Mohon tunggu...
Elia Kristanto
Elia Kristanto Mohon Tunggu... -

seorang yg yakin adanya kesadaran sejarah baru akan membawa pembaruan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Singa Muda Risma

22 Februari 2014   19:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:34 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekarang kalau kita sebut nama Risma, maka asosiasi kita secara langsung ke Risma sang walikota Surabaya. Ya, bisa juga ada yang teringat ke Risma nama kakak, adik, tetangga, ipar atau mertua yang kita kenal juga.

Sengaja menyebutnya Risma Singa Muda, ya, biar beda saja. Gak ada alasan filosofis yang harus dicari cari, selain kebetulan enak aja spontan dituliskan.

Risma menangis. Ya, memang kenapa? Heran aja kalau ada orang yang tidak menangis, jika membaca ada aja kebodohan yang dilakukan bupati, walikota yang terjadi silih berganti di republik ini.

Saya sendiri terbingung-bingung ketika berkunjung ke Surabaya. Beda dengan sebelumnya. Saya penasaran lihat Surabaya yang "hijau". Supir yang mengantar saya waktu itu dengan semangat menceritakan seorang walikota perempuan yang baru terpilih. Dia sebelumnya kepala dinas yang mengurus pertamanan. Pantes, Surabaya jadi hijau.

Dua tahun yang lalu Risma pernah berantem dengan para pelacur yang tentu disponsori oleh para mucikari dan sangat tentu sekali oleh para "backing" yang selama ini menimba keuntungan dari bisnis esek esek ini (gak usah mau-malu untuk baca itu para "birokrat"). Risma tarik-tarikan spanduk demo para pelacur itu. Kalau saja tidak dilerai mungkin Risma akan berantem beneran dengan para pelacur itu.

Risma dengan gemas mengatakan: "Mau dibantu diperbaiki idupnya koq gak mau." Paling tidak begitulah gerutu Risma. Tapi, ketika itu beritanya hanya ada di halaman dalam tidak menjadi berita nasional. Gak sempet seliweran di media sosial juga.

Semua jijik ketika mendengar cerita Risma kenapa Dolly harus ditutup. Salah satunya karena ada pelacur umur 60 tahun yang melayani anak SD, SMP. Oalah. Yang keterlaluan itu siapa sih. Kemana aja Kepala Dinas Sosial Surabaya. memang pelacur pelacur itu tidak dicatat? Memang Dinas Sosial tidak punya data? Dan, apa yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial Surabaya selama ini. Bukankah penanganan pelacuran dilakukan lintas sektoral.

Semua mendukung Risma. Tetapi....................................,

Kiranya ibu walikota Suarabaya benar benar mempersiapkan sarana prasarana, dan yang terutama adalah perangkat birokrasi.

Selama ini konotasi sarang pelacuran selalu yang dikutuk adalah para perempuan. Perempuan jalang. Dengarlah mulut lelaki yang begitu gampangnya mengolok para perempuan jalang itu. Belum lagi kelakukan mereka yang semena-mena memperlakukan para perempuan itu serupa barang. Dan, tidak mengherankan para lelaki itu dapat keluar dari kamar pelacur dengan bersiul-siul tetap dapat merasa tidak berdosa. Bahkan, biasanya, mereka paling keras ikut menyalahkan para pelacur itu sebagai sumber dosa.

Apalagi ibu-ibu akan dengan sangat tega menyalahkan para perempuan yang membuat dunia mereka menjadi tidak tenteram yang membuat kehidupan keluarga selalu ketakutan. Amit amit, suami mereka khilaf main main ke sarang pelacuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun