ini candu yang berasal dari unsur kimia dalam otak. Akibat hormon-hormon Endorfin, Dopamin, dan hormon min-min lainnya menyatu.

Chatting sudah, berlanjut ke telponan. Tinggal satu tahap lagi. Ini adalah final. Yaitu bertemu langsung, kopi darat, tatap muka, atau kencan? Sebutkan saja nama lainnya. Saat momen itu tiba. Entah kapan akan terjadi. Mengingat saat ini adalah bulan-bulan terakhir sekolah. Dua bulan lagi ujian akhir sekolah. Setelah itu, hal pertama yang akan dilakukannya adalah bertemu Bunga. Bukan kuliah apalagi kerja.

Biarkan gejolak darah kawula muda menguasai tubuhnya. Sampai dia tersadar semua telah terjadi. Kalau berakhir dengan manis bukan masalah. Tapi kalau sebaliknya? Entahlah malaikat yang tahu. Siapa yang tahu kecuali siempunya hati dan pikiran. Mendekati ujian akhir semakin jarang Wawan chatting dengan Bunga. Pernah sekali waktu Wawan tidak tahan lagi untuk sekedar ngobrol atau minimal melakukan kontak lewat telpon. Pas yang jawab telponnya kakanya Bunga, lantas Wawan hanya menitipkan salam kepada Bunga. Bunga baru kelas 2 SMA.

Tapi rasa rindu ingin berkomunikasi dengan Bunga masih bisa dia tahan. Demi lulus ujian dengan hasil terbaik. Sehingga dia nantinya memiliki alasan untuk tidak langsung kuliah setelah lulus Sekolah, karena orang tua Wawan berkeyakinan bahwa jika nilai tinggi maka anaknya dapat kuliah kapan saja. Setidaknya itu yang membuat Wawan berhasil meyakinkan Orang tuanya untuk tidak lagi kuatir akan kelanjutan Wawan setelah lulus nanti. 

Cepat atau lambat ujian akan dilalui. Dunia kertas dan pulpen  akan segera berakhir. Tidak sepenuhnya. Namun setidaknya, tidak seperti masa-masa sekolah lalu. Lamunan  Wawan menerobos batas waktu. Seolah dia dapat menerawang masa depan. Bak film sains fiksi. Tergambar dengan jelas visual-visual apa yang akan dilakukan Wawan setelah ujian. Mengunjungi Kota Kembang. Yang ternyata bukan sekedar namanya saja kembang. Kembang yang melebihi kembang itu sendiri. Julukan untuk perempuan yang ada di dalam kota itu. O pantas saja disebut kota kembang. Perempuannya cantik-cantik. Memang tidak sesempurna kembang yang tanpa cela. Menurut salah satu kawan, karena kebiasaan orang Bandung umumnya suka makan lalapan alias sayuran mentah yang baik untuk kesehatan kulit. Makanya perempuan Bandung terlihat kinclong. Begitu ceritanya. Dan Wawan ingin membuktikan dengan datang langsung ke pusatnya. 

Entah kenapa, dan mengapa dia harus mencari dan memilih gadis dari luar kota dan sekolah. Seperti merepotkan diri saja. Tapi disitulah zaman perlahan mulai berubah. Mencari pasangan tidak harus langsung lagi sekarang. Sudah ada teknologi informasi yang mampu menembus batas. Dengan internet kita seperti secara ajaib melakukan perjalanan tanpa berpindah tempat. Virtual Experience. 

Hari ujian pun tiba dan Wawan melewati hari-hari itu dengan tenang dan keyakinan tinggi lulus. Yakin lulus seperti sudah tertulis di kepalanya. Tidak ada ragu sedikitpun. Dan benar saja semua soal di lahapnya dengan bersih. Semua kemampuan kognitif terbaiknya dia salurkan di kertas-kertas jawaban. Dia hanya tidak berpikir mengenai hasil. Tidak ada ambisi atau keinginan untuk menjadi juara kelas apalagi mendapatkan nilai tertinggi SMA se kota. 

Seminggu terasa lama bagi Wawan, dan untungnya semua sudah dilalui. Sekarang dia menyusun rencana ke kota kembang. Dengan berbagai macam kembang-kembang. Ada kembang desa, kembang muda, daun kembang, sampai janda kembang. Gairahnya naik untuk segera menghampiri sang gadis kembang. Dari sekian rencana, ada satu rencana yang dia masih galau memikirkannya. Menginap dimana? Tidak mungkin di rumah Bunga. Tidak mungkin. Wawan harus mencari tempat penginapan untuk semalam. Lalu dia tak terlalu kuatir lagi soal menginap itu. Mode survival sudah di set di otak nya. Dimana saja tidur bisa dilakukan!

Hari itu tiba, dengan bis Prima dia berangkat pagi itu jam tujuh. Bak seorang pelancong, turis lokal. Mengenakan kaos dan celana kargo dan sendal gunung. Lebih ke anak Mapala daripada turis lokal. Karena belum tentu turis lokal mau naik gunung. Perjalanan ditempuh dalam tiga jam lebih sedikit. Pemandangan hijau sepanjang perjalanan cukup menyenangkan. Entah sudah berapa lama dia tidak pergi. Tidak tapi ini pertamakali dia pergi sendirian. Dan sepertinya bukan hal yang sulit. Hanya butuh sedikit keberanian dan nyali. Sampai di Kota Bandung. Wartel menjadi tujuan selanjutnya untuk mengabari sang gadis ranum dan mekar. Bunga... lebih harum saat di kota kembangnya langsung. Suara di seberang sana terdengar. Kali ini Wawan tidak ragu lagi. Kali ini Bunga langsung yang angkat. Pagi menjelang siang pasti Bunga lagi santai-santainya karena hari Minggu. 

"Bunga ... ini Wawan...". "A Wawan.... Sudah di Bandung ?". "Iya Bunga .... Baru banget sampai nih, Bandung keren ya ternyata. Pertama banget kesini". "Iya atuh Bandung mah keren dong hehe, senang deh A Wawan sudah disini, kapan ke rumah?". Deg .... Tiba-tiba jantungnya berdetak kencang sepersekian detik saja. Waktu seolah berhenti seperti di pause atau afek slow motion "John Woo" nya The Matrix. Wawan masih saja grogi jika harus ke rumah Bunga. Padahal dia baru saja bertemu. Seharusnya tak perlu dipusingkan. Tawaran yang sangat sopan dan bersahabat ketika diminta untuk mampir ke rumah sebagai tamu. Belum saja menjawab, Bunga melanjutkan kalimat berikutnya."Ga apa-apa atuh A ke rumah saja, Bunga sendirian kok hehe". Seolah mampu membaca pikiran Wawan. Bunga lagi sendiri di rumah. Kedua orang tuanya sedang pergi ke acara perkawinan di Cianjur jadi kemungkinan sore baru sampai lagi di Bandung. 

Seketika kegugupan Wawan pun sirna. "Baik Bunga kalau begitu aku kesana ya". Bye tutup Wawan. Sesaat ia mencoba menyadarkan diri dengan mencubit kedua pipinya. Memastikan bahwa ini bukan mimpi. Ini nyata. Saat ini dia tengah berdiri di atas kaki sendiri. Bibit-bibit dewasa mulai tumbuh. Ada perasaan aneh di dalam dada yang sering disebut cinta itu menjadi hal biasa baginya. Cinta monyet pun dia tak peduli. Toh hanya dia yang merasakan. 

Tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumah Bunga. Di daerah yang lumayan agak berbukitan mirip kawasan puncak. Udara masih terasa sejuk walau matahari cerah. 

Hanya membawa ransel ukuran sedang dengan perbekalan dan persalinan seperlunya saja. Wawan sudah berada di depan gerbang kecil rumah Bunga. Sang teteh geulis sudah menunggu di teras rumah. Dan mereka bak sepasang merpati yang lama tidak berjumpa. Padahal ini pertemuan pertama. "wawan , sambil menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Bunga gadis yang berada di depannya. "Bunga" membalas dengan menerima tangan Wawan dengan erat seperti jabat tangan pejabat yang baru bertemu. Senyum Bunga merekah, pipinya memerah bukan ekspresi malu tapi antara malu dan senang. Bunga berkulit putih bersih rambut hitam panjangnya di kuncir kuda. Hidung bangor nya cukup menggoda iman Wawan untuk menahan diri tidak mencoleknya. Baru bertemu dia tidak ingin memberikan kesan aneh dan mesum di depan Bunga. Apakah dia selugu kecantikannya? Entahlah pikiran Wawan menerawang berimajinasi. 

Mereka duduk di kursi teras. Ada dua kursi di batasi dengan meja di tengahnya. Bunga mempersilahkan Wawan duduk. Bunga mengenakan baju kaos pink lengan pendek dan celana olahraga pendek se paha yang menampakkan kaki nya yang mulus dan ada sedikit bekas luka di lutut kanannya. Sepertinya sudah lama. 

Mereka ngobrol seolah sudah lama berkenalan. Kenal lama maksudnya. Obrolan di selingi dengan sesekali tawa bunga yang renyah dan menyenangkan didengar, kalau saja Wawan bawa alat perekam suara mungkin akan direkamnya tawa Bunga. Bisa-bisa dijadikan musik penghantar tidurnya nanti. Chat dari dunia maya lanjut ke dunia nyata itu begitu cepat terasa. Mereka asyik bercerita apa yang akan mereka lakukan setelah lulus SMA, yang mana Wawan sudah merasakannya sehari. 

Bunga masih kelas 2 SMA jurusan IPA, berencana melanjutkan studinya di Bandung juga. ITB menjadi tujuannya. Ya memang tidak ada yang salah dengan pilihannya apalagi kampus prestisius di Indonesia. Wawan menyebutnya "MIT" nya Indonesia. Jurusan yang menjadi incarannya Sains dan Teknologi Farmasi. Memang Biologi, Kimia dan Fisika merupakan pelajaran favorit Bunga. Sampai dia mengatakan itu nafas yang membuatnya tetap hidup sampai saat ini. Wow ! pikir Wawan. Dia tahu apa yang akan dilakukannya dan untuk apa. Jenis perempuan yang berbeda dan langka menurut Wawan. Dia punya visi ke depannya. Ini mungkin "The One" nya Wawan. Terlalu over confident dia. Tak apalah untuk motivasi hidup. Agar hidup tetap hidup. Bagi Wawan Bunga sudah memiliki ke seksian tahap lanjut. Bukan sekedar fisik, tapi pikiran dan cara pandang. Bunga adalah perempuan yang seksi luar dalam. Dipadukan dengan kesederhanaan dia dalam memandang orang lain. Tidak ada penghakiman sedikit pun. Bunga tidak memandang Wawan dari status sosial, latar belakang pendidikan dan keluarga apa pun itu yang banyak perempuan umumnya pikirkan. Dia bahkan bukan bermaksud untuk menikahinya kan? Mereka hanya sepasang remaja yang sedang tumbuh.

Tak terasa sudah sore, Wawan pun pamit untuk kembali ke Jakarta. Baginya sudah cukup bertemu dan bercengkerama dengan Bunga hari itu. Dipandanginya sekali lagi perempuan manis di depannya sebelum berpisah. Tepatnya Wawan yang meninggalkan Bunga untuk pergi dan kembali lagi suatu saat. Ada tatapan tak rela untuk ditinggalkan pada bola mata Bunga. Inikah namanya cinta? Atau sayang? Atau keduanya? Atau nafsu? Entahlah bunga seperti ingin mengatakan sesuatu. Bibirnya perlahan bergerak tetapi kaku. "Bunga , seneng banget kita bisa ketemu dan ngobrol seharian" nanti kapan-kapan kita ketemu lagi ya? E... tiba-tiba Bunga langsung memeluk Wawan. Wawan kaget. "Makasih ya a sudah mau datang, bunga senang banget lho... hehe... pundak Wawan terasa basah. Dia menangis haru. Oh sbegitunya kah? "Aku baru ini lho meluk cowok hehe" sambil melepaskan pelukannya dan wajahnya memerah. "Ak ga apa-apa kok" Wawan juga tersipu malu tapi bahagia. Siapa yang tidak jika dipeluk perempuan yang disukanya. Mereka pun berpisah dengan sebuah kejutan lagi yang Wawan tidak perkirakan. Setelah berjabat tangan. Bunga sedikit menarik tangan Wawan dan kecupan hangat mendarat di pipi kanan Wawan. Tidak berhenti sampai di situ. Dengan sedikit gengsi karena sejak pelukan tadi sepertinya perempuan ini lebih agresif sementara dia pasif. Harus membalikkan keadaan sedikit. Lalu Wawan memegang kedua pipi Bunga dan mengecup bibirnya. Kali ini benar-benar diluar dugaan Bunga. Hanya sepersekian detik adegan itu berlangsung. Setengah detik mungkin entahlah siapa yang menghitung kan. Tanpa berkata-kata Wawan pun pergi meninggalkan Bunga yang masih terlihat shock dalam cara yang baik. Senyum nya semakin merekah dan melambaikan tangannya ke arah Wawan. 

Sampai Wawan menghilang di belokan gang. Jakarta terasa begitu dekat setelah sampai disana. Malam itu Wawan tidur begitu lelap tidak seperti biasanya seolah dia habis menelanValium. Tidur begitu lelap dan dalam dan bermimpi. Mimpi terindah yang pernah dia alami. Beberapa hari, minggu, semester kedepan dia selalu dirindukan. Ada yang merindukannya di ruang chat. Tuhan memberkati internet doa Wawan. Sir Tim Berners Lee pun tersenyum penuh syukur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun