Mohon tunggu...
ashimuddin musa
ashimuddin musa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Jadilah orang pertama yang berbuat baik

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Surga di Pesantren

18 Mei 2022   10:44 Diperbarui: 18 Mei 2022   11:06 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0ZUpeyj1p5KMnZiVDR9QzjMdDHN6FbPoAao2Fm9pP27brrQeFWZ2kwRNVTxBckvUql&id=100006439747609


Saat santri balik Pesantren, serba-serbi kehidupan santri kini tampak seperti tidak biasa di wajah santri: ada yang senang, ada pula yang bingung. Mereka yang seperti kebingungan ini mungkin liburannya merasakan kurang cukup di rumah. Mungkin saja sih. 

Saat balik Pesantren sontak kehidupan semula bebas kini akan berubah seperti biasa, yakni menuntun mereka menjadi manusia ideal yang dapat dibanggakan semua orang. Dididik menjadi manusia ideal dengan karakter ideal pula. 

Saya melihat salah satu postingan di Facebook; memposting salah satu foto santri. Dalam gambar tersebut memperlihatkan, bahwa seorang santri sedang asyik tertidur di depan pintu asramanya, sembari menunggu seseorang datang menghampiri berharap membukakan pintu asrama untuknya.

Sudah lama pastinya. Bahwa, belum terlihat seseorang membawakan kunci pintu untuk dirinya. Sehingga tidak menyadari, kalau tubuhnya telah hanyut dalam mimpi.

Ini adalah sebuah kisah nyata. Bukan fiktif, yang disengaja dikarang yang terkadang, di satu sisi untuk tujuan cari rejeki. Dengan menuliskan cerita fiksi. Di sisi lain, adalah sebuah edukasi.

Dalam gambar ini setidaknya menyiratkan pesan substansial, bahwa betapa seorang santri merupakan figure ideal, karena telah diajarkan arti penting dari sebuah kesederhanaan. Mereka hidup apa adanya. Tidak perduli ia terlahir dari sebuah keluarga yang memiliki latarbelakang orang yang kurang mampu. Kita menyebutnya orang kaya.Seorang santri terdidik Untuk mandiri, meskipun sejatinya ia adalah sangat mampu untuk melakukan sesuatu yang dapat memenuhi hasrat dan keinginannya. Seperti, mendatanngkan makanan dari salah satu perusahaan ternama. KFC misalnya. Mereka tinggal sekali klik saja menggunakan smartphonenya, kemudian pesan. Dalam waktu dekat makanan siap diantarkan ke alamat si pemesan.

Ini adalah gambaran bahwa kita telah hidup di era revolusi Industri 0.4 itu. Era yang telah memberikan sebuah perubahan yang signifikan. Di dalamnya terdapat beberapa kemudahan-kemudahan. Segala sesuatu yang mungkin saja belum ada di era jaman kakek nenek kita, tetapi saat ini semuanya seakan telah berubah. Apapun yang awalnya terasa sulit kini telah menjadi berubah memberikan kemajuan.

Tetapi di pesantren mereka telah belajar bagaimana mereka mampu menjadi pribadi santri yang luhur, tidak terlalu membanggakan terhadap apa yang saat ini telah dicapainya oleh para orang tua mereka. Betapa ruginya seorang santri yang membangga-banggakan capaian orang tua mereka. Meski sudah tergolong sukses.

Namun demikian, santri di pesantren diajarkan arti penting sebuah kehidupan yang identik dengan kesederhanaan. Kehidupan di pesantren adalah sebuah simulasi dari kehidupan yang kelak akan dilalui oleh para santri.

Seandainya mereka hanya bersantai-santai di pesantren tanpa perlunya memikirkan sesuatu yang terbaik untuk masa depannya, maka betapa ruginya mereka. Kelak ia akan merasakan kesedihan karena tidak adanya kemajuan dalam dirinya.

Inilah yang kemudian yang harus disadari oleh semua para pemuda. Tidak hanya para santri saja. Semangat 10 November, yang kemudian menjadi spirit para santri dalam memerangi para penjahah di Surabaya saat itu, salah satunya karena adanya kesadaran dalam dirinya untuk kemajuan dan perubahan bangsanya.

Di pesantren, salah satu kitab yang dapat memberikan inspirasi para santri dalam kemajuan dirinya, bangsanya, serta juga agamanya, adalah kitab Idzatun Nasyi'in, karya Syekh Musthofa al-Ghalayain. Dan, kitab inilah pula yang menjadi salah satu kitab inspiratif Kiai-kiai pesantren, salah satunya adalah KH. Hasyim Asy'ari untuk memerangi para penjajahan.

Begitulah. Betapa banyak salah satu dari bangsa-bangsa yang tidak berkembang terkadang karena tidak adanya kemauan untuk berubah. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun