Mohon tunggu...
Ashri Ramadhan
Ashri Ramadhan Mohon Tunggu... Administrasi - Akademisi Pemberdayaan Masyarakat

Seorang Akademisi di bidang Pengembangan Masyarakat Islam, Berusaha untuk terus belajar dan berbagi pengetahuan melalui pengalaman di lapangan dan kontribusi dalam masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Workshop Pengembangan Riset S2 PMI: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

26 November 2024   17:15 Diperbarui: 27 November 2024   12:01 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Khabiburrohman, Tendik FDK,UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Dalam diskusi mengenai isu-isu ekonomi terkini, salah satu topik yang mencuat adalah kenaikan harga kebutuhan pokok, seperti gula dan beras. Pertanyaan ini diajukan oleh Pak Suharto, yang menyoroti dampaknya terhadap kesejahteraan petani dan relevansi isu ini di tengah dinamika masyarakat saat ini, Pak Suharto mengajukan pertanyaan, "Harga gula dan beras naik. Menurut pandangan Pak Yuda, apakah isu petani tetap menjadi perhatian utama di masyarakat?" Pertanyaan ini mengacu pada kondisi petani yang sering berada di persimpangan antara keuntungan akibat kenaikan harga hasil pertanian dan tantangan distribusi yang masih belum efisien.

Menanggapi hal tersebut, Dr. Tauchid menjelaskan bahwa persoalan petani tetap relevan, terutama jika dikaitkan dengan isu kelas menengah yang juga rentan terhadap dinamika pasar kebutuhan pokok. "Petani tidak akan sejahtera karena persoalan pasokan ke pasar. Masalah ini masih sangat relevan, terutama bila dilihat dalam konteks isu kelas menengah," ujarnya. Pak Tauchid menambahkan bahwa ketidakseimbangan rantai pasok sering kali menjadi penyebab utama ketidakstabilan harga di tingkat konsumen maupun produsen. Kesejahteraan petani tidak hanya bergantung pada hasil produksi, tetapi juga pada kemampuan sistem distribusi untuk memastikan hasil tani bisa dijual dengan harga yang adil. Isu petani juga memiliki kaitan erat dengan kelas menengah yang semakin tertekan akibat inflasi bahan pokok. Kelompok ini, meskipun bukan bagian dari masyarakat miskin, tetap rentan terhadap fluktuasi harga pangan. Oleh karena itu, menurut Dr. Tauchid, perlu ada kebijakan yang tidak hanya fokus pada peningkatan produksi tetapi juga memperbaiki sistem distribusi dan akses pasar bagi petani.

Indri wahyuni, salah satu peserta, mengangkat persoalan terkait dampak pandemi COVID-19 terhadap kelas menengah dan petani di daerah Makassar. Ia menyoroti bagaimana pandemi menyebabkan penurunan stabilitas kelas menengah, yang tampak "terombang-ambing" karena tidak termasuk dalam kategori penerima bantuan, tetapi juga rentan terhadap tekanan ekonomi. Indri juga mencatat bahwa, di Makassar, terdapat banyak petani dengan lahan yang cukup luas. Namun, mereka menghadapi hambatan besar akibat masalah dalam rantai pasok. “Isu ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan petani, tetapi juga pada kelangsungan hasil panen dan distribusi produk ke pasar,” jelasnya.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Dr. Tauchid mengungkapkan bahwa meskipun secara kasat mata pendapatan petani tampak meningkat, kenyataannya nilai riilnya menurun jika dikaitkan dengan inflasi dan tekanan ekonomi. “Secara nominal terlihat naik, tetapi terkait dengan ISO (International Organization for Standardization) dan income, nilai riilnya selalu turun. Ini menjadi fenomena menarik yang perlu kita perhatikan secara mendalam,” jelasnya.

Layanan Lansia dan Care Economy

Dalam sesi berikutnya, salah seorang Tenaga pendidik menyoroti standar layanan lansia, terutama dalam konteks ibadah haji di Indonesia yang didominasi oleh jamaah lanjut usia. Dr. Tauchid menjelaskan bahwa negara-negara maju telah memanfaatkan potensi lansia melalui konsep "silver economy," yang memberdayakan lansia untuk tetap produktif. "Di negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan, lansia dilatih dan diberikan insentif untuk tetap bekerja di sektor-sektor tertentu, menjadikannya sebagai sumber daya potensial," jelasnya.

Arah Riset Strategis

Diskusi menjadi lebih Menarik dengan pertanyaan dari Izzuddin mengenai arah pengembangan riset di program studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI). Dr. Tauchid menekankan pentingnya kerangka strategis yang mencakup isu-isu demografi, kelas menengah, social care, dan asuransi kesehatan. "Seorang akademisi harus mampu menghasilkan riset yang aplikatif dan relevan untuk menjawab tantangan zaman," pungkasnya.

Acara ini memberikan wawasan penting bagi para peserta, khususnya mahasiswa, dalam memahami isu-isu sosial-ekonomi yang kompleks dan dinamis di Indonesia. Dengan kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan mahasiswa, diharapkan riset yang lebih strategis dan solutif dapat dihasilkan untuk mendukung pembangunan yang inklusif.

Ekonomi Biru dan Hijau

Andira nurqalbi mahasiswa S2 PMI, mengangkat isu tentang potensi ekonomi biru (blue economy) dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Dr. Tauchid menekankan perlunya pendekatan struktural untuk mengatasi tantangan sektor pesisir dan pertanian. Ia juga menyoroti pentingnya "link and match" antara data besar (big data) dan kebijakan untuk mendukung pengelolaan sumber daya secara efektif.

UMKM dan Wakaf Produktif

Sopian Hadi Mahasiswa Magister PMI, menggarisbawahi tantangan UMKM di Yogyakarta, terutama terkait akses keuangan. Menanggapi hal ini, Dr. Tauchid memberikan contoh penerapan wakaf produktif sebagai alternatif pembiayaan. "Keberhasilan wakaf tergantung pada kepercayaan masyarakat terhadap pengelolanya. Oleh karena itu, riset tentang tata kelola yang baik sangat penting," tambahnya.

Dalam sebuah diskusi akademik, Syamraini mengangkat isu mendalam mengenai kemiskinan di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan. Ia menyoroti bahwa kemiskinan kerap mengalami fluktuasi yang bergantung pada siapa yang memimpin, namun perlu dilihat dari dua sudut pandang utama: sebab dan akibat.

Kriminalitas dalam kemiskinan

Syamraini Mahasiswa S2 PMI menyampaikan, "Di Sulawesi Selatan, kemiskinan erat kaitannya dengan kriminalitas. Salah satu penyebab utamanya adalah pembangunan yang tidak tepat sasaran. Hal ini bertentangan dengan prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang menekankan inklusivitas dan pelibatan kaum rentan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun